Beranda / Romansa / Menikahi Dua Pria / Bab 1. Ketakutan Luar Biasa

Share

Menikahi Dua Pria
Menikahi Dua Pria
Penulis: Hanazawa Easzy

Bab 1. Ketakutan Luar Biasa

Penulis: Hanazawa Easzy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-21 09:13:03

"Tetap di sana. Jangan mendekat!" pekik seorang wanita yang kini memegangi gaun pengantinnya erat-erat. Dia berdiri di sudut ruangan, menjauh dari pria yang duduk di atas ranjang.

"Kenapa? Kamu takut padaku?" Mata tajam Ken memaku pandang ke arah istrinya. Satu sudut bibirnya naik ke atas, merasa tidak asing dengan penolakan yang wanita ini lakukan. Hampir semua wanita yang dijodohkan dengannya melakukan hal yang sama, yakni menolak kehadirannya.

"Ti-tidak! Bukan begitu. Aku hanya ... " Aira menggeleng tegas, kesulitan mencari kalimat penjelasan kepada suaminya, pria yang ia nikahi beberapa saat lalu.

"Baguslah. Kalau begitu, kemari dan gantikan pakaianku." Ken mulai melepas tuxedo di tubuhnya.

Hal itu membuat tubuh Aira menengang seketika. Ini pertama kalinya dia terlibat dengan seorang pria dan langsung diminta menggantikan pakaiannya.

"A-aku belum terbiasa. Aku akan minta pelayan membantumu berganti pakai--"

"Tidak ada pelayan. Mereka semua sudah pergi." Ken memotong ucapan istrinya.

Suara Ken terdengar berat dan dalam. Titahnya penuh dominasi, meruntuhkan keberanian yang diam-diam Aira kumpulkan. Tapi, dia tidak boleh pergi apapun yang terjadi. Sudah tanggung jawabnya untuk mendampingi pria cacat yang telah resmi menjadi suaminya, Yamazaki Kenzo.

"Per-pergi?" Aira tergagap. Dia semakin erat mencengkeram gaunnya.

"Benar. Hanya ada kita berdua di vila ini."

Perasaan Aira semakin tidak tenang mendengar apa yang suaminya katakan. Hanya ada mereka berdua? Di vila tengah hutan ini?

"Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tak terduga? Siapa yang akan menyelamatkan kita?"

"Tentu saja kamu harus menyelamatkanku. Aku lumpuh, hanya bisa berjalan dengan kursi roda."

Hening. Aira menutup mulutnya rapat-rapat. Beban berat terasa menghantam kepalanya.

"Kenapa diam? Kamu menyesal menikah denganku?"

Aira terkesiap. "Tidak. Aku ... "

Hati kecil Aira memberontak, membuatnya kembali menutup mulut dan tidak menyelesaikan kalimatnya.

Jika boleh berpendapat, tentu saja dia menyesali keputusannya ini. Siapa wanita yang rela menikahi pria cacat dan buruk rupa? Terlebih lagi rumor negatif yang beredar di luar mengatakan bahwa pria ini sangat kejam pada orang lain. Dia mafia kelap kakap yang tak tertandingi. Semua orang takut padanya.

"Cepat kemari!"

"Hah?" Aira terperanjat dari lamunan singkatnya. Matanya mengerjap berkali-kali, segera menangkap apa yang harus segera ia lakukan detik berikutnya.

Titah Ken tak bisa disangkal lagi. Meski Aira tidak ingin, tapi langkah kakinya tetap berjalan mendekat. Perintah pria itu layaknya sihir, mengendalikan orang tanpa sadar.

"Duduk!"

Persis seperti anak ayam, Aira duduk di hadapan Ken yang duduk di tepi ranjang.

"Lepas pakaianku," titahnya dengan suara sedatar kertas.

Jemari Aira mendekat, melepas satu per satu kancing kemeja suaminya. Ada bekas luka bakar di perut dan dada, membuat Aira menahan napasnya. Ia tak sampai hati melihatnya, memilih memejamkan mata.

Hal itu membuat Ken terkekeh. Bekas luka di tubuhnya berhasil membuat istrinya ketakutan.

"Buka Matamu! Karena kamu sudah resmi menjadi istriku, maka kamu boleh melepas topengku. Kamu harus melihat seperti apa wajah suamimu." Ken meraih dagu Aira, membuat wajah mereka berhadapan.

Entah untuk yang keberapa kalinya, Aira harus meneguk ludah. Jika bukan karena hutang ayah angkatnya pada keluarga Yamazaki, dia tidak akan ada di situasi ini. Demi membalas budi pada dua orang yang bersedia memungutnya dari panti, dia rela melakukan apa saja.

"Ka-kamu ingin melepasnya?" tanya Aira memastikan. Dia merasa gugup luar biasa.

"Lepaskan saja. Jangan banyak bertanya!"

Dengan tubuh gemetar, Aira mengulurkan tangan. Wanita berwajah bulat itu membulatkan tekad, memberanikan diri menghadapi apapun yang terjadi. Dia bersiap melepas topeng hitam yang selalu dipakai oleh suaminya.

Sebenarnya Aira takut melihat luka yang tersembunyi di sana. Namun, rasa ingin tahu juga melesak di dalam dadanya. Benarkah pria ini mengalami luka bakar serius seperti yang orang-orang bicarakan? Separah apa keadaannya? Atau yang mereka katakan hanya isapan jempol belaka?

Suara petir menggelegar, bersamaan dengan hujan deras yang tiba-tiba turun saat topeng hitam Ken terlepas. Luka bakar warna merah kehitaman tampak di sana, memenuhi sisi wajah sebelah kirinya.

"Argh!" Aira menutup matanya dengan tangan. Napasnya tercekat di tenggorokan. Bahkan, jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Dia syok, terkejut bukan kepalang melihat bekas luka yang tertangkap retina matanya beberapa detik lalu.

Ken terkekeh melihat respon Aira. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi. Semua orang yang melihat rupanya akan ketakutan, lari tunggang langgang ke sembarang arah. Dan mungkin hal yang sama akan gadis itu lakukan nantinya.

Tubuh mungilnya berguncang sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dia mencoba menguatkan diri, berkata dalam hati untuk tidak perlu takut dan mulai membuka matanya.

"Apa kamu takut melihat wajahku?"

"Ak-aku tidak takut."

Namun, keberanian itu sirna seketika saat lampu padam. Kilat petir yang menyambar, membuat wajah Ken terlihat semakin menyeramkan. Teriakan Aira kembali terdengar untuk yang kedua kalinya. Dia benar-benar ketakutan.

"Istriku, kemarilah," pinta Ken dengan nada dingin yang mencekam, membuat ketakutan Aira semakin menjadi-jadi.

"Aku akan cari lampu darurat." Aira berbalik, bersiap pergi. Namun, belum sempat ia melangkah, tangan dingin Ken mencengkeram lengan mungilnya.

Dengan sekali tarikan, tubuh Aira limbung dan kini terbaring di atas ranjang. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Ken mengunci keberadaannya, tak mengizinkan bergerak sama sekali.

"Tenanglah, Sayang." Ken menelisik wajah Aira dengan jemari tangannya. "Ada aku di sini."

"Pergi!" usir Aira, menggelengkan kepala sekuat tenaga.

"Pergi?" Ken menggantung kalimatnya, menunjukkan smirk iblis andalannya. "Kemana? Bukankah kamu tahu aku lumpuh. Bagaimana aku bisa pergi tanpa bantuanmu?"

Aira kembali menelan saliva untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering. Dadanya naik turun dengan cepat, seirama dengan detak jantung yang terus berpacu. Napasnya tercekat.

"Sayang, aku tidak akan menyakitimu," bisik Ken, sengaja mengembuskan udara di telinga Aira.

"Tunggu! Jangan seperti ini." Lagi-lagi wanita bersurai panjang itu menahan dada bidang suaminya. Kilat petir yang terus menyambar di luar sana, membuat wajah menyeramkan Ken kembali terlihat oleh Aira.

"Tunggu apa lagi? Kamu menikah denganku, artinya kamu rela menyerahkan seluruh jiwa ragamu padaku, 'kan?"

Aira menggeleng. Dia benar-benar takut dengan situasi yang ada. Apa yang harus dia lakukan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Dua Pria   Bab 107. Pesan Terakhir

    "Teruntuk suamiku, Yamazaki Kenzo ....Saat kamu membaca pesan ini, artinya aku tak ada lagi di dunia ini. Setelah perjuangan panjang yang kita lalui, kita sampai di titik ini. Posisi di mana raga kita tak bisa bertemu lagi meski hati masih saling mencintai. Saat jemari tak lagi bertaut, juga senyum yang tak mungkin kita lihat satu sama lain.Melalui surat ini, izinkan aku berpamitan padamu. Pamit karena aku tidak akan bisa lagi menyentuh wajahmu, juga mencium bibirmu yang membuat candu. Aku pasti akan merindukanmu dari surga dan berharap di kehidupan selanjutnya kita bisa kembali menjadi pasangan. Saat itu terjadi, aku yang akan mengejarmu, bukan sebaliknya."Ken menahan gemuruh di dada sambil menghapus kumpulan air tanpa warna yang terkumpul di kelopak matanya. Dua hari setelah pemakaman Aira, Kaori datang menyampaikan surat yang entah kapan dititipkan padanya."Kenzo, maaf menyembunyikan fakta lain darimu. Sebenarnya, di awal kehamilan aku mendapat peringatan dari Kaori tentang kemu

  • Menikahi Dua Pria   Bab 106. Bukan Sebuah Akhir

    Lampu operasi masih menyala meski tiga jam telah berlalu. Ken, Sayaka, Kakek Subaru, juga Kosuke ada di sana. Mereka terus memanjatkan doa yang sama, berharap Aira baik-baik saja. Kesabaran mereka semakin menipis saat mendengar tangis bayi yang saling bersahutan. "Ken, anak-anakmu," bisik Sayaka, memeluk lengan anaknya sambil menghapus air mata yang tak dapat dibendung lagi. Ken hanya bisa mengangguk, bersyukur karena buah hatinya bisa dilahirkan dalam keadaan baik. Namun, dia belum bisa tenang karena kondisi Aira belum diketahui detailnya. Dari arah lain, tampak Yamada Yu bergegas masuk rumah sakit. Dia segera menyingkirkan pekerjaannya setelah mendengar kabar buruk menimpa Aira. Bagaimanapun juga, Aira sudah seperti saudara untuknya. Dia harus ada di sana untuk memastikan keadaannya. Bukan hanya keterangan dari orang lain saja. "Bagaimana keadaannya, Ken?" Kenzo menoleh, menggeleng karena tidak bisa berkata apa pun. Selain suara tangis bayi yang melengking, tidak ada kabar lain

  • Menikahi Dua Pria   Bab 105. Perjuangan Seorang Ibu

    "Sayang, lihat. Mana yang kamu suka? Ini atau ini?" Sayaka mengarahkan ponsel di tangannya ke arah ranjang bayi bergambar bulan bintang sebelum memindahkannya ke sisi lain di mana terlihat motif boneka beruang yang tak kalah bagusnya."Semua bagus, Bu. Terserah ibu saja," jawab Aira sembari mengelus perutnya yang semakin besar. Ken berdiri tak jauh darinya, membereskan ranjang tempat Aira berbaring sebelumnya.Sejak memasuki trimester ketiga, wanita itu banyak menghabiskan waktu di kamar dan membaca banyak buku. Kemarin, dia mengalami flek saat berlatih bela diri, jadi memutuskan untuk menghentikan seluruh aktivitas fisik yang mungkin berbahaya."Ibu ambil yang motif teddy bear saja, ya. Kamu tidak keberatan?"Aira menggeleng sambil tersenyum. Mendapat perhatian yang begitu intens dari keluarga suaminya adalah anugerah terindah darinya. Dia merasa dicintai, juga dianggap ada. Sebaliknya, Hirota dan Asami justru seolah semakin jauh dengan anak angkatnya itu. Hanya sekali saja datang ka

  • Menikahi Dua Pria   Bab 104. Firasat Buruk

    "Ai-chan, apa kau siap mengorbankan nyawamu saat melahirkan anak kita?"Detak jantung Aira seolah terhenti detik itu juga, bersamaan dengan tangan yang lepas dari genggaman Ken. Bayangan saat dikejar orang-orang berbaju hitam masih teringat jelas, kenapa sekarang Ken menanyakan hal aneh seperti itu? Apakah akan ada bahaya lain yang mengancam keselamatannya seperti waktu itu?"Apa maksudmu?"Ken menyergah napas, mengubah posisi tubuhnya jadi terlentang menghadap langit-langit kamar yang berjarak 2.5 meter dari tempatnya berbaring. Ada beban berat di hatinya, bimbang antara harus mengungkap firasat buruk yang dirasakan Kakek Subaru atau tidak."Ken?!" Tangan Aira menarik lengan Ken, meminta perhatian darinya."Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya padamu, Love.""Itu yang membuatmu terus bungkam akhir-akhir ini?"Ken mengangguk setelah menoleh ke arah Aira, menatap wajah cantik yang mulai terlihat semakin chubby pipinya. Cekungan di pangkal tulang selangkanya tidak terlalu kentar

  • Menikahi Dua Pria   Bab 103. Pertanda Buruk atau Ketakutan Semata?

    "Sayang, bukankah hari ini jadwalmu memeriksakan kandungan?" Sayaka yang baru muncul di depan pintu segera menghampiri Aira yang sibuk menata bunga di dalam vas. Gerakannya terhenti, mengingat tanggal dan hari.Ken yang duduk tak jauh dari sana, melirik monitor laptopnya di pojok kanan bawah. Tanggal 23, dua pekan setelah kunjungan dokter spesialis kandungan saat kondisi Aira drop."Kenzo, kenapa diam saja? Antar istrimu ke dokter!"Ken tak lantas beranjak, mengamati ekspresi wajah Aira yang terlihat keberatan bepergian dengannya. Mereka masih saling diam dan Ken memang senagaja menjaga jarak. Meskipun mual muntah Aira tak lagi sehebat pada awalnya, tapi dia takut wanita itu masih tidak nyaman berdekatan dengannya. Satu kondisi medis yang memang diiyakan oleh Kaori saat Ken meminta penjelasan."Ibu bisa mengantarnya? Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus—"Plak!Gulungan kertas di tangan Sayaka segera mendarat di salah satu sisi kepala Ken, membuat si empunya menarik diri seketik

  • Menikahi Dua Pria   Bab 102. Kekhawatiran Berlebihan

    "Jangan dekat-dekat. Aku benci aroma tubuhmu!" Aira mundur saat Ken bersiap menyuapinya sup ayam jahe. Dia sengaja memanggil koki khusus yang bertugas menyiapkan makanan sarat gizi untuk Aira. Sejak mengalami morning sickness, wanita itu sama sekali tidak bisa makan nasi. Mual hanya karena mencium aromanya. Dan sekarang, dia juga menolak aroma tubuh suaminya."Ai-chan, kau tidak suka sampo yang kupakai?"Aira membekap mulutnya sekaligus menutup indra penciumannya. Dia menggeleng, mundur menjauhi Ken sampai tubuhnya menabrak dinding kayu yang membatasi kamar dengan taman belakang."Pergi!"Sayaka yang kebetulan ingin melihat kondisi Aira, segera masuk melalui pintu geser di sisi kanan sang menantu. Detik itu juga Aira berlari ke belakang mertuanya, menyembunyikan tubuh mungilnya dari tatapan Ken yang masih keheranan.Ada saja tingkah Aira beberapa hari ke belakang yang rasanya tidak masuk akal. Pertama, dia mual dan muntah tanpa mencium aroma apa pun. Ken masih percaya itu bagian dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status