Share

Bab 2. Malam Pertama

WARNING!

MATURE CONTENT!

NOT FOR CHILD!

* * *

Tak ingin kehilangan momen berharga, Ken mulai menggunakan jemarinya. Dia merangsang titik sensitif di tubuh istrinya, menggunakan tangannya yang dingin untuk meraba leher mulus Aira. Tangan yang lain memenjara lengan istrinya di atas kepala.

"Jangan. Aku mohon jangan lakukan itu. Kamu tidak boleh menyentuhku!" Bulir hangat keluar dari ujung mata Aira. Dia merasa tidak nyaman karena Ken mulai menjelajahi tubuhnya.

"Kenapa tidak boleh? Bukankah ini malam pertama kita?" Ken mulai menurunkan lengan gaun Aira. Bahu putih mulusnya terekspose, membuat Ken tergoda.

"Tidak. Aku tidak pernah ingin menjadi istrimu!" Aira menggeleng tegas, meminta Ken menghentikan apapun yang tengah dilakukannya.

"Kita sudah menikah. Kamu istriku dan aku suamimu. Kamu tidak ingin pun tetap harus melakukannya. Kamu istriku!" Tangan kekar Ken mencengkeram dagu Aira, meminta wanita itu memandang ke arahnya.

Ken kembali berusaha melepas gaun indah di tubuh istrinya. Dia terbawa emosi dan lupa diri.

"Jangan. Aku takut!" Aira berusaha sekuat tenaga mempertahankan pakaian di tubuhnya. Dia belum siap melayani Ken. "Aku bisa melakukan apa saja asalkan bukan hal 'itu'."

"Diam!" bentak Ken.

Aira menggelengkan kepala berkali-kali, menolak perlakuan suaminya. Dia sungguh tidak rela kesuciannya harus diserahkan pada pria asing yang tidak ia sukai.

Dengan tenaga yang tersisa, Aira berusaha memberontak. Dia ingin beranjak pergi dari tempat ini. Namun kaki dan tangannya tak bisa bergerak sama sekali, terkunci sedemikian rupa dengan keberadaan tubuh atletis Ken di atasnya.

"Sayang, jangan melawan," bisik Ken lirih. Satu tangannya mulai menjamah punggung polos Aira, sedang yang lain masih menahan tangan di atas kepala.

Tubuh Aira bergetar, merasakan hal tidak biasa di tubuhnya. Entah sejak kapan zipper di bagian belakang gaun pengantinnya terbuka. Dia sama sekali tidak menyadari hal itu. Otaknya sibuk bekerja, mencari solusi atas situasi yang terjadi.

"Jangan!" mohon Aira, tak bisa menahan luapan air mata yang keluar begitu saja. Ken semakin aktif melancarkan aksinya. Ia dengan leluasa menghisap leher putihnya dan membuat tanda cinta di sana.

"Jangan?" Ken menatap Aira dengan pandangan mematikan. "Bukankah kamu tahu kesepakatan antara ayahmu dengan kakek? Kamu menjadi jaminan agar perusahaan ayahmu diselamatkan. Dengan kata lain, pria itu sudah menjual tubuhmu padaku."

Kecupan mesra menghujani wajah Aira. Ken seolah begitu mendamba, ingin mengecup setiap inchinya tanpa terlewat sama sekali.

'Ini tidak benar!' batin Aira memberontak. Sepasang netra basah itu membola, bersamaan geleyar aneh yang dirasakannya. Tubuhnya gemetar hebat, belum pernah merasakan dicumbu oleh seorang pria.

"Apa belum pernah ada yang melakukan ini padamu? Kenapa kamu tegang sekali?" Kecupan Ken semakin intens, mulai turun menjelajah dada istrinya. Hal itu membuat jantung Aira berhenti memompa darah seketika.

Aira mulai memejamkan mata. Dia menikmati setiap sentuhan Ken di tubuhnya. Meski logikanya menolak, tapi tubuhnya justru berkata sebaliknya. Dia menginginkan lebih.

Saat Aira membuka kelopak matanya, bayangan wajah Ken yang terkena bias kilatan petir kembali terlihat. Hal itu membuat kesadaran Aira kembali seketika.

"Tidak! Jangan menyentuhku!" Aira mendorong tubuh Ken sekuat tenaga. Ketakutan yang dirasakannya semakin memuncak membuat ia mengerahkan seluruh tenaganya. Dia tidak ingin ada di situasi ini lagi. Satu yang pasti, dia harus menyelamatkan diri.

Kuncian tangan Ken terlepas karena dorongan Aira. Gadis itu bahkan menendang perutnya, membuatnya terjungkal ke belakang. Dia duduk di ujung ranjang, hampir jatuh jika tidak segera menyeimbangkan diri.

Melihat kesempatan yang ada, Aira segera kabur dari penguasaan suaminya yang buruk rupa. Langkah kakinya terus menapaki anak tangga dengan tergesa. Dia menjauh dari kamar tempat suaminya berada dengan tenaga yang masih tersisa.

Suasana mencekam begitu kentara. Tak ada penerangan di rumah ini. Hanya kilat petir dari luar yang sepersekian detik masuk ke dalam rumah dan menjadi penerang jalan seorang Aira untuk mencapai pintu utama.

Seperti yang Ken katakan, tak ada seorang pun di kediaman mewah ini. Suara hujan dan kilat yang menyambar di luar sana terdengar saling bersahutan, membuat perasaan Aira semakin kalut.

Tanpa alas kaki, Aira berlari keluar dari vila mewah milik suaminya. Dengan keadaan fisik Ken, dia tidak akan bisa mengejarnya. Itu berarti, dia bisa kabur dengan leluasa.

"Aku harus pergi dari tempat terkutuk ini," tekadnya sambil berlari.

Hujan mulai reda saat Aira kehabisan tenaga. Tubuhnya terjatuh di jalan beraspal, tak sanggup berlari lebih jauh lagi. Kakinya perih, menapaki jalanan beberapa kilometer tanpa alas kaki.

"Semoga tidak ada yang mengejarku," gumam Aira di sela aktivitasnya mengambil napas. Gaun mahal yang melekat di tubuhnya basah kuyup, kotor di beberapa bagian. Tubuhnya yang lemas membuatnya semakin tak berdaya dan akhirnya jatuh terduduk di tepi jalan.

Bulir air mata kembali menghiasi wajah cantiknya. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi situasi ini. Meski vila mewah milik Kenzo tak lagi nampak di matanya, bukan berarti dia sudah aman. Dia hanya berhasil kabur untuk sementara.

"Haus," keluhnya, merasa tenggorokannya kering.

Aira berusaha bangkit dan kembali berjalan. Namun, karena kehabisan tenaga, langkahnya harus terhenti di hitungan ke tiga. Tubuhnya terasa lemas, hampir pingsan. Belum lagi udara dingin yang terasa semakin menyayat, menusuk hingga ke dalam tulang sum-sum tulangnya.

Di kejauhan, tampak sorot mobil mulai mendekat dan terhenti di depan wanita dengan gaun yang tak lagi pantas untuk dilihat. Reflek Aira menutup wajahnya dengan tangan karena terlalu silau.

Seorang pria dengan pakaian serba putih berjongkok di depan Aira. Wajah tampan dengan semerbak parfum yang begitu kuat itu berhasil menyihirnya, membuatnya semakin tak berdaya.

"Nona, apa yang terjadi? Anda baik-baik saja?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status