Aira merasa napasnya sesak karena pelukan pria ini belum lepas juga. Dia takut orang lain akan melihat ini dan mengakibatkan masalah baru untuknya. Meski pernikahan mereka digelar diam-diam dan hanya diketahui keluarga dekat, tak berarti Aira bisa sembarangan bertingkah di luar sana. Ayah dan ibu yang akan terkena imbas nantinya.
"Lepas!" pinta Aira, berusaha menggunakan kedua tangannya untuk mendorong dada bidang di hadapannya. Namun dekapan itu tak juga mengendur, bahkan semakin erat. Mau tak mau Aira harus menggunakan cara lain, menginjak kaki pria mata hijau yang mengunci tubuhnya.
"Love?!" Pelukannya terlepas, bersamaan dengan tatapan protes yang ia layangkan pada Aira.
Sebuah tamparan keras menyapa wajah putih mulusnya, tepat satu detik sebelum Aira melangkahkan kaki, keluar dari kotak besi tempatnya berada.
"Love, apa kamu marah padaku?" Pria tanpa nama itu berusaha mengejar Aira, mencekal tangannya di tengah koridor sepi. Tak ada seorang pun d
Aira masih tertegun di tempat duduknya. Dia sungguh belum bisa menerima apa yang terjadi pada kehidupannya dimana ia menikahi dua pria di saat yang bersamaan.“Love,” panggil Hiro, menggerakkan tangannya di depan wajah Aira yang masih melamun tanpa suara. “Maaf membuatmu terkejut.”Hanya bisa menggelengkan kepala, Aira memilih menutup mata. Sekarang tubuhnya menunduk, menyembunyikan wajah dalam tangkupan kedua tangannya. Satu dua bulir air mata keluar begitu saja, tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada ayah dan ibu nantinya.“Love, aku--”“Berhenti memanggilku seperti itu! Menjijikkan!” ketusnya putus asa. Dia berdiri, ingin segera pergi dari tempat ini, meninggalkan pria yang mengaku sebagai suaminya. Suami kedua.Namun, bukan Hiro namanya jika dia tidak keras kepala. Tepat saat Aira baru membuka pintu, terdengar debaman yang cukup keras. Kaki Hiro menahan pintu besi di hadapannya agar tidak ter
"Love, can I kiss you?""Jangan gila!" teriak Aira seketika. Dia berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Hiro detik itu juga."Love," Hiro mencoba tetap tenang, meraih tangan Aira yang barusan menyentaknya.Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus pria 178 cm itu, membuat tautan tangannya di lengan sang istri terlepas begitu saja. Tatap matanya menatap ke samping, dimana deretan buku tertata rapi."Ma-maaf," ucap Aira, merasa bersalah karena refleks menampar pria yang bisa dikatakan tidak bersalah. Dia terkejut dan bertindak tanpa berpikir jernih.Beberapa detik berlalu tanpa suara. Aira yang tak pernah bersikap kasar sebelumnya, tiba-tiba brutal. Tentu saja itu membuat hatinya merasa bersalah. Dan Hiro, masih tetap di posisinya, menahan napas karena tidak menyangka akan mendapat hadiah khusus dari istrinya.Aira mencengkeram ujung sweater yang dipakainya erat-erat. Egonya bersikeras untuk mempertahankan harga diri sebagai seorang
"Boleh aku bicara, Love?" Suara Hiro terdengar lirih namun masih bisa tertangkap telinga. Aira tak menjawab, masih tertegun setelah membaca beberapa poin perjanjian yang membuatnya terjebak menikahi dua pria. "Kamu menikah dengan Ken demi ayahmu. Dan aku menikahimu demi nyawaku." Hiro duduk di sebelah Aira, menatap wajah istrinya yang kini pucat pasi tanpa ekspresi. "Kita harus luruskan ini. Aku tidak ingin kamu salah paham. Pernikahan kita, sama sekali bukan keinginanku. Kenyataannya kita berdua hanya terpaksa ada di tempat dan waktu yang kurang tepat." Aira masih tetap bungkam. Dia belum bisa berkomentar apapun tentang fakta-fakta mencengangkan yang baru saja ia baca. Dia pikir Hiro begitu bersemangat menjeratnya, ternyata dia juga korban dari kuasa tak terhingga seorang Yamazaki Kenzo. Perlahan tangan Hiro yang hangat menggenggam jemari Aira, memberikan rasa nyaman yang entah kenapa tidak bisa wanita itu tepiskan. Sikap pria ini ham
"Kenapa diam?" Suara Aira sedikit meninggi, menyalak pada pria kacamata yang duduk terhalang meja dari posisinya. "Kita akhiri ketidakjelasan ini. Karena kamu yang mendaftarkan pernikahan kami, maka kamu juga yang harus bertanggungjawab untuk membatalkannya.""Tidak bisa seperti itu, Ai-chan.""Hmm?""Jika kita berpisah, tamatlah riwayatku." Hiro membuka dokumen perjanjian sialan yang ia tandatangani."Apa urusannya denganku? Salahmu sendiri mengambil mau menandatanganinya." Aira menunjukkan sisi egoisnya."Sebagai seorang lelaki, aku harus bertanggungjawab karena ... ""Iya. Iya. Aku tahu alasannya. Tidak perlu mengatakannya di depan semua orang!"Kening Kosuke berkerut dalam. Dia heran melihat sikap dan pembawaan Aira. Sebelumnya, gadis itu terlihat begitu penurut dan tidak melawan saat dia pertama kali datang ke rumah keluarga Nagasawa. Gadis itu dengan patuh mengiyakan perjodohan untuknya. Namun hal sebaliknya yang kini terlihat.
"Apa ini?" tanya Ken, menatap tiga buah onigiri di hadapannya. "Kamu memberiku makanan sisa suamimu?""Bukan begitu. Aku ...." Aira tidak bisa melanjutkan kalimat pembelaannya. Dia tidak sempat mencari makanan untuk Ken dan akhirnya langsung kembali ke kantor."Puas makan dengan pria liar kesayanganmu? Bagaimana denganku? Kamu lupa?"Aira menundukkan kepalanya dalam-dalam, tidak berani menatap Ken apalagi menjawab pertanyaannya. Dia tidak memiliki ide makanan apa yang harus ia beli untuk Ken. Lagipula dia tidak tahu apapun tentang pria itu. Apa yang dia sukai atau dia benci. Bisa saja dia itu penggila kebersihan yang tidak bisa makan makanan luar sembarangan."Aku pikir Kosuke sudah mengatur makan siang untukmu," ucap Aira sambil meremas buku-buku jarinya."Saya tidak diizinkan mengatur makanan Tuan Muda lagi. Itu menjadi tanggung jawab Anda sekarang.""Tanggung jawabku?" Jari telunjuk Aira mengarah ke hidungnya sendiri."Benar. Itu p
WARNING! MATURE CONTENT!"Berapa banyak mantan kekasihmu?""Ap-apa maksudmu?" Aira sedikit tergagap. Mau tak mau ia harus memandang wajah suaminya. Separuh terhalang topeng, sementara sisanya menampilkan wajah yang mulus tanpa noda. Meski terbersit rasa takut, tapi tidak mengerikan seperti sebelumnya."Kamu dengan mudahnya ikut dengan pria asing yang mengaku sebagai suamimu. Tidakkah seharusnya kamu lebih waspada? Karena kamu terlihat biasa saja, aku pikir kamu punya banyak mantan kekasih sebelumnya."Aira tak menyangkal, tak juga mengiyakan. Dia memang tidak melawan saat beberapa kali Hiro memaksanya, termasuk saat mengajaknya makan siang beberapa menit yang lalu. Tapi, tentang tuduhan yang kedua, itu tidak benar. Dia tidak pernah menjalin kasih dengan siapapun. Namun, lidahnya terlalu kaku untuk sekadar membela diri."Dan sekarang kamu merasa nyaman ada di pangkuanku? Berapa banyak pria yang pernah melakukan ini padamu? Atau jangan-jangan ada yan
"Ai-chan!" seru seorang gadis sambil melambaikan tangan. Rambut panjangnya tergerai, tertiup angin musim gugur yang mulai terasa sedikit dingin. Sebuah syal rajut melingkar di leher, memberi sedikit kehangatan padanya. Langkah kakinya terus mendekat ke arah Aira. "Kenapa terlambat? Ada trouble lagi?" "Bukan. Aku lupa meninggalkan dompetku di loker. Jadi, aku harus kembali dan menunggu bus berikutnya." "Alasan saja," ketus Aira, beranjak berdiri dan menghampiri sahabatnya. Keduanya saling berpelukan, melepas rindu karena beberapa pekan tidak bertemu. Meski hampir setiap hari mereka berkirim pesan, tetap saja bertatap muka membuat keduanya bahagia. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba ingin bertemu denganku? Ada masalah apa? Apa kamu mau memberiku kabar bahagia kehamilanmu?" "Yamada Yu!" Sebuah tepukan mendarat di kepala gadis yang baru saja menutup mulutnya. Sontak hal itu membuat bibirnya mengerucut, menyadari kalau Aira dalam mood tidak baik. "
"Nona Aira keluar dari restoran sepuluh menit yang lalu. Dia baru saja bertemu dengan sahabatnya," lapor Kosuke sambil menghidupkan mesin mobil. Tangannya mencengkeram kemudi, bersiap membawa tuannya kembali ke rumah. "Apa yang mereka bicarakan?" Kosuke tertegun sejenak. Dia tidak bisa langsung menjawab pertanyaan tuannya. Pembicaraan mereka cukup sensitif, mungkin bisa membuat Ken marah. Dengan tabiatnya yang mudah emosi, Kosuke takut tuannya tidak bisa mengendalikan diri. "Kenapa diam? Mereka membicarakanku?" "Maaf." Kening Ken segera berkerut, mengangkat sebelah alisnya. Dia heran kenapa asisten pribadinya ragu menyampaikan berita tentang Aira. Sudah menjadi salah satu tugasnya, mengawasi pergerakan istri kontraknya. "Katakan semuanya. Tanpa terkecuali." Kosuke menundukkan kepala untuk ke sekian kali. Dia tetap harus menjawab pertanyaan tuannya. "Nona mencurigai identitas Hiro. Dia juga meminta sahabatnya untuk mengg