Home / Romansa / Menikahi Gadis Pilihan Mama / Bab 5 - Menjebol Gawang Bersegel

Share

Bab 5 - Menjebol Gawang Bersegel

Author: Olivia Yoyet
last update Huling Na-update: 2024-05-13 13:20:18

05

Selesai salat Isya berjamaah di kamar, Raisa mengurung diri lama di toilet. Aku menunggu sampai 30 menit, tetapi dia enggak keluar juga. Akhirnya kupaksakan untuk mengetuk pintu.

"Raisa?" panggilku.

"Ya?"

"Kamu lagi sakit perut?"

"Enggak."

"Udah bisa keluar? Gantian, dong. Aku juga mau nyetor."

Tak lama kemudian kunci pintu dibuka. Raisa keluar sambil menunduk dan jalan cepat hingga tiba di dekat meja rias.

Aku segera masuk ke kamar mandi sambil membawa ponsel. Bersemedi sembari cekikikan membaca novel milik Emak OY yang berjudul My Lovely Bodyguard, yang juga tayang di Goodnovel.

Saat aku keluar,, ternyata lampu utama sudah dipadamkan. Tinggal lampu di atas meja rias yang masih menyala. Raisa tengah berbaring menyamping ke kiri dan menghadap jendela. Sinar dari layar ponselnya yang masih menyala, menandakan bahwa dia belum tidur.

Aku duduk di pinggir kanan kasur. Merebahkan diri dengan hati-hati agar tidak menyenggol tubuhnya. Aku berusaha menenangkan detak jantung yang mendadak jumpalitan.

"Bang," panggil Raisa.

"Ehm."

"Sudah tidur?"

"He em."

"Kok, masih jawab?" Dia terkekeh.

"Kan, ditanya. Kudu jawablah."

Sesaat suasana hening. Raisa berbalik dan memandangiku dengan intens. "Bang."

"Hmm."

"Ajarin doa yang itu, dong."

"Doa yang mana?" tanyaku sambil berusaha memastikan pendengaran.

"Doa buat ... anu," jawabnya pelan.

Aku memiringkan tubuh ke kiri untuk mengamatinya yang tengah menunduk. Aku beringsut mendekat, lalu memegangi jemari Raisa.

"Kamu sudah siap?" tanyaku.

Raisa mengangguk malu-malu. "Aku nggak mau tambah berdosa karena tidak memberikan hak suami," balasnya..

"Kalau masih belum ikhlas, nggak apa-apa, kok. Abang akan menunggu."

Raisa menengadah. Menatapku dengan sorot mata yang teduh. "InsyaAllah, aku ikhlas, Bang."

Sejenak kami terdiam dan hanya saling memandang. Aku melepaskan genggaman, lalu menyentuh rambutnya. Aku membelai perempuan halal dari rambut hingga pipinya, sembari menahan diri untuk tidak terburu-buru.

Raisa tersenyum sembari ikut menyentuh rambutku pelan. Gerakan tangannya terlihat masih kaku hingga membuatku tersenyum kecil.

Perlahan aku meraih tubuhnya masuk ke dalam pelukan, lalu menempelkan diri dengan erat seraya membisikkan doa khusus. Raisa mengikuti dengan suara pelan.

Aku memajukan wajah dan mendaratkan bibir di dahinya. Bergeser sedikit demi sedikit hingga menyentuh semua bagian wajahnya yang cantik.

Raisa tampak pasrah saat bibirku mendarat dengan mulus di bibirnya. Aku mengisap madunya dengan pelan dan sangat menikmati pertukaran saliva.

Suara lembut yang menggetarkan hati membuat hasratku makin meningkat. Aku memutus keintiman dan menjauhkan diri. Kemudian aku berkutat untuk melepaskan semua yang menutupi diriku dan dirinya.

Eits! Jangan ngintip, ya, readers. Malam ini aku mau meeting sama Raisa. Mijit yang penting-penting.

Eeeeeaaaaa!

***

Sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui jendela yang sudah terbuka lebar. Angin sejuk berembus menyapu wajah dan membuatku terjaga dengan cepat.

Aku mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba menahan sinar yang mengarah langsung, dengan menempelkan telapak tangan di depan mata.

Aku berguling ke kiri. Bagian yang ditiduri Raisa ternyata sudah kosong. Meraba perlahan, senyumanku langsung mengembang, mengingat meeting kami semalam. Aku dan Raisa, istriku yang seksi.

Akhirnya! Setelah setahun jomlo. Tebar pesona tanpa hasil. Tidak menyangka akhirnya bisa menikah dengan Raisa, gadis culun fans berat es krim.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Tak lama kemudian Raisa muncul dengan mengenakan jubah mandi bermotif hello kitty merah muda. Dia tersenyum malu-malu saat pandangan kami bertemu.

Raisa melangkah menuju lemari besar, lalu membuka pintu dan menarik baju dari dalam lemari dengan tergesa. Kemudian dia menoleh ke arahku.

"Abang, mandi, gih!"

"Iya. Bentar lagi," jawabku seraya terus memerhatikannya yang mulai salah tingkah.

"Buruan! Aku mau ganti baju, nih."

"Pakai aja di sini, atuh."

Aku tengkurap dan menopangkan dagu di kedua tangan yang terlipat. Alisku bergerak naik turun menggodanya. Raisa cemberut. Beberapa detik dia terdiam. Kemudian berbalik dan mulai mengenakan celana panjangnya.

Sekarang aku yang terperangah. Tidak menyangka dia bisa bersikap cuek begitu. Aku hanya bisa menelan saliva melihat bagian belakang tubuhnya yang padat dan berbentuk bagus.

Tidak kuat!

Aku menyerah dan berbalik. Beranjak bangun untuk duduk sambil menutup mata. Sibuk meredakan hasrat yang tiba-tiba bangkit dalam dada.

Kenapa justru aku yang jadi tergoda, ya? Padahal tadi niatnya aku yang menggoda dia. Hadeuh!

Perlahan aku beringsut ke pinggir tempat tidur dan bangkit berdiri. Aku melangkah pelan sambil menunduk saat melewatinya, terus masuk ke kamar mandi.

Sengaja aku berdiri lama di bawah shower, menikmati guyuran air sambil merutuki diri sendiri. Sok-sokan mau menggoda, tahunya aku sendiri yang tidak kuat mental. Ditambah lagi meriamku sekonyong-konyong tegak. Benar-benar tidak sopan!

Saat aku keluar, Raisa sudah tidak ada. Seprai kotor pun telah berganti. Padahal aku ingin memotretnya dan menjadikan noda itu sebagai kenang-kenangan. Bukti kerja kerasku membobol gawang bersegel.

Seusai berpakaian, aku keluar dari kamar. Ternyata Raisa sudah menungguku di ruang makan Dia mendorong cangkir berisi kopi susu ke dekatku. Kemudian dia memberikan sepiring makanan beraroma harum.

Hari ini kami sarapan pagi hanya berdua. Papi dan maminya sudah berangkat menuju toko masing-masing. Sekali-sekali terdengar senandung lagu dangdut dari Mbok Darmi, perempuan setengah baya yang sudah lama bekerja di sini sebagai asisten rumah tangga.

"Bang, nanti kita ke toko dulu, habis itu anterin aku ke mall, ya? Ada yang mau dibeli," tutur Raisa. Tangannya sibuk mengoleskan selai srikaya ke roti.

"Iya. Habis itu kita ke rumah Papa."

"Ngapain?"

"Ngambil baju bersih. Tinggal satu setel di lemari. Kemarin, Abang cuma bawa pakaian dikit."

Raisa mengangguk. Dia terlonjak kaget saat tanganku terulur mengusap ujung bibirnya.

"Belepotan," ujarku pelan.

Ada desiran halus dalam dada saat menyentuhnya barusan. Teringat dengan kemesraan kami semalam. Terasa sangat manis dan membuatku ketagihan.

"Ehm, Bang. Ini tangannya boleh aku makan?"

Aku tersenyum sambil menarik tangan turun ke meja. Raisa membalasnya dengan senyuman yang sangat menggoda iman.

Ayo, kita balik lagi ke kamar, Sayang!

***

Aku pusing melihat Raisa mondar- mandir sekeliling toko. Sibuk tunjuk sana sini, sambil melirik notes kecil yang dipegangnya. Mungkin memastikan apa yang belum dan yang sudah dipesan.

Gaya Raisa terlihat santai. Sepertinya dia sudah sangat paham dengan berbagai perabotan rumah dan printilan lainnya.

Kadang, dia bertanya pendapatku, tetapi lebih banyak menentukan sendiri. Kubiarkan saja. Toh, itu juga untuk rumahnya.

Kutinggalkan dia sejenak untuk menyusuri toko. Sampai di depan toko kuputuskan untuk berdiri sambil menyandar ke tembok. Menikmati lalu lalang kendaraan yang cukup padat di jalan raya.

Matahari yang bersinar terik ternyata tidak menyurutkan aktivitas orang-orang. Begitu pula dengan deretan toko lainnya di sisi kanan. Banyak orang hilir mudik dengan berbagai keperluan.

Seuniy mobil SUV biru tua masuk ke parkiran. Setelah mematikan mesin, pengemudinya turun. Sesosok pria tampan yang mengenakan kemeja lengan panjang biru tua, celana berwarna senada dan sepatu hitam mengkilat.

Tubuhnya terlihat gagah. Alis tebal. Mata sipit. Hidung mancung. Bibir tipis melebar. Rahang yang kokoh. Pantas jadi model kayaknya.

Dia berjalan dengan tergesa masuk ke toko. Tatapan kami bertemu sejenak. Dia mengangguk sambil terus berjalan. Kubalas tersenyum juga sembari mencoba mengingat di mana pernah melihatnya..

Ahh, itu kan ....!

Aku berjalan cepat masuk ke toko. Sampai di bagian tengah, aku tertegun melihat pemandangan di depan mata. Pria itu sedang memeluk Raisa. Istriku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 50 - Until Jannah

    50Jalinan waktu terus bergulir. Tepat dua minggu setelah Byantara lahir, aku dan Raisa mengadakan acara akikahan di kediaman Papi. Pada awalnya, kupikir acaranya akan sederhana. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Papi mengadakan pesta mewah, yang pastinya sebagian besar dananya berasal dari dompet beliau.Aku bukan tidak sanggup mengadakan akikahan mewah seperti ini, tetapi aku harus menghemat biaya. Terutama karena sampai dua bulan ke depan akan ada dua dapur yang harus diisi. Yaitu, dapur Bandung dan Jakarta. Beberapa saat sebelum pengajian dimulai, aku dipanggil Amran yang berada di teras depan. Aku menyambanginya dan seketika terkejut melihat banyak teman-teman dari PC yang datang. Bahkan beberapa bos PG turut hadir bersama keluarga masing-masing. Aku bergegas jalan menuju depan rumah, kemudian menyalami semua tamu. Kemudian aku mempersilakan mereka memasuki ruang tamu dan ruang tengah. Para istri bos menghampiri Raisa dan memeluknya sembari beradu pipi. Mereka sempat ber

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 49 - Byantara Devananta

    49Seunit motor polisi dengan sirine khas, menjadi pembuka jalan konvoi beberapa kendaraan roda dua dan empat, yang keluar dari area bandara menuju jalan raya utama Kota Bandung.Bang Zein dan kedua staf HWZ memacu motor besar mereka di belakang motor polisi. Aku memandangi mereka dari kursi depan mobil pertama, sembari mengucap syukur dalam hati, karena memiliki para sahabat yang setia kawan.Aku benar-benar takjub dengan kesigapan mereka yang menyambutku dan teman-teman, dengan protokoler yang biasanya dilakukan pada pejabat. Kendatipun sedikit malu, karena aku jadi penyebab para pengguna jalan lainnya menggerutu, tetapi aku tetap bersyukur, sebab dengan terbukanya jalan ini, konvoi kami tidak terjebak kemacetan.Seno mengemudikan mobil operasional kantor dengan kecepatan tinggi. Di belakang, dua unit mobil operasional PBK menyusul dengan jarak dekat. Bang Zulfi yang berada di kursi tengah, sedang bercakap-cakap dengan Bang Wirya yang berada di Jakarta, melalui sambungan telepon.

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 48 - Kamu Akan Selalu Ditemani

    48Beberapa hari menjelajahi Malang, ternyata aku sangat menyukai kota ini. Udaranya yang cukup sejuk, menjadikanku teringat akan Bandung di masa lampau. Saat aku kecil, Bandung masih dingin. Keluar untuk berangkat ke sekolah masih banyak embun menggantung di pepohonan. Sekarang, kota kelahiranku sudah panas. Sebab telah banyak pohon dan hutan yang dibabat buat dijadikan tempat bisnis. Jangankan Bandung, Lembang yang dulu dinginnya bikin beku, sekarang biasa-biasa saja. Hanya beberapa daerah di sekitar Jawa Barat yang udaranya masih dingin. Contohnya, Pangalengan, Ciwidey, Cijeruk di Bogor, dan tempat-tempat yang posisi tanahnya tinggi di perbukitan. Lainnya, sih, sama saja dengan Bandung, hareudang, dang, dang, dang, dut. Setelah 3 hari berjibaku di tempat proyek, pagi ini aku dan tim berwisata keliling kota. Tadinya, Bang Yoga mengusulkan ke Bromo, tetapi ditolak yang lainnya dengan alasan capai. Aku pun sama. Di tempat proyek yang jalanannya belum rata, ditambah lokasinya di p

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 47 - Double and Triple

    47Hari yang dinantikan Bayu dan Esti, akhirnya tiba. Pagi ini, aku dan keluarga serta kerabat Bayu, mengantarkan papanya Evan ke kediaman orang tua Esti.Suasana akad nikah yang semula tegang, seketika berubah tenang seusai kalimat kabul diucapkan Bayu dalam satu tarikan napas. Aku yang turut tegang sejak tadi, akhirnya bisa menghela napas lega. Aku melirik Raisa yang terlihat serius mengamati pasangan pengantin yang tengah berbincang dengan penghulu. Aku mengulurkan tangan kanan untuk menggenggam jemari Raisa yang seketika menoleh. Aku mengukir senyuman yang dibalasnya dengan hal serupa. Semua runutan acara adat Sunda digelar dengan khidmat. Aku terharu ketika Evan memeluk dan menciumi Esti yang sudah sah menjadi Ibu sambungnya. Isakan lirih terdengar dari semua sudut tempat perhelatan digelar. Begitu pula dengan Raisa. Dia berulang kali mengusap matanya yang basah dengan tisu. Demikian juga dengan Mama, Mami dan Neyla. Geng cengeng. Acara saweran menjadi hal yang paling ditung

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 46 - Perisai Keluarga

    46Perjalanan menjelajahi 2 provinsi dalam waktu 5 hari, ternyata sangat melelahkan. Terutama karena tempat yang didatangi merupakan area proyek, bukan tempat wisata ataupun pusat perbelanjaan. Hari terakhir berada di Jambi, pagi-pagi sekali aku dan teman-teman telah jalan memutari area sekitar hotel. Rencana awal, sih, cuma joging Namun, akhirnya kami berhenti untuk menikmati hidangan sarapan khas daerah, di rumah makan yang disarankan pemandu wisata.Dua staf proyek yang merupakan warga lokal, tampak antusias memperkenalkan berbagai panganan khas. Aku menyicipi nasi gemuk dan mi celor. Kemudian aku mencoba menyuap tempoyak yang disarankan Bang Zein untuk dicicipi. "Rasanya unik," tuturku. "Bau durian lumayan kuat," tambahku. "Ya, tempoyak memang dari fermentasi durian," terang Bang Zein. "Ini makanan khas Melayu. Semua daerah yang banyak suku Melayu-nya, pasti punya olahan serupa ini," jelasnya. "Abang orang Melayu juga, kan?" "Hu um. Aku lahir di Pontianak. SMP di Sambas. SMA

  • Menikahi Gadis Pilihan Mama    Bab 45 - 5 Bahasa

    45Matahari pagi baru muncul ketika dua unit mobil melaju dari kediaman orang tuaku. Papa yang memaksa untuk menyetir, berulang kali bersenandung mengikuti irama lagu dari alat pemutar musik.Mama menimpali bernyanyi dengan suara yang cukup merdu. Aku, Raisa, Amran dan Neyla saking melirik, sebelum sama-sama mengulum senyuman. Kendatipun lagu yang diputar adalah lagu-lagu zaman baheula, kami tidak berani memprotes dan membiarkan kedua orang tua bernostalgia dengan musik saat-saat mereka tengah pacaran, dulu. Di belakang, mobil yang dikemudikan Seno,, mengekor dengan jarak dekat. Mungkin dia takut ketinggalan, karena sopir mobilku adalah mantan pembalap bom-bom car. Tiba di perempatan jalan, seunit mobil MPV hitam bergabung. Aku memicingkan mata saat seseorang melambai dari pintu pengemudi, karena tidak mungkin tangan Papi seputih itu. "Yang jadi sopir, siapa itu?" tanyaku sambil menunjuk mobil terdepan. "Kayaknya itu Pingkan," sahut Raisa. "Gelangnya aku ingat banget, karena beli

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status