BERTEMU KEMBALI
"Menikahlah denganku." Jasmine jatuh pingsan setelah mengucapkan dua kata sakral itu pada Alan. Darah segar dari kepala Jasmine terlihat mengalir di kening putih gadis itu. "Hei, Kamu bangun!" Alan menggoncang berkali-kali tubuh wanita yang masih ada di pangkuannya itu. Namun, nihil wanita itu sama sekali tidak merespon. Tanpa berpikir untuk berteriak meminta pertolongan Alan lekas membopong tubuh Jasmine menuju mobil ambulans yang memang sudah tersedia di sana. Beruntung setiap balapan berlangsung memang selalu tersedia mobil ambulans lengkap dengan alat medis pertolongan pertama, sebagai wujud antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi seperti kali ini. "Tolong, cepat!" seru Alan. Pria itu terlihat panik bukan main dengan tubuh Jasmine yang masih berada di gendongannya. Dengan langkah gontai pria itu berlari membawa gadis yang belum ia ketahui namanya itu mendekat pada dua petugas sirkuit yang membawa tandu darurat. Kini Jasmine terkulai tak berdaya dalam ambulans. Alan sendiri memilih ikut menemani seorang perawat pria duduk mendampingi Jasmine di sana. "Bertahanlah!" Alan menyemangati Jasmine seolah gadis itu masih sadar, padahal yang terjadi gadis itu memejamkan matanya. Alan semakin menggenggam erat tangan mungil Jasmine. Berharap dapat menyalurkan sedikit energi yang dimilikinya saat menyadari gadis itu memiliki garis wajah mirip dengan mantan kekasihnya dahulu. Dua puluh menit berlalu, membelah jalanan kota siang itu yang cukup padat mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit tujuan. Alan membantu perawat menurunkan brankar turut mendorongnya menuju IGD. "Dokter ... tolong, Dokter!" pekik Alan. Padahal seorang perawat sudah bersamanya sedari tadi. Namun, Alan belum tenang jika gadis yang ditolongnya itu belum mendapatkan penanganan langsung dari dokter. Tidak lama satu orang dokter pria dan seorang dokter wanita bersama tiga orang perawat lainya menghampiri Alan untuk membantunya. Setelah dokter dan beberapa perawat berdatangan mengambil alih Jasmine, Alan merasa lebih lega. Namun, tetap saja pria itu masih khawatir sebelum mengetahui keadaan gadis yang ditolongnya itu baik-baik saja. "Semoga, memang tidak ada luka yang parah," gumam Alan. Pria itu berjalan mondar-mandir di depan ruang IGD guna mengurangi rasa cemas, meskipun nyatanya sama sekali rasa cemasnya tidak berkurang. Padahal Alan baru pertama kali bertemu dengan Jasmine. Bukankah berlebihan jikalau pria itu khawatir sampai seperti ini. Tidak lama perawat yang bersama Alan di mobil ambulans tadi menghampiri Alan dari arah resepsionis berada, "Anda wali, pasien? Mari ikut saya!" Tanpa menunggu jawaban Alan, sang perawat memimpin langkah menuju bagian resepsionis kembali untuk melakukan pendaftaran. Alan awalnya ingin menolak mengakui sebagai wali Jasmine. Namun, mengingat saat ini hanya dirinya satu-satunya orang luar rumah sakit yang datang bersama gadis itu. Akhirnya Alan mengiyakan pernyataannya. "Kartu identitas pasien?" tanya salah satu petugas resepsionis pada Alan. Pria itu kemudian bernegosiasi untuk menggunakan data dirinya sementara. "Maaf, tas gadis itu tertinggal di lokasi. Bisa gunakan identitas saya terlebih dahulu?" Pihak resepsionis terpaksa memperbolehkan, sebab pasien yang berada di ruang IGD harus segera mendapat penanganan medis. Setelah selesai melakukan pendaftaran. Alan memilih kembali ke ruang di mana Jasmine ditangani. Namun, dari lorong yang cukup jauh terlihat dua orang berpakaian serba hitam berpawakan seperti seorang bodyguard sudah ikut menunggu kabar di depan ruang IGD. "Siapa mereka?" Alan juga melihat wanita paruh baya dengan wanita dewasa berjalan mendekat ke ruangan IGD. Pada akhirnya Alan memutuskan duduk agak jauh dari mereka semua guna tetap bisa mengetahui kabar Jasmine yang masih ditangani oleh dokter. Alan juga dalam diam ingin mengetahui siapa gerangan mereka yang ikut serta menunggu kabar di depan ruang IGD. Tidak lama seorang perawat pria keluar dari ruang IGD memberitakan keadaan Jasmine yang membutuhkan darah tambahan segera. Sayangnya stok darah yang sama dengan Jasmine sedang habis di rumah sakit itu. Alan yang memiliki golongan darah dengan Rh yang sama mengusulkan diri ingin menjadi pendonor. Alan mendekat mengikis jarak pada perawat yang membicarakan keadaan Jasmine dengan keluarganya. " Jika diperbolehkan saya ingin menjadi pendonor". Sang perawat pria itu tidak langsung memberi keputusan. Dia memilih mengedarkan pandangan pada keluarga Jasmine guna meminta persetujuan. Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan modis dengan potongan rambut pendek sebahu mengangguk pelan berkali-kali sebagai tanda bahwa dirinya setuju. Sang perawat pria itu kemudian bergegas mengajak Alan untuk ikut bersamanya. "Ganti baju Lo!" Sahabat Alan datang tepat waktu, membawakan baju ganti yang tentunya lebih nyaman digunakan daripada baju savety balapan yang masih digunakan Alan. Pria itu mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum pergi menjadi pendonor. Ketika mendonorkan darah, Alan baru mengetahui nama gadis yang ditolongnya itu ternyata adalah Jasmine. Gadis itu mengalami gegar otak ringan. Namun, kehilangan cukup banyak darah sehingga harus segera di operasi. Usai mendonorkan darah, Alan tidak langsung pergi meninggalkan gadis yang ditolongnya itu begitu saja. Terlebih nama gadis yang ditolongnya itu sama persis dengan gadis yang pernah singgah di hatinya dahulu. Alan yang diselimuti rasa penasaran teramat besar itu memilih menunggu di kantin rumah sakit, sambil memulihkan kondisinya terlebih dahulu paska menjadi pendonor. Ada rasa bahagia tersendiri ketika mengetahui nama gadis itu sama dengan mantan kekasihnya. Terlebih sebelum pingsang tadi Jasmine sempat mengutarakan dua kata sakral pada Alan. " Apa dia mengenaliku? Dia inget aku? Tapi keluarga dia mengapa berbeda ?" Alan bermonolog sendiri. Lama menunggu, kurang lebih tiga jam berlalu. Operasi Jasmine berjalan lancar. Gadis itu dipindahkan ke ruangan VVIP rumah sakit itu untuk menjalani perawatan selanjutnya. Ting ... Notifikasi pesan masuk dari sahabat Alan yang sengaja ia minta tidak langsung pulang guna membantunya memantau kabar perkembangan gadis yang di tolongnya itu." Operasi lancar. Dia sudah dipindahkan ke ruang rawat." Tanpa mau membuang waktu lagi. Alan dengan langkah lebar menuju ruangan yang diinfokan sahabatnya itu. Sampai di depan ruangan VVIP Alan dihadang dua orang berpakaian serba hitam." Mereka bodyguard," bisik sahabat Alan pada Alan. Akhirnya Alan memilih menunggu sampai tidak lama wanita paruh baya yang tadi memberi izin Alan memberi transfusi darah untuk Jasmine ke luar dari dalam ruang rawat. Hebatnya wanita paruh baya itu seakan tahu tujuan Alan di sana. " Silahkan masuk, Nak!" Keluarga Jasmine tentu saja langsung memberikan ijin. Meski mereka tidak mengenal Alan. Namun, mereka yakin Alan adalah pria yang baik. Ceklek ... Alan membuka handle pintu kamar rawat VVIP tempat di mana gadis yang ditolongnya itu berada. Pandangan mata Alan langsung fokus pada Jasmine yang tertidur pulas pada hospital bed. "Cantik ... tidak berubah," ucap Alan lirih, hampir tidak terdengar. Bulir bening tanpa permisi melenggang begitu saja membasahi pipi tampan pria itu. Di dalam ruang rawat Jasmine, Alan mengusap pipi Jasmine dengan ibu jari. Wajah yang selama ini dirindukan bahkan sering hadir dalam mimpinya, kini nyata di hadapannya meski dalam keadaan terkulai tak berdaya. Cup .... Satu kecupan Alan bubuhkan pada dahi Jasmine yang dibalut perban rapi. "Mimi ... jika itu sungguh kamu. Aku merasa sangat bahagia bisa bertemu denganmu kembali.""Mau coba cek dulu? Kita berhenti di apotik beli tes pack dulu, ya? Kamu kapan terakhir halangan?" Alan memberondong Jasmine dengan pertanyaan, setelah wanita itu lebih dahulu mematikan sambungan teleponnya dengan Gina.Jasmine memiliki pemikiran yang sama. Namun, keinginannya makan rujak kedondong lebih dominan. "Ck! Cari rujak dulu, Al! Lagian belum pasti juga, kan aku hamil," jawab Jasmine, santai. Fokusnya kembali pada benda pipih di tangannya, mengetik huruf di papan pencarian menanyakan tempat yang mungkin menjual rujak kedondong di sana.Cukup lama tidak ditemukan karena waktu memang sudah cukup malam. Ada kedai rujak cukup jauh lokasinya juga ternyata sudah tutup. Akhirnya Jasmine tidak kehabisan akal, mengetik huruf kembali mencari toko buah yang mungkin menjual buah kedondong. Wanita itu berniat membuat rujak sendiri nanti di rumah. Akhirnya, mobil Alan belokan ke sebuah super market besar yang ada di kota itu. "Harusnya di sini ada buah yang kamu, mau," tuturnya.Sebelum
"Saya mendapatkannya," ungkap Rio pada Alan, yang baru sempat melakukan panggilan setelah kesibukannya di Singapura."Di mana dia sekarang?" tanya Alan, to the point."Di rumah sakit. Keadaannya kritis," jawab Rio. "Istri anda belum saya beri tahu, sesuai permintaan anda," lanjutnya.Alan memang memperingatkan Rio untuk tidak menginfokan apapun pada istrinya, sebelum dirinya kembali ke tanah air."Saya usahakan pulang secepat mungkin," kata Alan. "Tetap jaga istri saya dari kejauhan."Alan memilih segera mematikan panggilan, usai mengingatkan Rio kembali. Waktunya tidak banyak di sana agar lekas bisa kembali ke tanah air secepat mungkin. "Istri kamu belum tahu berita di sosial media tentang seseorang tertembak di sekitaran apartemen tadi pagi adalah ulah detektif swasta yang kamu sewa." Gina mengirimkan notifikasi pesan pada Alan. Membuat laki-laki itu langsung melakukan panggilan telepon pada sekretaris pribadi Jasmine. "Iya, Alan," sapa Gina dari seberang telepon sana."Gue se
Pukul sembilan malam Alan Alan benar-benar pergi ke Singapura lagi, mengikuti penerbangan terakhir hari itu."Aku harusnya ikut antar kamu ke bandara," ungkap Jamsine pada Alan. Wanita itu hanya Alan perbolehkan mengantar sampai basement apartemen saja."Jangan lagi buat aku gak jadi terbang," ujar Alan, mengomentari ungkapan istrinya. Sebenarnya sedari di rumah baru tadi Alan sudah hampir mengikhlaskan tender besar yang di Singapure. Pria itu tidak bisa pergi meninggalkan Jamsine dalam situasi genting seperti saat itu. Namun, pada kenyataannya wanitanya itu pandai meyakinkan Alan untuk tetap berangkat, tentu setelah mengiyakan permintaan Alan pindah ke rumah baru mereka besok pagi."Asisten rumah tangga sesuai spesifikasi kamu datang besok pagi," ucap Alan, sambil menghujani wajah Jasmine dengan banyak kecupan di sana.Jasmine mengangguk, "makasih, ya! Kalo sudah sampai segera kabari aku."Jasmine tahu Alan sedang berat meninggalkannya, sehingga wanita itu memilih tidak banyak menan
"Mau kasih lihat apa?" rengek Jasmine. Menarik-narik tangan Alan, meminta pria itu lekas memberitahunya. "Sebentar lagi, kamu tahu," ujar Alan. Membawa wanitanya ke sebuah kamar yang sudah ia dekorasi sedemikian rupa."Tutup mata! Dalam hitungan ke tiga baru kamu buka!" titah Alan pada Jasmine.Jasmine mengangguk patuh, mulai memejamkan mata.Ceklek!Handle pintu Alan tarik ke bawah, pintu kamar pun terbuka. Semerbak aroma kelopak bunga mawar seketika memenuhi indera penciuman Jasmine ketika baru memasuki ruangan itu."Satu ... dua ... tiga!"Jasmine membuka mata perlahan, tepat setelah Alan selesai menyebutkan angka tiga. Betapa bahagia hati wanita itu, dalam kesibukan Alan masih sempat menyiapkan ini semua untuknya.Jasmine merasa benar-benar beruntung dipertemukan kembali dengan mantan kekasih yang sekarang justru menikah dengannya. "Kamu udah nentuin kamar utama, kenapa tadi masih nanya?" beber Jasmine. "Sengaja mau ngetes?" imbuhnya.Alan hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Ini apa?" tanya Jasmine. Alan yang mendengar pertanyaan itu langsung membungkukkan badan, melihat dengan seksama apa yang wanitanya pertanyakan."Paper bag lagi? Bunga itu," ucap Alan, pelan. Pergerakannya secepat mungkin ke arah luar mobil. Menyelisik ke sekeliling, mencari keberadaan orang yang mengirim itu. "Mungkin belum jauh?""Tadi dikunci, kan mobilnya sebelum masuk cafe?" tutur Jasmine, ingin memastikan."Tio yang bawa mobil. Tapi aku yakin dia udah kunci," jawab Alan, yang mengetahui sahabatnya itu bukanlah tipikal pribadi yang teledor.Alan masih mengedarkan matanya ketika menjawab pertanyaan Jasmine. Sayangnya Alan tidak bisa menemukan siapapun di sana. Tidak terlihat ada orang mencurigakan di area parkir dan sekitarnya. "Apa ini diletakan sedari tadi?" Tidak ingin menduga-duga seorang diri, Alan memilih mengambil benda pipih nya dari saku celana. Mencari nama Tio di sana."Iya, bro," sapa Tio, setelah mengucapkan salam terlebih dahulu seperti biasa. "Ke parkiran sekar
Tap ...Tap ...Tap ...Langkah kaki Alan, menggema kala memasuki cafe yang sudah mulai sepi pengunjung di jam makan siang yang sudah jauh terlewat itu.Jasmine tersenyum lebar mendapati Alan datang menyusulnya. Kemudian berdiri guna menyambut laki-lakinya itu. "Padahal gak bilang mau datang!"Bibir ranum Jasmine mengerucut, sebagai respon dari kedatangan Alan yang tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Cup!Alan mencuri satu kecupan singkat di sana. "Jangan pancing aku sekarang," bisik Alan, tepat di samping telinga Jasmine.Ehem!Tio yang berdiri lima langkah di belakang Alan, berdehem guna mengingatkan. Bahwa di antara mereka berdua masih ada orang lain di sana."Dia kekeh mau nyamperin, Lo. Padahal kita tadi lagi banyak banget kerjaan," ucap Tio asal kemudian duduk di bangku kosong samping Gina.Gina yang mendapati Tio hadir, bahkan memilih duduk di sampingnya itu di buat gelagapan sendiri. Mau bagaimanapun mereka sudah cukup lama tidak bertemu. Tentulah membuat pertemuan itu ter