LOGIN“Apa tanggapan kalian terkait video rekaman keluarga Wijaya yang tersebar?”
tanya seorang wartawan yang langsung menghampiri Nadine dan Leonhart yang baru saja turun ke lobi hotel. Nadine kebingungan. Video apa yang dimaksud para wartawan? Nadine menatap Leonhart dengan penuh tanya. “Kami akan menjelaskannya dalam konferensi pers siang ini di Singapura. Tolong beri kami waktu,” jawab Leonhart dengan tenang. Konferensi pers? Nadine bertanya-tanya apa maksudnya, kenapa ia tidak diberitahu apapun? Mereka segera naik ke mobil yang sudah disiapkan dan segera berangkat menuju bandara Soekarno Hatta. “Apa maksud para wartawan tadi? Rekaman video apa? konferensi pers apa? Kenapa kau tidak memberitahuku apa pun?” Nadine menatap Leonhart, matanya penuh tanda tanya. Leonhart menatap Nadine lekat-lekat. “Rekaman itu tentang percakapan kita sehari sebelum pernikahan. Dan soal konferensi pers … maaf, aku benar-benar lupa memberitahumu.” “Maksudmu soal kau yang ingin menggantikan Rafael menikah denganku?” tanya Nadine, memastikan. “Ya, tapi untungnya rekaman itu hanya terekam sebagian percakapan saja,” ucap Leonhart dengan tenang. “Kenapa kau tidak langsung memberitahuku? Kenapa aku harus mengetahuinya dari para wartawan?” ucap Nadine dengan kesal. “Aku hanya tidak ingin membebanimu,” jawab Leonhart dengan tulus. “Tapi ini masalahku! Hidupku! Aku harus tahu apa yang terjadi untuk bisa menyelesaikannya!” ucap Nadine marah. “Maafkan aku. Aku tidak memikirkan perasaanmu,” jawab Leonhart dengan lembut. Nadine terdiam. Ia tidak menyangka langsung muncul masalah setelah ia menikah. Kepalanya seperti mau meledak. Belum selesai satu masalah, sudah muncul lagi masalah baru. “Kenapa masalah selalu datang kepadaku?” kata Nadine dengan lirih. Leonhart menatap Nadine. “Kita akan hadapi bersama. Jangan khawatir,” kata Leonhart menenangkan Nadine. Nadine mengangguk pelan. Meski pikirannya masih kacau, setidaknya kata-kata Leonhart sedikit menghiburnya. Sesampainya di bandara, mereka langsung check-in dan masuk ke dalam pesawat. Nadine hanya diam sepanjang perjalanan. Ia menatap keluar jendela, lalu tertidur. Leonhart tersenyum tipis saat melihat Nadine terlelap. Ia segera menyelimutinya dengan hati-hati. Mereka akhirnya tiba di Bandara Changi, Singapura. Suasana bandara sudah dipenuhi para wartawan yang sejak tadi menunggu kedatangan mereka. Pengawal yang telah disiapkan Leonhart segera membuka jalan dan mengawal mereka menuju lokasi konferensi pers. Nadine dan Leonhart berdiri bersama di podium. Dengan suara lantang dan tegas, Leonhart membuka konferensi pers. “Terima kasih atas kedatangan Anda semua. Kami di sini untuk menjelaskan beberapa hal terkait berita yang sedang beredar,” ucap Leonhart. Leonhart mulai menjelaskan latar belakang pernikahannya dengan Nadine. Setelah itu, sesi tanya jawab pun dimulai. Seorang wartawan mengangkat tangannya. “Pak Leonhart, jadi apa benar ini hanya pernikahan bisnis?” tanya wartawan dari SG News. “Tidak sepenuhnya benar,” jawab Leonhart dengan tenang. Nadine menoleh ke arah Leonhart. Mereka bertatapan sebentar. “Pak Leonhart, banyak yang mempertanyakan absennya Pak Rafael dan Laura pada pernikahan Anda kemarin. Apakah ada alasan khusus di balik ketidakhadiran mereka?” tanya wartawan dari Singapore One dengan semangat. Leonhart tersenyum tipis. “Saya tidak dalam posisi untuk menjelaskan alasan pribadi orang lain. Tapi yang bisa saya katakan, fokus utama kami saat ini adalah menjaga stabilitas keluarga dan reputasi perusahaan masing-masing,” Suasana ruang konferensi makin ramai. Para wartawan sibuk mencatat setiap kata yang diucapkan Leonhart. Mereka berebut mengangkat tangan, berharap diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Wartawan dari Multi News yang ditunjuk oleh Leonhart segera bertanya. “Apa yang akan Anda lakukan selanjutnya? Apakah Ny. Nadine akan ikut terlibat di Inter Tech?” tanyanya antusias. Leonhart mengangguk. “Mulai minggu depan, Nadine akan diperkenalkan ke internal perusahaan dan mulai belajar serta bekerja bersama tim kami.” jawabnya tenang. Nadine terkejut mendengar kalimat itu. Ia belum diberitahu Leonhart bahwa dirinya akan bergabung dengan Inter Tech. Namun sebelum Nadine sempat bertanya, seorang wartawan dari barisan belakang tiba-tiba melontarkan pertanyaan, “Pak Leonhart, apa benar alasan pergantian pengantin pria pada pernikahan ini karena Pak Rafael telah menikahi Laura, adik tiri Ny. Nadine?” tanya wartawan dari Singapore Star. Nadine tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia tak menyangka ada yang mengetahui alasan sebenarnya di balik pergantian pengantin. Dengan panik, ia menatap Leonhart. Namun, tiba-tiba Leonhart menggenggam tangan Nadine, berusaha menenangkannya. “Saya tidak tahu mengenai hal itu, karena pertanyaan tersebut berada di luar kapasitas saya. Silakan Anda tanyakan langsung kepada pihak terkait,” kata Leonhart datar Ruang konferensi mendadak riuh. Beberapa wartawan mulai bergosip dan saling bertukar informasi dengan penuh antusias. “Benarkah perkataanmu itu?” “Dari mana kau mendapatkannya?” “Wah, ini bisa jadi berita eksklusif.” Nadine yang mendengar kericuhan para wartawan, mulai gugup. Bagaimana jika rahasia keluarganya terbongkar? Ia pasti akan disalahkan oleh ayahnya, Yusuf, karena dianggap mengumbar aib keluarga. “Bagaimana ini, Leonhart?” bisiknya panik. “Tenang saja,” jawab Leonhart. “Baiklah, karena waktunya sudah habis, saya dan istri saya akan undur diri.” ucap Leonhart membuat ruangan jadi hening. “Dan … tolong untuk tidak menyebarkan informasi yang tidak perlu, jika kalian tidak ingin berurusan dengan tim hukum Inter Tech, terima kasih.” lanjut Leonhart dengan tegas.“Apa kau sudah siap? Pastikan tidak ada barang yang tertinggal.”Leonhart bertanya untuk memastikan Nadine tidak melupakan barang penting yang perlu dibawa ke Prancis.“Ya, aku sudah siap dan sudah memastikan semua barang penting dibawa,” jawab Nadine dengan yakin.Nadine pun menghampiri Leonhart sambil menarik dua kopernya dan satu tas besar yang sedang ia gunakan.Leonhart mengambil alih satu koper yang sedang Nadine bawa.“Biar aku bawakan satu kopermu,” ucapnya sambil menarik koper dari tangan Nadine.“Terima kasih,” jawab Nadine lembut.Mereka berdua pun keluar dari kamar lalu berjalan menuruni lift menuju lobi. Seorang sekuriti yang melihat Leonhart dan Nadine muncul dengan banyak koper segera menghampiri mereka.“Sini, Pak. Biar saya bantu,” ucap sekuriti itu sopan sambil tersenyum ramah.“Oh, ya. Terima kasih,” balas Leonhart sambil tersenyum tipis.Leonhart kemudian berjalan menuju area parkir untuk mengambil mobil, sementara Nadine menunggu di depan lobi bersama sekuriti yan
“Maafkan aku, ya, teman-teman.”Mira berdiri di hadapan Nadine dan Revan saat mereka berada di ruang kerja.“Terutama kau, Nad. Maafkan Ardian, ya,” tambahnya dengan wajah memelas.Mira tertunduk lesu. Nadine yang melihatnya seperti itu merasa kasihan, lalu mencoba meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.“Tidak apa-apa, Mir. Jangan khawatirkan itu,” ucapnya lembut.“Sekali lagi, maafkan aku,” ucap Mira pelan.Nadine berdiri di samping Mira, lalu merangkul pundaknya dengan lembut untuk menenangkannya.Tak lama kemudian, mereka kembali ke meja kerja masing-masing.Nadine mulai menyicil kembali beberapa pekerjaannya yang tersisa agar nanti, saat ia pergi, tidak ada pekerjaan yang harus dialihkan ke rekan lain.Tak terasa jam kerja pun berakhir. Nadine segera bersiap menuju kantor Leonhart.Namun, saat ia hendak pergi, Mira memanggilnya.“Nadine!”Nadine berhenti dan menoleh.“Ada
“Kenalkan, ini Ardian dari divisi marketing.”Mira memperkenalkan pasangan barunya kepada Nadine dan Revan.Mereka bertemu di sebuah kafe yang terletak di depan kantor. Nadine dan Revan duduk berhadapan dengan Mira dan Ardian.“Ya, halo. Saya Nadine, temannya Mira,” sapa Nadine ramah.“Ya, saya Revan,” ucap Revan dengan nada datar.Ardian tersenyum, lalu memperkenalkan dirinya dengan percaya diri,“Ya, saya Ardian, pacarnya Mira.”Nadine membalas senyumnya, dan mereka pun mulai menyantap hidangan sambil berbincang ringan. Namun, di tengah obrolan, Ardian tiba-tiba menoleh pada Nadine.“Oh iya, Nadine, kamu itu istrinya Pak Leonhart, kan?” tanyanya sambil tersenyum.Nadine mengangguk pelan.Ardian kembali melanjutkan,“Kenapa kamu bekerja? Bukannya lebih enak jadi istri CEO, tinggal di rumah, belanja, dan jalan-jalan?” tanyanya polos namun terdengar menyinggung.Pertanyaan itu membuat Na
“Harusnya kau langsung mengusirnya saja!”seru Nadine dengan nada kesal setelah mereka akhirnya pergi.Leonhart menatap Nadine dengan lembut.“Jika kau ingin membalas dendam, jangan tunjukkan taringmu sekarang,” ucapnya tenang.Nadine hanya menatap datar, lalu melanjutkan makan tanpa banyak bicara.Setelah selesai dan membayar, mereka kembali menuju apartemen.“Aku sudah mendapat hotel untuk kita tinggal sementara di Paris,” ujar Leonhart sambil menyetir.“Sudah? Bukankah Marissa yang akan menyediakannya?” tanya Nadine heran.Leonhart sempat melirik Nadine sekilas.“Ya, aku memintanya untuk menyerahkan urusan akomodasi padaku,” jawabnya santai.Nadine mengangguk pelan.“Baiklah, aku percaya pada pilihanmu,” katanya singkat.Nadine lalu menatap keluar jendela mobil, membiarkan pikirannya melayang dalam diam.Tak lama, mereka tiba di apartemen.Begitu sampai, Nadine berp
“Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini.”Sapaan dari ayahnya itu membuat Nadine merasa tidak nyaman. Ia sangat menghindari pertemuan dengan keluarganya.Tanpa aba-aba, Yusuf, papa Nadine langsung meminta pelayan untuk menambah dua kursi di meja mereka.Ternyata, Yusuf datang bersama Cecilia, ibu tiri Nadine, yang sebelumnya sudah ia temui di mal tadi.“Ya,” jawab Nadine malas, tanpa ekspresi.Berbeda dengan Nadine, Yusuf justru tampak antusias. Bukan karena rindu bertemu putrinya, melainkan karena di hadapan mereka duduk Leonhart, sumber keuntungan yang ia incar.“Bagaimana kabar kalian berdua? Tidak ada masalah, kan?” tanyanya ramah, berusaha mencairkan suasana.Leonhart menjawab sopan, “Tidak ada masalah. Kami baik-baik saja,” ujarnya sambil tersenyum tipis.Sementara itu, Cecilia menatap Nadine dengan pandangan sinis.“Ya, mereka setelah menikah sama sekali tidak memberi kabar. Bukankah itu bisa
“Lama tidak bertemu, putriku.”Perkataan itu terasa seperti duri yang menusuk kulit Nadine. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan ibu tirinya di mal tempat ia memulai kehidupan barunya.Nadine terdiam, tak mampu menjawab. Perasaannya campur aduk antara terkejut, marah, dan muak.“Kenapa kau tidak menyapaku? Kau sungguh tidak sopan!” tegas Cecilia sambil melipat kedua tangannya di dada.Leonhart yang melihat ekspresi Nadine mulai berubah, segera mengambil alih pembicaraan.“Halo, Tante. Selamat siang, sudah lama kita tidak bertemu,” sapa Leonhart dengan nada ramah.Namun Cecilia, yang memang tidak menyukai Leonhart, menjawab dengan ketus,“Ya.”Setelah itu, ia mulai mengintimidasi Nadine dengan nada sinis yang seolah menempatkan Nadine sebagai anak durhaka.“Kenapa kau tidak mengirim kabar setelah menikah? Apa kau sudah melupakan keluargamu?” tanyanya tajam.Nadine masih diam. Ia menunduk, mencoba menahan diri agar tidak terpancing emosi.“Ya, memang begitulah jadinya kalau merawat an







