“Ada apa? Apa kau datang karena berubah pikiran?”
Suara Nadine pelan, tapi terasa getir. Ia duduk sambil memandangi dirinya di depan cermin rias. Leonhart meletakkan amplop coklat di meja rias Nadine, “Aku tidak berubah pikiran. Aku hanya ingin memberimu ini,” jawab Leonhart. “Apa ini kontrak pernikahan?” tanya Nadine. Leonhart hanya menganggukan kepalanya. “Aku hanya ingin kau melihat dan memeriksanya. Jika ada syarat yang mau kau tambahkan, kau bisa katakan padaku,” ucapnya tanpa basa-basi. Tanpa menunggu jawaban Nadine, Leonhart berbalik dan melangkah keluar dari ruangan. Nadine perlahan mengambil amplop itu dengan tangan yang gemetar, lalu dengan hati-hati ia membuka amplop itu dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang dijadikan satu di dalamnya. Nadine membaca satu per satu terkait pasal dalam kontrak. Nadine terdiam. Ia menarik napas panjang. Nadine sedikit lega setelah membaca isi kontrak itu. Ia sempat berpikir bahwa Leonhart akan benar-benar memperalatnya melalui kontrak tersebut, tapi sepertinya dugaannya salah. Nadine lalu memasukkan kembali kontrak itu ke dalam amplop dan meletakkannya di atas meja rias. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dengan pelan, dan membuat Nadine tersentak. “Masuk,” ucap Nadine. Seorang wanita muda berpakaian hitam-putih masuk dengan senyum ramah. Ia adalah salah satu kru dari tim pernikahan. “Selamat pagi, Kak Nadine. Saya ingin menginformasikan acaranya sebentar lagi akan dimulai dalam sepuluh menit,” ucap kru tim pernikahan. Nadine hanya mengangguk. Kru tim pernikahan itu melanjutkan penjelasannya sambil menyerahkan secarik kertas berisi rundown acara. “Nanti Kak Nadine akan masuk dari sisi kiri ballroom dan berjalan bergandengan dengan Pak Yusuf menuju pertengahan altar. Di sana, Pak Leonhart akan menjemput Kak Nadine. Setelah itu, akan ada pengucapan janji pernikahan dan pemberkatan simbolis.” Nadine menerima kertas itu dan membacanya cepat. “Tidak ada sesi wawancara dengan media, kan?” tanya Nadine tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas rundown. “Tidak, Kak. Pak Leonhart sudah mengadakan konferensi pers tadi pagi dan semua pertanyaan media sudah ditangani oleh tim PR Inter Tech, jadi Kak Nadine tidak perlu khawatir,” jawab kru tim pernikahan itu dengan tenang. “Baik, terima kasih,” ucap Nadine sambil menganggukkan kepalanya. Kru tim pernikahan itu tersenyum dan berpamitan sebelum keluar dari ruangan, membiarkan kembali Nadine sendiri didalam kamar. Nadine pun segera mengambil handphonenya untuk membuka mesin pencarian. Ia mencari berita konferensi pers Leonhart dan dalam hitungan detik, puluhan artikel beserta videonya muncul di layar. Nadine pun membuka salah satu video tersebut. Di layar, tampak Leonhart menjelaskan bahwa yang akan menikah dengan Nadine adalah dirinya bukan Rafael Wijaya. Leonhart juga menyampaikan bahwa keputusan ini merupakan diskusi dan persetujuan dari dua keluarga sekaligus merupakan restrukturisasi internal dan awal kerja sama bisnis antara Wijaya Group dengan Inter Tech. Nadine menarik nafas dalam. Ia merasa lega akhirnya semua orang tahu alasan Leonhart menjadi pengantin prianya hari ini. Nadine pun, segera berdiri perlahan dan berjalan pelan keluar dari ruang rias. Di depan pintu sudah berdiri dua bridesmaid yang akan menemani dan mengantar Nadine sampai ballroom. Setibanya di depan pintu ballroom, Pak Yusuf sudah menunggu. “Siap?” tanya Yusuf, tanpa senyum. Nadine hanya menganggukan kepalanya. “Setelah ini, kau akan menjadi Nadine Armand. Bersikaplah lebih bermartabat dan jangan sampai menodai reputasi keluarga,” lanjut Yusuf. Nadine hanya terdiam. Ia enggan menjawab perkataan ayahnya itu. Pintu ballroom pun terbuka perlahan. Musik lembut mulai dimainkan. Semua tamu berdiri dan menoleh ke arah pintu masuk. Nadine dan Yusuf mulai melangkah masuk. Ballroom megah itu telah dipenuhi para tamu undangan, mulai dari sosialita papan atas, investor asing, keluarga besar Armand dan Wijaya, hingga wartawan dari berbagai media nasional dan internasional yang datang meliput pernikahan ini. Namun, yang menjadi pusat perhatian bukan hanya kecantikan Nadine atau ketampanan Leonhart yang berdiri di altar. Tapi … isu pergantian pengantin pria. “Jadi, benar pengantin prianya diganti Pak Leonhart?" tanya salah satu wartawan dari Media Bisnis sambil berbisik. "Iya, benar. Apa kau tak lihat, Pak Leonhart sudah berdiri di pelaminan?" jawab seorang wartawan dari Media Satu sambil berbisik. “Kupikir itu hanya candaan,” sahut wartawan dari Tribuns. “Jadi itu sungguhan?” tanya wartawan dari Media Bisnis memastikan. “Kau pikir untuk apa konglomerat seperti mereka bercanda?” tanya wartawan dari Metropolitan News sambil menggelengkan kepala. Wartawan dari Tribuns menganggukkan kepala. “Benar. Lagi pula, di dunia mereka, hal seperti ini sering terjadi,” ujarnya singkat. Beberapa wartawan dari media lain ikut menimpali, saling bertukar gosip. “Oh, mungkin itu alasan Pak Rafael tidak datang ke pernikahan ini. Tapi kenapa adik tirinya Nadine juga tidak hadir?” tanya wartawan dari Media Bisnis. “Jangan-jangan…” ucap wartawan dari Metropolitan News, suaranya mengecil penuh dugaan. “Sssstt, harap tenang,” ucap salah satu kru tim pernikahan. Bisik-bisik itu terus menyebar di antara tamu undangan. Gosip yang belum jelas kebenarannya mulai bermunculan. Beberapa tamu bahkan menambahkan cerita-cerita yang terdengar provokatif tentang pernikahan Leonhart dan Nadine. Nadine akhirnya tiba di altar. Ia berdiri di samping Leonhart, tanpa ekspresi. Leonhart mulai mengucapkan sumpah pernikahan dengan suara lantang. Nadine mengikutinya dengan suara lembut, tapi tetap tegas. Saat mereka saling bertukar cincin, para tamu mulai bertepuk tangan. Akhirnya pernikahan itu sah. Setelah upacara, keduanya berjalan ke arah para tamu untuk menyapa mereka satu per satu. Namun, bisik gosip itu masih terdengar, bahkan saat Nadine dan Leonhart mendekati salah satu meja tamu VIP. "Ya … seperti inilah pernikahan bisnis. Perusahaan Pak Rafael kalah pamor dibandingkan Inter Tech, sehingga keluarga Wijaya lebih memilih menikahkan Nadine dengan pamannya Rafael," kata salah satu tamu undangan. “Ya, jujur saja, jika aku jadi keluarga Wijaya, aku pun akan memilih menikahkan putriku dengan Pak Leonhart,” jawab tamu undangan lainnya. Nadine yang mendengar gosip itu, hanya tersenyum getir. Setidaknya, pernikahannya dengan Leonhart masih dipandang positif oleh mereka. Setelah selesai menyapa para tamu, Nadine masuk ke ruang tunggu pengantin. Ia duduk dan melepas sepatu hak tingginya. Leonhart masuk lima menit kemudian, membawa dua botol air mineral dan menyerahkannya kepada Nadine. “Terima kasih,” ucap Nadine. “Mulai sekarang, gosip-gosip akan terus bermunculan. Apa kau siap?” tanya Leonhart tiba-tiba. Nadine tersenyum tipis. “Itu bukan hal baru,” jawab Nadine. Leonhart meneguk airnya sebentar, lalu menatap Nadine. Untuk pertama kalinya, mereka bertatapan cukup lama. “Besok pagi, kita akan berangkat ke Singapura,” kata Leonhart datar. Nadine mengerutkan kening. “Singapura?” tanyanya bingung. Leonhart mengangguk. “Aku akan memperkenalkan kamu sebagai istriku di depan media,” ucapnya.“Saya tidak menyangka bahwa paman saya ternyata juga ingin menikahi tunangan saya.”Rafael berakting sedih di depan wartawan, seolah-olah dirinya adalah korban dari Leonhart.Berita tentang konferensi pers Rafael dengan cepat menyebar hingga ke Singapura.Komentar negatif mulai bermunculan dari segala arah, dan cacian serta makian ditujukan untuk Leonhart yang dianggap merebut tunangan dari keponakannya sendiri.Nadine yang melihat konferensi pers Rafael mulai muak dengan semua tuduhannya terhadap Leonhart.“Apa kau akan diam saja?” tanya Nadine dengan nada kesal.Leonhart tak menjawab. Ia menyeruput kopinya dengan santai.Nadine yang heran dengan ketenangan Leonhart atas masalah ini, menjadi kesal.“Kenapa diam? Apa kau kehabisan cara untuk menyelesaikan ini? Apa kau akan diam saja di tuduh seperti ini oleh bajingan itu? tanyanya bertubi-tubi.Leonhart menatap Nadine, menenangkannya. Dengan percaya diri, ia tersenyum kecil.“Tenanglah, tak usah panik. Bagaimanapun, Rafael tak akan pe
“Apa kau sudah siap?”tanya Leonhart begitu melihat Nadine keluar dari kamarnya. Nadine tampak rapi dengan blouse putih dan celana panjang hitam. Rambutnya ditata rapi dan dijepit kebelakang.“Mungkin.” jawab Nadine sambil tersenyum kecil, meski wajahnya terlihat tegang.Bagaimana tidak? Hari ini Nadine akan diperkenalkan secara resmi ke tim inti Inter Tech, dan berkeliling kantor untuk melihat divisi tempat ia akan bekerja nanti.“Ini, makanlah dulu,” ucap Leonhart sambil memberikan semangkuk salad sayuran ke Nadine.“Terima kasih,” jawab Nadine.Nadine tidak langsung menyantap sarapannya. Ia cukup lama memandangi saladnya sambil melamun.Leonhart memperhatikan raut wajah Nadine yang tampak tegang. Ia mulai khawatir.“Apa kita tunda saja perkenalan hari ini?” tanyanya pelan.Nadine cepat menggeleng. “Ti-tidak, jangan ditunda. Aku sudah menyiapkan diri untuk pertemuan hari ini,” jawabnya, sedikit gugup.“Benarkah? Apa kau yakin?”Nadine menarik napas dalam, lalu mengangguk. “Ya. Janga
“Ternyata ini tidak seburuk yang aku bayangkan.”Itulah yang Nadine pikirkan ketika ia membuka matanya pagi itu. Ia masih tidak percaya bahwa dirinya telah menikah dengan Leonhart.Nadine bangun dan duduk ditepi tempat tidurnya, lalu menatap ke arah jendela. Samar samar terlihat pemandangan jalan raya kota dari balik tirainya.Nadine berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta mengganti pakaian.Setelah mandi dan berpakaian santai, Nadine keluar dari kamarnya. Ia melihat Leonhart sudah duduk di meja makan, menyantap sepotong sandwich dan secangkir kopi.“Pagi,” sapa Nadine sambil duduk di sebelah Leonhart.Leonhart menoleh, lalu mengangguk. “Pagi. Apa tidurmu nyenyak?” tanyanya.Nadine mengangguk. “Lumayan,” sahutnya.Ia mengambil sepotong sandwich dan menuangkan jus ke dalam gelasnya. Nadine menyantapnya dalam diam.Leonhart yang sudah selesai sarapan, bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang tamu untuk kembali bekerja.“Setelah selesai sarapan, temui aku di
“Maaf, aku tidak sempat memberitahumu soal bekerja di Inter Tech. Aku pikir, akan lebih baik jika kau ikut bergabung,”Leonhart berkata pelan saat mereka duduk di dalam mobil, setelah konferensi pers selesai.Nadine menunduk, lalu menatap Leonhart dengan serius. “Kenapa kau mengambil keputusan tanpa persetujuanku? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?” kata Nadine, sedikit kesal.Leonhart terdiam sesaat sebelum akhirnya bicara. “Kupikir keputusan yang kuambil adalah keputusan terbaik untukmu. Mungkin karena aku terbiasa mengambil keputusan sendiri, aku jadi tidak mempertimbangkan perasaanmu.” Nada suaranya terdengar menyesal.Nadine mengangguk pelan.“Itu masa depanku. Mulai sekarang, aku ingin kau menanyakan dan memberitahuku lebih dulu sebelum mengambil keputusan,” ucapnya tenang tapi tegas.Leonhart menatapnya, lalu bertanya hati-hati,“Jadi … apa kau tidak ingin bergabung dan bekerja di Inter Tech?”“Siapa bilang aku tidak mau? Tentu saja aku sangat ingin bergabung disana.” jawab
“Apa tanggapan kalian terkait video rekaman keluarga Wijaya yang tersebar?”tanya seorang wartawan yang langsung menghampiri Nadine dan Leonhart yang baru saja turun ke lobi hotel.Nadine kebingungan. Video apa yang dimaksud para wartawan? Nadine menatap Leonhart dengan penuh tanya.“Kami akan menjelaskannya dalam konferensi pers siang ini di Singapura. Tolong beri kami waktu,” jawab Leonhart dengan tenang.Konferensi pers? Nadine bertanya-tanya apa maksudnya, kenapa ia tidak diberitahu apapun?Mereka segera naik ke mobil yang sudah disiapkan dan segera berangkat menuju bandara Soekarno Hatta.“Apa maksud para wartawan tadi? Rekaman video apa? konferensi pers apa? Kenapa kau tidak memberitahuku apa pun?” Nadine menatap Leonhart, matanya penuh tanda tanya.Leonhart menatap Nadine lekat-lekat. “Rekaman itu tentang percakapan kita sehari sebelum pernikahan. Dan soal konferensi pers … maaf, aku benar-benar lupa memberitahumu.”“Maksudmu soal kau yang ingin menggantikan Rafael menikah de
“Ada apa? Apa kau datang karena berubah pikiran?”Suara Nadine pelan, tapi terasa getir. Ia duduk sambil memandangi dirinya di depan cermin rias.Leonhart meletakkan amplop coklat di meja rias Nadine, “Aku tidak berubah pikiran. Aku hanya ingin memberimu ini,” jawab Leonhart.“Apa ini kontrak pernikahan?” tanya Nadine.Leonhart hanya menganggukan kepalanya.“Aku hanya ingin kau melihat dan memeriksanya. Jika ada syarat yang mau kau tambahkan, kau bisa katakan padaku,” ucapnya tanpa basa-basi.Tanpa menunggu jawaban Nadine, Leonhart berbalik dan melangkah keluar dari ruangan.Nadine perlahan mengambil amplop itu dengan tangan yang gemetar, lalu dengan hati-hati ia membuka amplop itu dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang dijadikan satu di dalamnya.Nadine membaca satu per satu terkait pasal dalam kontrak. Nadine terdiam. Ia menarik napas panjang.Nadine sedikit lega setelah membaca isi kontrak itu. Ia sempat berpikir bahwa Leonhart akan benar-benar memperalatnya melalui kontrak t