Share

Bab 5 : Mutualisme

Author: Iris Moonvale
last update Huling Na-update: 2025-07-14 15:34:13

“Maaf, aku tidak sempat memberitahumu soal bekerja di Inter Tech. Aku pikir, akan lebih baik jika kau ikut bergabung,”

Leonhart berkata pelan saat mereka duduk di dalam mobil, setelah konferensi pers selesai.

Nadine menunduk, lalu menatap Leonhart dengan serius. “Kenapa kau mengambil keputusan tanpa persetujuanku? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?” kata Nadine, sedikit kesal.

Leonhart terdiam sesaat sebelum akhirnya bicara. “Kupikir keputusan yang kuambil adalah keputusan terbaik untukmu. Mungkin karena aku terbiasa mengambil keputusan sendiri, aku jadi tidak mempertimbangkan perasaanmu.” Nada suaranya terdengar menyesal.

Nadine mengangguk pelan.

“Itu masa depanku. Mulai sekarang, aku ingin kau menanyakan dan memberitahuku lebih dulu sebelum mengambil keputusan,” ucapnya tenang tapi tegas.

Leonhart menatapnya, lalu bertanya hati-hati,

“Jadi … apa kau tidak ingin bergabung dan bekerja di Inter Tech?”

“Siapa bilang aku tidak mau? Tentu saja aku sangat ingin bergabung disana.” jawab Nadine.

Leonhart tersenyum tipis. “Oke. Aku akan mempersiapkannya semuanya.” ucapnya.

Tak lama kemudian, mobil mereka sampai di apartemen tempat tinggal Leonhart. Mereka langsung naik ke lantai 20.

Apartemen itu tampak sangat mewah, Kelasnya jelas berada di atas apartemen-apartemen mewah yang biasa ditemui di Jakarta. Fasilitas dan pemandangannya pun bukan main. Memang cocok untuk tempat tinggal seorang CEO sekelas Leonhart.

Setelah sampai di apartemen, Leonhart langsung menunjukkan kamar Nadine.

“Ini kamarmu. Sudah dibersihkan dan semuanya sudah disiapkan. Kalau ada yang kau butuhkan, langsung saja bilang padaku,” ucap Leonhart.

“Baik, terima kasih.” jawab Nadine

Nadine masuk dan melihat ke sekeliling kamarnya. Ruangan itu cukup luas, dengan jendela besar yang langsung menghadap pemandangan kota Singapura.

Kamar mandinya bersih, wangi dan ada bathtub besar di dalamnya.

Beberapa menit kemudian, Leonhart masuk membawa segelas air untuk Nadine.

“Ini untukmu,” ucap Leonhart sambil menyerahkan gelas itu.

“Terima kasih.” jawab Nadine

Ia meneguk airnya perlahan, sambil menikmati hembusan angin yang mengenai wajahnya.

“Aku tahu, ini terlalu berat untukmu,” kata Leonhart tiba-tiba.

Nadine menatap lurus ke jalan raya. “Ya, kau benar. Tapi sekarang, aku akan berusaha tetap kuat,” jawabnya pelan.

“Mulai sekarang, aku akan memberitahu dan melibatkanmu dalam semua keputusan. Termasuk soal pekerjaanmu nanti,” ucap Leonhart.

“Ya, tolong bicarakan dulu denganku,” jawab Nadine sambil menatap Leonhart.

“Jadi, kau siap untuk bekerja minggu depan?” tanya Leonhart memastikan.

“Tentu saja, aku siap!” jawab Nadine dengan tegas.

Leonhart terlihat lega. Ia tersenyum tipis dan berkata, “Bagus. Kau akan mulai dari Divisi Pengembangan Produk dulu.”

Leonhart berdiri dan keluar dari kamar Nadine. Ia berjalan menuju ruang tamu dan membuka laptopnya.

Tak terasa, hari sudah malam. Nadine bersiap ingin mandi dan berendam di bathtub, lalu mengganti pakaiannya.

Saat selesai, Nadine mengenakan piyama dan membiarkan rambutnya tergerai. Wajahnya mulai terlihat santai.

Nadine keluar kamar dan melihat Leonhart duduk di sofa ruang tamu dengan laptopnya.

Padahal malam sudah larut, dan mereka telah melalui hari yang melelahkan namun, Leonhart masih bekerja.

“Kau belum tidur?” tanya Nadine menghampiri Leonhart.

“Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Leonhart santai. “Apa kau nyaman tinggal disini?” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.

“Lumayan, aku hanya belum terbiasa, tapi aku akan beradaptasi,” jawab Nadine sambil berjalan ke dapur.

“Aku sudah menyiapkan pasta untukmu dimeja makan,” ucap Leonhart

“Apa kau sudah makan?” tanya Nadine yang hanya melihat satu porsi pasta di meja.

“Ya, aku sudah makan tadi,” jawab Leonhart yang masih sibuk dengan laptopnya.

Nadine mulai memakan pasta buatan Leonhart. Rasanya lumayan, tidak terlalu buruk, meski teksturnya sedikit keras, mungkin karena dimasak terburu-buru.

Setelah selesai makan, Nadine membersihkan peralatan makannya, lalu berjalan menuju balkon.

Nadine berdiri, memejamkan mata, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Rasanya segar dan menenangkan.

“Indah, bukan?” tanya Leonhart yang ternyata sudah berdiri di samping Nadine.

Nadine membuka mata perlahan dan menoleh sebentar ke arah Leonhart.

“Ya, di sini indah dan tenang. Aku seperti merasa bebas,” jawab Nadine, tersenyum tipis.

Leonhart mengangguk kecil. “Apa ada lagi yang kau butuhkan? Aku bisa menyiapkannya untukmu,” tanya Leonhart.

Nadine tersenyum tipis dan menggeleng pelan. “Untuk saat ini, tidak ada.”

Leonhart kembali menatap Nadine. “Minggu depan, kau akan mulai bekerja di Inter Tech,” ucapnya.

“Kau sudah mengatakan itu, Leonhart,” jawab Nadine sambil terkekeh.

“Benarkah? Aku takut lupa memberitahumu lagi,” tanya Leonhart, memastikan.

Nadine mengangguk perlahan. “Baiklah, aku akan mempersiapkan diri dari sekarang,” kata Nadine dengan semangat.

“Tak perlu terburu-buru. Nikmati dulu saja waktumu,” ucap Leonhart dengan lembut.

Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Angin malam makin kencang berembus, tapi tak satu pun dari mereka bergerak dari tempat.

“Terima kasih, Leonhart,” ucap Nadine tiba-tiba.

Leonhart mengerutkan alis sedikit. “Untuk apa?” tanyanya, bingung.

“Karena kau telah menyelamatkanku dari Rafael,” jawab Nadine jujur.

Leonhart mengalihkan pandangannya ke langit malam. “Tidak perlu berterima kasih, karena ini hubungan mutualisme,” ucapnya santai.

Nadine menunduk, tersenyum getir, lalu berkata pelan, “Ya, ini hanya hubungan mutualisme .…”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 88 : Tolong!

    “Wah, akhirnya kita makan-makan lagi. Semua berkat kamu, Nadine.”Gabriella berterima kasih dengan antusias pada Nadine.Nadine yang tidak terlalu mengerti situasinya hanya bisa tersenyum. Tak lama, notifikasi ponselnya berbunyi, sebuah pesan dari Leonhart.“Nanti mau aku jemput jam berapa?” tulis Leonhart.Nadine segera membalas,“Aku belum tahu. Soalnya akan ada makan malam bersama tim untuk merayakan kedatanganku.”Tak butuh waktu lama, Leonhart kembali membalas.“Di mana?”“Di restoran Arden,” jawab Nadine.“Baik. Kabari aku kalau sudah selesai, aku akan menjemputmu,” balas Leonhart lagi.Nadine hanya membalas dengan emotikon jempol.Dua puluh menit kemudian, jam pulang kantor akhirnya tiba. Para karyawan langsung bergegas dan bersiap sambil saling mengingatkan bahwa mereka akan berkumpul di lobi untuk berangkat bersama ke restoran Arden. Suasananya tampak antusias.Nadine pun ikut membereskan barang-barangnya. Tak lama kemudian, Gabriella menghampirinya.“Ayo, Nad,” ajak Gabriell

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 87 : Hari Pertama

    “Jadi dia desainer tamunya?”Nadine mendengar bisikan dari beberapa karyawan yang ia lewati saat menuju ruang kerjanya, ditemani oleh wakil pimpinan kreatif bernama Bu Bella.Nadine hanya tersenyum dan sedikit menundukkan kepala seraya menyapa setiap karyawan yang ia lewati.Sampai akhirnya Nadine tiba di sebuah ruangan yang cukup besar dengan banyak karyawan di dalamnya.“Perhatian sebelumnya,” ucap Bu Bella pada semua karyawan di ruangan itu.Semua menoleh ke arah Bu Bella. Nadine yang berdiri di sampingnya mendadak merasa gugup ketika beberapa karyawan mulai memandanginya dari atas sampai bawah.“Perkenalkan, ini desainer tamu kita yang akan bekerja di sini selama satu bulan,” ucap Bella lalu menoleh ke arah Nadine.“Silakan perkenalkan diri.”Nadine menahan rasa gugupnya, lalu mulai memperkenalkan diri di depan semua karyawan.“Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, saya Nadine. Saya akan bekerja di s

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 86 : H-1

    “Paling dia diundang karena pengaruh suaminya. Pemula seperti dia tahu apa tentang desain.”Pengunjung wanita di seberang Nadine berbicara dengan nada kesal. Nadine yang mendengar hal itu hanya tertunduk.“Jangan dengarkan mereka,” ucap Leonhart mencoba menenangkan Nadine.Entah kenapa Nadine merasa berkecil hati mendengar percakapan dua wanita tadi. Kasusnya sedikit mirip dengannya, sehingga Nadine bertanya-tanya dalam hati, benarkah ia diundang ke perusahaan besar sebagai desainer tamu karena kemampuannya, bukan karena pengaruh suaminya?Namun Nadine menahan diri untuk tetap tenang agar Leonhart tidak khawatir.“Aku tak apa,” jawab Nadine akhirnya.Tak lama setelah itu, makanan yang mereka pesan pun datang.“Ini, silakan dinikmati,” ucap pelayan dengan ramah.“Terima kasih,” balas Nadine dengan senyuman.Nadine dan Leonhart menikmati hidangan itu dalam diam hingga selesai.Setelah selesai, Na

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 85 : Paris

    “Kenapa kau yang datang langsung ke sini?”Nadine yang terkejut akhirnya bertanya pada Marissa yang datang menjemputnya di bandara.“Tentu saja aku harus! Kau adalah tamu pentingku,” jawab Marissa antusias.Nadine terkekeh mendengar ucapannya, lalu mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat itu.“Terima kasih. Aku sangat menghargai antusiasmu,” ucapnya sambil tersenyum.Marissa kemudian mengajak mereka menaiki mobil yang sudah disiapkan untuk menuju tempat tinggal sementara Nadine dan Leonhart.“Aku akan mengantarmu ke tempat tinggalmu,” ujar Marissa.“Ah, tapi ... apa kau sudah tahu tempatnya? Soalnya Leonhart memesan tempat baru,” tanya Nadine heran.Marissa tersenyum kecil sebelum menjawab,“Tentu saja aku tahu. Aku harus memastikan di mana kalian tinggal agar mempermudah pekerjaan kita nanti.”Nadine membalasnya dengan senyum tulus. Sepanjang perjalanan, keduanya berbincang ringan.“Oh iya, aku sudah membuat desain yang kau minta. Tapi ... aku tidak tahu apakah kau akan menyuka

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 84 : Selamat Datang

    “Apa kau sudah siap? Pastikan tidak ada barang yang tertinggal.”Leonhart bertanya untuk memastikan Nadine tidak melupakan barang penting yang perlu dibawa ke Prancis.“Ya, aku sudah siap dan sudah memastikan semua barang penting dibawa,” jawab Nadine dengan yakin.Nadine pun menghampiri Leonhart sambil menarik dua kopernya dan satu tas besar yang sedang ia gunakan.Leonhart mengambil alih satu koper yang sedang Nadine bawa.“Biar aku bawakan satu kopermu,” ucapnya sambil menarik koper dari tangan Nadine.“Terima kasih,” jawab Nadine lembut.Mereka berdua pun keluar dari kamar lalu berjalan menuruni lift menuju lobi. Seorang sekuriti yang melihat Leonhart dan Nadine muncul dengan banyak koper segera menghampiri mereka.“Sini, Pak. Biar saya bantu,” ucap sekuriti itu sopan sambil tersenyum ramah.“Oh, ya. Terima kasih,” balas Leonhart sambil tersenyum tipis.Leonhart kemudian berjalan menuju area parkir untuk mengambil mobil, sementara Nadine menunggu di depan lobi bersama sekuriti yan

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 83 : Gaun

    “Maafkan aku, ya, teman-teman.”Mira berdiri di hadapan Nadine dan Revan saat mereka berada di ruang kerja.“Terutama kau, Nad. Maafkan Ardian, ya,” tambahnya dengan wajah memelas.Mira tertunduk lesu. Nadine yang melihatnya seperti itu merasa kasihan, lalu mencoba meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.“Tidak apa-apa, Mir. Jangan khawatirkan itu,” ucapnya lembut.“Sekali lagi, maafkan aku,” ucap Mira pelan.Nadine berdiri di samping Mira, lalu merangkul pundaknya dengan lembut untuk menenangkannya.Tak lama kemudian, mereka kembali ke meja kerja masing-masing.Nadine mulai menyicil kembali beberapa pekerjaannya yang tersisa agar nanti, saat ia pergi, tidak ada pekerjaan yang harus dialihkan ke rekan lain.Tak terasa jam kerja pun berakhir. Nadine segera bersiap menuju kantor Leonhart.Namun, saat ia hendak pergi, Mira memanggilnya.“Nadine!”Nadine berhenti dan menoleh.“Ada

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status