Share

Bab 7 : Rafael

Author: Iris Moonvale
last update Last Updated: 2025-07-14 15:35:03

“Apa kau sudah siap?”

tanya Leonhart begitu melihat Nadine keluar dari kamarnya. Nadine tampak rapi dengan blouse putih dan celana panjang hitam. Rambutnya ditata rapi dan dijepit kebelakang.

“Mungkin.” jawab Nadine sambil tersenyum kecil, meski wajahnya terlihat tegang.

Bagaimana tidak? Hari ini Nadine akan diperkenalkan secara resmi ke tim inti Inter Tech, dan berkeliling kantor untuk melihat divisi tempat ia akan bekerja nanti.

“Ini, makanlah dulu,” ucap Leonhart sambil memberikan semangkuk salad sayuran ke Nadine.

“Terima kasih,” jawab Nadine.

Nadine tidak langsung menyantap sarapannya. Ia cukup lama memandangi saladnya sambil melamun.

Leonhart memperhatikan raut wajah Nadine yang tampak tegang. Ia mulai khawatir.

“Apa kita tunda saja perkenalan hari ini?” tanyanya pelan.

Nadine cepat menggeleng. “Ti-tidak, jangan ditunda. Aku sudah menyiapkan diri untuk pertemuan hari ini,” jawabnya, sedikit gugup.

“Benarkah? Apa kau yakin?”

Nadine menarik napas dalam, lalu mengangguk. “Ya. Jangan khawatir.”

Setelah selesai sarapan, Nadine dan Leonhart bersiap untuk berangkat ke kantor bersama.

Sepanjang perjalanan, Nadine hanya diam sambil membaca ulang buku catatannya tentang Inter Tech dan divisi pengembangan produk.

“Kau tak perlu terus-terusan membaca dokumen itu, Nadine. Kau tidak sedang ujian,” ucap Leonhart memecah keheningan.

“Aku hanya takut lupa. Aku takut jadi bahan perbincangan di antara karyawanmu,” jawab Nadine, masih menatap catatannya.

Leonhart menggelengkan kepala. “Tidak mungkin. Kau harus lebih percaya diri, Nadine,” ucapnya meyakinkan.

Nadine tidak menjawab. Ia terlalu fokus dengan buku catatannya.

Setibanya di kantor Inter Tech, Nadine langsung disambut oleh sekretaris pribadi Leonhart yang bernama Rissa. Wanita berusia 37 tahun itu berpenampilan rapi dan ramah, membuat Nadine merasa cukup nyaman.

“Selamat pagi, Bu Nadine. Hari ini saya akan menemani Anda berkeliling kantor dan memperkenalkan semua divisi yang ada di Inter Tech.” kata Rissa dengan senyum sopan.

“ Baik, terima kasih, Rissa.” jawab Nadine.

Leonhart dan Nadine kemudian berpisah. Leonhart menuju kantornya, sementara Nadine mengikuti Rissa untuk berkeliling kantor dan melihat-lihat.

Nadine mendengarkan penjelasan Rissa dengan penuh perhatian. Sesekali, ia mencatat poin-poin penting di buku kecil yang dibawanya.

Sementara itu, Leonhart diam-diam memperhatikan Nadine dari balik tirai kaca kantornya.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangan Leonhart dan membuatnya tersentak.

“Masuk,” sahut Leonhart.

“Pak Leonhart,” suara asistennya membuat Leonhart menoleh.

“Iya?” jawabnya singkat.

“Rissa sudah mulai mengantar Bu Nadine berkeliling kantor,” lapornya.

Leonhart mengangguk. “Setelah selesai, minta Rissa melapor kepadaku.”

“Baik, Pak Leonhart.” Asistennya membungkuk sopan, lalu pamit keluar dari ruangan.

Sekitar satu setengah jam kemudian, Rissa datang dan mengetuk pintu ruang kerja Leonhart.

“Silakan masuk,” ucap Leonhart singkat.

Rissa masuk dan berdiri di hadapannya.

“Bagaimana?” tanya Leonhart langsung, tanpa basa-basi.

“Bu Nadine terlihat sangat antusias, Pak. Beliau banyak bertanya dan mencatat. Saat ini, beliau sedang berada di kantin untuk makan siang,” lapor Rissa.

Leonhart hanya mengangguk pelan, lalu mempersilakan Rissa keluar dari ruangannya.

Sementara itu, Nadine duduk di salah satu bangku di pojokan kantin karyawan, berharap dapat makan dengan tenang. Namun, dimanapun ia berada, gosip akan selalu ada.

“Aku dengar dia istrinya Pak Leonhart.”

“Benarkah? Yang katanya menikah kontrak itu?”

Nadine mendengar bisik-bisik itu, tapi memilih untuk tidak menggubrisnya. Ia membuka kotak makan siang yang diberikan Rissa dan mulai menyantapnya perlahan.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekat. Saat Nadine menoleh, Leonhart sudah ada di depannya.

“Boleh aku duduk di sini?” tanya Leonhart.

“Tentu,” jawab Nadine cepat karena terkejut.

Leonhart mulai mengajukan berbagai pertanyaan, mulai dari apa saja yang dilakukannya bersama Rissa, bagaimana perasaan Nadine saat berkeliling kantor, hingga hal-hal yang ia sukai dari kantor tersebut. Nadine menjawab semua pertanyaan itu dengan antusias.

Tak disangka, beberapa menit pun berlalu. Leonhart kemudian mengajak Nadine pulang untuk beristirahat. Mereka menuju parkiran dan kembali ke apartemen.

Namun, sesampainya di lobi, mereka dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tak terduga dengan senyum sinis menghiasi wajahnya.

Rafael.

“Wah, kalian terlihat sangat bahagia,” ucap Rafael penuh ejekan. “Bagaimana rasanya, Paman, setelah berhasil merebut tunangan keponakanmu sendiri?” sindir Rafael.

Nadine spontan melangkah maju, berniat membantah ucapan Rafael. Namun, tangan Leonhart dengan cepat menahan lengannya.

“Apa maumu?” tanya Leonhart, menatap tajam ke arah Rafael.

“Aku hanya ingin melihat dan memastikan bagaimana kehidupan barumu setelah menikahi tunanganku. Dan jujur saja …” Rafael menyeringai. “Aku tidak sabar melihatmu hancur!” ejek Rafael.

Leonhart hanya diam, membiarkan Rafael yang langsung berbalik dan pergi. Keributan itu menjadi tontonan sekaligus bahan pembicaraan para penghuni apartemen yang berada di lobi. Beberapa bahkan sempat merekamnya dengan ponsel mereka.

“Kenapa kau menahanku?” tanya Nadine kesal

“Kau tak perlu meladeni orang seperti itu.” jawab Leonhart datar.

Mereka segera naik lift dan masuk ke unit apartemen. Leonhart langsung menghubungi tim PR Inter Tech untuk mengurus masalah perekaman video terkait keributannya dengan Rafael di lobi apartemen.

Tapi, karena video itu sudah terlanjur beredar luas, tim PR kesulitan untuk menghentikan semuanya.

Komentar demi komentar negatif mulai bermunculan di sosial media.

Beberapa menit kemudian, ponsel Leonhart kembali berdering. Setelah membaca pesannya, Leonhart menoleh ke arah Nadine dengan wajah serius.

“Kenapa?” tanya Nadine dengan wajah tegang.

“Video konferensi pers Rafael sudah dipublikasikan.” ucap Leonhart dengan wajah serius.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 8 : Sakit

    “Saya tidak menyangka bahwa paman saya ternyata juga ingin menikahi tunangan saya.”Rafael berakting sedih di depan wartawan, seolah-olah dirinya adalah korban dari Leonhart.Berita tentang konferensi pers Rafael dengan cepat menyebar hingga ke Singapura.Komentar negatif mulai bermunculan dari segala arah, dan cacian serta makian ditujukan untuk Leonhart yang dianggap merebut tunangan dari keponakannya sendiri.Nadine yang melihat konferensi pers Rafael mulai muak dengan semua tuduhannya terhadap Leonhart.“Apa kau akan diam saja?” tanya Nadine dengan nada kesal.Leonhart tak menjawab. Ia menyeruput kopinya dengan santai.Nadine yang heran dengan ketenangan Leonhart atas masalah ini, menjadi kesal.“Kenapa diam? Apa kau kehabisan cara untuk menyelesaikan ini? Apa kau akan diam saja di tuduh seperti ini oleh bajingan itu? tanyanya bertubi-tubi.Leonhart menatap Nadine, menenangkannya. Dengan percaya diri, ia tersenyum kecil.“Tenanglah, tak usah panik. Bagaimanapun, Rafael tak akan pe

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 7 : Rafael

    “Apa kau sudah siap?”tanya Leonhart begitu melihat Nadine keluar dari kamarnya. Nadine tampak rapi dengan blouse putih dan celana panjang hitam. Rambutnya ditata rapi dan dijepit kebelakang.“Mungkin.” jawab Nadine sambil tersenyum kecil, meski wajahnya terlihat tegang.Bagaimana tidak? Hari ini Nadine akan diperkenalkan secara resmi ke tim inti Inter Tech, dan berkeliling kantor untuk melihat divisi tempat ia akan bekerja nanti.“Ini, makanlah dulu,” ucap Leonhart sambil memberikan semangkuk salad sayuran ke Nadine.“Terima kasih,” jawab Nadine.Nadine tidak langsung menyantap sarapannya. Ia cukup lama memandangi saladnya sambil melamun.Leonhart memperhatikan raut wajah Nadine yang tampak tegang. Ia mulai khawatir.“Apa kita tunda saja perkenalan hari ini?” tanyanya pelan.Nadine cepat menggeleng. “Ti-tidak, jangan ditunda. Aku sudah menyiapkan diri untuk pertemuan hari ini,” jawabnya, sedikit gugup.“Benarkah? Apa kau yakin?”Nadine menarik napas dalam, lalu mengangguk. “Ya. Janga

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 6 : Awal yang Baru

    “Ternyata ini tidak seburuk yang aku bayangkan.”Itulah yang Nadine pikirkan ketika ia membuka matanya pagi itu. Ia masih tidak percaya bahwa dirinya telah menikah dengan Leonhart.Nadine bangun dan duduk ditepi tempat tidurnya, lalu menatap ke arah jendela. Samar samar terlihat pemandangan jalan raya kota dari balik tirainya.Nadine berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta mengganti pakaian.Setelah mandi dan berpakaian santai, Nadine keluar dari kamarnya. Ia melihat Leonhart sudah duduk di meja makan, menyantap sepotong sandwich dan secangkir kopi.“Pagi,” sapa Nadine sambil duduk di sebelah Leonhart.Leonhart menoleh, lalu mengangguk. “Pagi. Apa tidurmu nyenyak?” tanyanya.Nadine mengangguk. “Lumayan,” sahutnya.Ia mengambil sepotong sandwich dan menuangkan jus ke dalam gelasnya. Nadine menyantapnya dalam diam.Leonhart yang sudah selesai sarapan, bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang tamu untuk kembali bekerja.“Setelah selesai sarapan, temui aku di

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 5 : Mutualisme

    “Maaf, aku tidak sempat memberitahumu soal bekerja di Inter Tech. Aku pikir, akan lebih baik jika kau ikut bergabung,”Leonhart berkata pelan saat mereka duduk di dalam mobil, setelah konferensi pers selesai.Nadine menunduk, lalu menatap Leonhart dengan serius. “Kenapa kau mengambil keputusan tanpa persetujuanku? Kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?” kata Nadine, sedikit kesal.Leonhart terdiam sesaat sebelum akhirnya bicara. “Kupikir keputusan yang kuambil adalah keputusan terbaik untukmu. Mungkin karena aku terbiasa mengambil keputusan sendiri, aku jadi tidak mempertimbangkan perasaanmu.” Nada suaranya terdengar menyesal.Nadine mengangguk pelan.“Itu masa depanku. Mulai sekarang, aku ingin kau menanyakan dan memberitahuku lebih dulu sebelum mengambil keputusan,” ucapnya tenang tapi tegas.Leonhart menatapnya, lalu bertanya hati-hati,“Jadi … apa kau tidak ingin bergabung dan bekerja di Inter Tech?”“Siapa bilang aku tidak mau? Tentu saja aku sangat ingin bergabung disana.” jawab

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 4 : Konferensi Pers

    “Apa tanggapan kalian terkait video rekaman keluarga Wijaya yang tersebar?”tanya seorang wartawan yang langsung menghampiri Nadine dan Leonhart yang baru saja turun ke lobi hotel.Nadine kebingungan. Video apa yang dimaksud para wartawan? Nadine menatap Leonhart dengan penuh tanya.“Kami akan menjelaskannya dalam konferensi pers siang ini di Singapura. Tolong beri kami waktu,” jawab Leonhart dengan tenang.Konferensi pers? Nadine bertanya-tanya apa maksudnya, kenapa ia tidak diberitahu apapun?Mereka segera naik ke mobil yang sudah disiapkan dan segera berangkat menuju bandara Soekarno Hatta.“Apa maksud para wartawan tadi? Rekaman video apa? konferensi pers apa? Kenapa kau tidak memberitahuku apa pun?” Nadine menatap Leonhart, matanya penuh tanda tanya.Leonhart menatap Nadine lekat-lekat. “Rekaman itu tentang percakapan kita sehari sebelum pernikahan. Dan soal konferensi pers … maaf, aku benar-benar lupa memberitahumu.”“Maksudmu soal kau yang ingin menggantikan Rafael menikah de

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 3 : Pernikahan

    “Ada apa? Apa kau datang karena berubah pikiran?”Suara Nadine pelan, tapi terasa getir. Ia duduk sambil memandangi dirinya di depan cermin rias.Leonhart meletakkan amplop coklat di meja rias Nadine, “Aku tidak berubah pikiran. Aku hanya ingin memberimu ini,” jawab Leonhart.“Apa ini kontrak pernikahan?” tanya Nadine.Leonhart hanya menganggukan kepalanya.“Aku hanya ingin kau melihat dan memeriksanya. Jika ada syarat yang mau kau tambahkan, kau bisa katakan padaku,” ucapnya tanpa basa-basi.Tanpa menunggu jawaban Nadine, Leonhart berbalik dan melangkah keluar dari ruangan.Nadine perlahan mengambil amplop itu dengan tangan yang gemetar, lalu dengan hati-hati ia membuka amplop itu dan mengeluarkan beberapa lembar kertas yang dijadikan satu di dalamnya.Nadine membaca satu per satu terkait pasal dalam kontrak. Nadine terdiam. Ia menarik napas panjang.Nadine sedikit lega setelah membaca isi kontrak itu. Ia sempat berpikir bahwa Leonhart akan benar-benar memperalatnya melalui kontrak t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status