Home / Romansa / Menikahi Pamannya Tunanganku / Bab 6 : Awal yang Baru

Share

Bab 6 : Awal yang Baru

Author: Iris Moonvale
last update Last Updated: 2025-07-14 15:34:40

“Ternyata ini tidak seburuk yang aku bayangkan.”

Itulah yang Nadine pikirkan ketika ia membuka matanya pagi itu. Ia masih tidak percaya bahwa dirinya telah menikah dengan Leonhart.

Nadine bangun dan duduk ditepi tempat tidurnya, lalu menatap ke arah jendela. Samar samar terlihat pemandangan jalan raya kota dari balik tirainya.

Nadine berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta mengganti pakaian.

Setelah mandi dan berpakaian santai, Nadine keluar dari kamarnya. Ia melihat Leonhart sudah duduk di meja makan, menyantap sepotong sandwich dan secangkir kopi.

“Pagi,” sapa Nadine sambil duduk di sebelah Leonhart.

Leonhart menoleh, lalu mengangguk. “Pagi. Apa tidurmu nyenyak?” tanyanya.

Nadine mengangguk. “Lumayan,” sahutnya.

Ia mengambil sepotong sandwich dan menuangkan jus ke dalam gelasnya. Nadine menyantapnya dalam diam.

Leonhart yang sudah selesai sarapan, bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang tamu untuk kembali bekerja.

“Setelah selesai sarapan, temui aku di ruang tamu. Ada yang ingin kubicarakan,” ucap Leonhart.

Nadine hanya mengiyakannya dengan anggukan.

Setelah selesai, seperti biasa, Nadine membereskan bekas sarapannya dan langsung menghampiri Leonhart di ruang tamu.

Leonhart mengangkat sebuah map berwarna coklat dari meja samping dan menyerahkannya kepada Nadine.

“Ini beberapa dokumen penting tentang divisi pengembangan produk dan struktur perusahaan yang harus kau pelajari,” ucap Leonhart sambil menatap Nadine. “Jika ada yang tidak kau mengerti, kau bisa bertanya padaku,” lanjutnya.

Nadine menerima map itu dan duduk dikursi seberang Leonhart. Ia membuka halaman pertama dan mulai membacanya.

Tulisannya rapi dan cukup mudah dipahami, meski ada beberapa istilah-istilah yang tidak Nadine pahami dan membuatnya harus berpikir lama. Nadine merasa ini akan menjadi tantangan baru dalam hidupnya.

Selama hampir dua jam, Nadine duduk diam sambil membaca berkas demi berkas sambil mencatat hal hal penting di buku catatan kecilnya. Sesekali Nadine bertanya pada Leonhart tentang istilah yang tidak ia mengerti.

“Leonhart, apa maksud dari produk masuk tahap validasi desain?” tanya Nadine sambil menunjuk halaman yang ia baca.

Leonhart menoleh dan menjelaskan dengan sabar, “Itu artinya produk kita telah selesai dari sisi konsep, dan sekarang sedang diuji coba desainnya, termasuk kenyamanan dan fungsinya.”

Nadine mengangguk, lalu mencatat penjelasan itu.”Berarti tahap selanjutnya adalah tahap produksi?” tanya Nadine, penasaran.

“Ya, tapi masih ada evaluasi data konsumen dan uji bahan sebelum itu,” lanjut Leonhart.

Meski awalnya canggung, Nadine sangat menikmati proses belajarnya, terutama dengan sikap Leonhart yang menurutnya berbeda, tidak seperti pertama kali mereka bertemu, dingin dan terlalu serius.

Menjelang siang, mereka makan siang bersama. Sebelumnya, Nadine telah memesan makanan siap saji melalui situs web restoran.

“Maaf, aku memesan semua menu. Aku belum tahu apa yang kau suka,” ujar Nadine tersenyum canggung.

Leonhart hanya tersenyum kecil. “Tidak masalah. Aku bisa makan apa saja, jangan khawatir.” jawab Leonhart santai.

Setelah makan, mereka kembali ke rutinitas masing-masing. Leonhart kembali bekerja di sofa ruang tamu, sedangkan Nadine membaca halaman terakhir dari dokumen yang ia pelajari sejak tadi.

Karena terlalu suntuk belajar di dalam ruangan, Nadine akhirnya pindah tempat dan duduk di balkon luar sambil membawa buku catatannya. Angin sore yang berhembus sejuk membuat pikirannya terasa lebih rileks.

Nadine menatap langit yang mulai berubah warna. Matahari pun perlahan mulai terbenam. Akhirnya, Nadine selesai mempelajari dokumen yang diberikan Leonhart.

Ketika Nadine merapikan buku dan dokumen itu, Leonhart keluar dari ruang tamu dan menghampirinya di balkon.

“Kau terlihat lebih rileks sekarang,” kata Leonhart sambil menyandarkan punggung ke dinding balkon.

Nadine tersenyum. “Aku hanya mencoba beradaptasi,” sahutnya.

Leonhart mengangguk. “Kau bisa bertanya langsung padaku kalau ada hal yang tidak kau mengerti. Sekretarisku juga akan siap membantumu mulai minggu depan,” lanjutnya.

“Baik, terima kasih,” jawab Nadine.

Leonhart menatap langit yang mulai gelap. “Besok pagi, kau mau ikut ke kantor?” tanyanya.

“Untuk apa?” tanya Nadine, terkejut.

“Hanya untuk berkenalan dengan staf dan melihat-lihat kantor tempatmu akan bekerja nanti,” lanjut Leonhart.

“Memangnya boleh?” tanya Nadine, antusias.

Leonhart menoleh ke arah Nadine dan tersenyum tipis. “Tentu saja. Siapa yang berani melarang istri CEO datang ke kantor?” candanya.

Nadine hanya tersenyum canggung mendengar ucapan Leonhart. Akhir-akhir ini, sikap Leonhart mulai santai dan terbuka. Ia juga mulai sering bergurau untuk membuat Nadine lebih rileks.

Suasana kembali hening. Mereka sekarang berdiri berdampingan, masing-masing dengan pikirannya sendiri.

Tiba-tiba, notifikasi ponsel Leonhart berbunyi, memecah keheningan diantara mereka. Leonhart membuka pesan di ponselnya dan ekspresi wajahnya seketika berubah serius.

Nadine yang sedari tadi memperhatikan ekspresi wajah Leonhart bertanya, “Ada apa?”

Leonhart menatap Nadine dengan serius. “Rafael akan mengadakan konferensi pers di kediamannya.”

Nadine mengernyitkan kening. “Untuk apa?”

“Sepertinya ada wartawan yang mengabaikan peringatanku dan mulai menggali informasi langsung ke tempat Rafael,” jawab Leonhart sambil menelepon tim PR Inter Tech.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 84 : Selamat Datang

    “Apa kau sudah siap? Pastikan tidak ada barang yang tertinggal.”Leonhart bertanya untuk memastikan Nadine tidak melupakan barang penting yang perlu dibawa ke Prancis.“Ya, aku sudah siap dan sudah memastikan semua barang penting dibawa,” jawab Nadine dengan yakin.Nadine pun menghampiri Leonhart sambil menarik dua kopernya dan satu tas besar yang sedang ia gunakan.Leonhart mengambil alih satu koper yang sedang Nadine bawa.“Biar aku bawakan satu kopermu,” ucapnya sambil menarik koper dari tangan Nadine.“Terima kasih,” jawab Nadine lembut.Mereka berdua pun keluar dari kamar lalu berjalan menuruni lift menuju lobi. Seorang sekuriti yang melihat Leonhart dan Nadine muncul dengan banyak koper segera menghampiri mereka.“Sini, Pak. Biar saya bantu,” ucap sekuriti itu sopan sambil tersenyum ramah.“Oh, ya. Terima kasih,” balas Leonhart sambil tersenyum tipis.Leonhart kemudian berjalan menuju area parkir untuk mengambil mobil, sementara Nadine menunggu di depan lobi bersama sekuriti yan

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 83 : Gaun

    “Maafkan aku, ya, teman-teman.”Mira berdiri di hadapan Nadine dan Revan saat mereka berada di ruang kerja.“Terutama kau, Nad. Maafkan Ardian, ya,” tambahnya dengan wajah memelas.Mira tertunduk lesu. Nadine yang melihatnya seperti itu merasa kasihan, lalu mencoba meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.“Tidak apa-apa, Mir. Jangan khawatirkan itu,” ucapnya lembut.“Sekali lagi, maafkan aku,” ucap Mira pelan.Nadine berdiri di samping Mira, lalu merangkul pundaknya dengan lembut untuk menenangkannya.Tak lama kemudian, mereka kembali ke meja kerja masing-masing.Nadine mulai menyicil kembali beberapa pekerjaannya yang tersisa agar nanti, saat ia pergi, tidak ada pekerjaan yang harus dialihkan ke rekan lain.Tak terasa jam kerja pun berakhir. Nadine segera bersiap menuju kantor Leonhart.Namun, saat ia hendak pergi, Mira memanggilnya.“Nadine!”Nadine berhenti dan menoleh.“Ada

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 82 : Ardian

    “Kenalkan, ini Ardian dari divisi marketing.”Mira memperkenalkan pasangan barunya kepada Nadine dan Revan.Mereka bertemu di sebuah kafe yang terletak di depan kantor. Nadine dan Revan duduk berhadapan dengan Mira dan Ardian.“Ya, halo. Saya Nadine, temannya Mira,” sapa Nadine ramah.“Ya, saya Revan,” ucap Revan dengan nada datar.Ardian tersenyum, lalu memperkenalkan dirinya dengan percaya diri,“Ya, saya Ardian, pacarnya Mira.”Nadine membalas senyumnya, dan mereka pun mulai menyantap hidangan sambil berbincang ringan. Namun, di tengah obrolan, Ardian tiba-tiba menoleh pada Nadine.“Oh iya, Nadine, kamu itu istrinya Pak Leonhart, kan?” tanyanya sambil tersenyum.Nadine mengangguk pelan.Ardian kembali melanjutkan,“Kenapa kamu bekerja? Bukannya lebih enak jadi istri CEO, tinggal di rumah, belanja, dan jalan-jalan?” tanyanya polos namun terdengar menyinggung.Pertanyaan itu membuat Na

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 81 : Persiapan

    “Harusnya kau langsung mengusirnya saja!”seru Nadine dengan nada kesal setelah mereka akhirnya pergi.Leonhart menatap Nadine dengan lembut.“Jika kau ingin membalas dendam, jangan tunjukkan taringmu sekarang,” ucapnya tenang.Nadine hanya menatap datar, lalu melanjutkan makan tanpa banyak bicara.Setelah selesai dan membayar, mereka kembali menuju apartemen.“Aku sudah mendapat hotel untuk kita tinggal sementara di Paris,” ujar Leonhart sambil menyetir.“Sudah? Bukankah Marissa yang akan menyediakannya?” tanya Nadine heran.Leonhart sempat melirik Nadine sekilas.“Ya, aku memintanya untuk menyerahkan urusan akomodasi padaku,” jawabnya santai.Nadine mengangguk pelan.“Baiklah, aku percaya pada pilihanmu,” katanya singkat.Nadine lalu menatap keluar jendela mobil, membiarkan pikirannya melayang dalam diam.Tak lama, mereka tiba di apartemen.Begitu sampai, Nadine berp

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 80 : Pengganggu

    “Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini.”Sapaan dari ayahnya itu membuat Nadine merasa tidak nyaman. Ia sangat menghindari pertemuan dengan keluarganya.Tanpa aba-aba, Yusuf, papa Nadine langsung meminta pelayan untuk menambah dua kursi di meja mereka.Ternyata, Yusuf datang bersama Cecilia, ibu tiri Nadine, yang sebelumnya sudah ia temui di mal tadi.“Ya,” jawab Nadine malas, tanpa ekspresi.Berbeda dengan Nadine, Yusuf justru tampak antusias. Bukan karena rindu bertemu putrinya, melainkan karena di hadapan mereka duduk Leonhart, sumber keuntungan yang ia incar.“Bagaimana kabar kalian berdua? Tidak ada masalah, kan?” tanyanya ramah, berusaha mencairkan suasana.Leonhart menjawab sopan, “Tidak ada masalah. Kami baik-baik saja,” ujarnya sambil tersenyum tipis.Sementara itu, Cecilia menatap Nadine dengan pandangan sinis.“Ya, mereka setelah menikah sama sekali tidak memberi kabar. Bukankah itu bisa

  • Menikahi Pamannya Tunanganku   Bab 79 : Cecillia

    “Lama tidak bertemu, putriku.”Perkataan itu terasa seperti duri yang menusuk kulit Nadine. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan ibu tirinya di mal tempat ia memulai kehidupan barunya.Nadine terdiam, tak mampu menjawab. Perasaannya campur aduk antara terkejut, marah, dan muak.“Kenapa kau tidak menyapaku? Kau sungguh tidak sopan!” tegas Cecilia sambil melipat kedua tangannya di dada.Leonhart yang melihat ekspresi Nadine mulai berubah, segera mengambil alih pembicaraan.“Halo, Tante. Selamat siang, sudah lama kita tidak bertemu,” sapa Leonhart dengan nada ramah.Namun Cecilia, yang memang tidak menyukai Leonhart, menjawab dengan ketus,“Ya.”Setelah itu, ia mulai mengintimidasi Nadine dengan nada sinis yang seolah menempatkan Nadine sebagai anak durhaka.“Kenapa kau tidak mengirim kabar setelah menikah? Apa kau sudah melupakan keluargamu?” tanyanya tajam.Nadine masih diam. Ia menunduk, mencoba menahan diri agar tidak terpancing emosi.“Ya, memang begitulah jadinya kalau merawat an

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status