Home / Romansa / Menikahi Penguasa / Bab 3: Bukan Aku Yang dia Cintai

Share

Bab 3: Bukan Aku Yang dia Cintai

Author: Jerry
last update Huling Na-update: 2025-07-14 16:26:44

Keysha berdiri di depan cermin besar di kamar masa kecilnya, yap, seperti yang dikatakan Arka kepadanya, dia bisa tinggal di rumah keluarga nya untuk sementara waktu. Gaun tidur satin yang membalut tubuhnya tampak asing di matanya sendiri. Bukan karena warnanya, bukan pula karena desainnya. Tapi karena kenyataan bahwa malam ini, dan malam seterusnya ia adalah seorang istri—meski hanya dalam status dan pura-pura.

Tangannya menyentuh permukaan cermin, seolah ingin menjangkau versi dirinya yang dulu. Gadis yang hanya ingin hidup tenang, menyelesaikan kuliah, menulis jurnal, dan sesekali menyelinap membaca novel di tengah malam. Tapi sekarang gadis itu sudah hilang.

Kini yang ada hanya Keysha—si pengantin pengganti.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering.

“Arka Alvaro” tertulis di layar handphone nya.

Jantungnya langsung berdentum tak karuan. Dengan ragu, ia mengangkat.

"Ya?"

Suara Arka terdengar berat dan lelah, namun tetap dingin seperti biasanya. "Aku hanya ingin tahu kamu sudah di rumah atau belum. Hanya ingin memastikan kamu tidak kabur seperti saudaramu."

Keysha mencengkeram ujung bantal di tempat tidurnya. "Aku bukan dia, Arka. Dan aku tidak akan lari."

Hening sejenak. Lalu terdengar helaan napas di ujung sana.

"Maaf. Aku tau itu tidak adil untukmu."

Keysha terdiam. Kata "maaf" dari mulut Arka terasa seperti badai kecil yang tak terduga. Tapi ia tak yakin apakah itu sungguh permintaan maaf… atau hanya basa-basi yang tak disengaja.

"Apa kamu... baik-baik saja?" tanyanya pelan.

"Kamu ingin jawaban jujur?"

Keysha tersenyum miris. "Ya, tentu saja."

"Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku baru saja menikahi seorang wanita yang tidak kucintai. Aku harus berpura-pura di depan seluruh dunia, dan setiap kali aku melihat wajahmu, aku merasa seperti sedang menatap pengkhianatan."

Air mata Keysha jatuh begitu saja.

"Aku mengerti..."

"Tapi..." suara Arka merendah, "Kamu juga terluka, bukan? Aku bukan satu-satunya korban di sini."

Kali ini Keysha tak mampu berkata apa-apa. Tangisnya pecah dalam diam. Di seberang, Arka tidak memutus sambungan. Mereka hanya saling diam… namun entah bagaimana, diam itu membuat mereka lebih dekat dari sebelumnya.

"Besok, kamu akan ikut ke acara perkenalan istri CEO. Aku akan kirimkan undangan dan dress code-nya."

"Baik."

"Dan Keysha..."

"Ya?"

"Kamu tidak perlu menjadi Alena di sana. Jadilah dirimu sendiri."

Keysha menutup matanya. Dadanya bergetar.

"Terima kasih, Arka."

Lalu sambungan pun terputus. Tapi detak jantung Keysha tak juga tenang. Malam itu, ia tidur sambil memeluk dirinya sendiri. Mencoba menerima kenyataan… bahwa pria yang sekarang menjadi suaminya, adalah seseorang yang terluka oleh orang yang paling ia cintai—dan Keysha harus menanggung reruntuhan itu.

--------

keesokan Harinya.

Suasana ballroom hotel megah itu bagaikan dunia lain untuk Keysha yang terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Kilau lampu kristal, gaun-gaun rancangan desainer, tawa-tawa sopan namun menusuk, semuanya membuat Keysha merasa seperti boneka yang dibungkus rapi.

Gaun biru dongker panjang menyapu lantai membalut tubuhnya. Sederhana, tapi elegan. Riasannya dibuat se alami mungkin, menonjolkan matanya yang selalu tampak ragu-ragu belakangan ini.

Arka berdiri di sampingnya, dengan setelan jas gelap yang menciptakan kontras mencolok. Tangan mereka tidak bersentuhan, tapi langkah mereka seirama.

Bisikan-bisikan mulai terdengar.

"Itu istri Arka Alvaro? Kok kelihatan beda, ya, dari Alena yang dulu sempat muncul di media sosial?"

"Kembar, katanya. Tapi auranya nggak sama..."

Keysha menunduk sedikit, merasa tubuhnya kaku seperti dipajang di museum.

Tiba-tiba, Arka menunduk ke arahnya dan berbisik, "Luruskan bahumu. Tatap mereka seperti kamu wanita paling berharga di ruangan ini. Karena malam ini, kamu memang berharga, sekarang kamu istri seorang Arka Alvaro."

Keysha menoleh cepat, menatapnya tak percaya.

Arka hanya tersenyum tipis. Senyum yang tidak menyembuhkan, tapi menguatkan.

Acara berlangsung dengan banyak perkenalan. Nama-nama besar. Pujian palsu. Tatapan menilai. Tapi Keysha bertahan. Ia menjawab dengan lembut, berjalan dengan percaya diri, dan menatap semua orang dengan ketegasan baru.

Saat sesi makan malam, salah satu CEO wanita yang bernama Veronica—mendekat.

"Kamu istri Arka, ya? Sudah kudengar kabar kalian menikah secara mendadak."

Keysha tersenyum sopan. "Ya, Bu. Perkenalkan, saya Keysha."

"Kamu terlihat lebih kalem dari Alena yang biasanya. Lebih hangat. Aku suka auramu. Semoga kamu bisa menyeimbangi Arka yang terlalu kaku itu."

Keysha nyaris tertawa. Tapi ia hanya menjawab, "Saya akan berusaha sebaik mungkin."

Setelah Veronica berlalu, Arka mendekat.

"Kamu terlihat mengagumkan tadi."

Keysha menatapnya. "Apa itu sebuah pujian?"

"Jangan terlalu bangga. Aku hanya bicara sesuai fakta."

Mereka pun tertawa kecil. Untuk pertama kalinya, bukan karena basa-basi.

Ketika malam berakhir dan mereka masuk ke dalam mobil, suasana menjadi lebih tenang. Tak ada keharusan lagi untuk berpura-pura terlihat harmonis.

"Tadi kamu bilang sesuatu," ujar Keysha pelan, menatap ke luar jendela. "Kalau kamu tak mencintaiku."

Arka diam sejenak. "Itu benar. Aku tidak mencintaimu... tapi aku juga tidak membencimu. Dan mungkin, itu awal yang cukup baik untuk memulai sesuatu yang baru."

Keysha menoleh perlahan. Ada harapan kecil di ujung kalimat itu. Bukan janji. Tapi celah.

"Aku juga tidak mencintaimu. Tapi... entah kenapa aku ingin mengenalmu lebih dalam lagi."

Arka menatapnya sekilas. "Dan aku ingin tahu… apakah kamu lebih dari sekadar bayangan saudaramu."

Dan malam itu, di dalam mobil yang melaju perlahan, dua hati yang sama-sama patah mulai membuka sedikit ruang. Bukan untuk mencintai… tapi untuk saling percaya.

Sebuah awal kecil, di antara reruntuhan pernikahan palsu dan kenyataan yang menyakitkan.

Mereka tidak tahu ke mana semua ini akan membawa mereka.

Tapi untuk pertama kalinya, Keysha merasa… dia tidak lagi sendiri.

----------------

[ Bersambung.......]

"See you in the next chapter"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Penguasa   Bab 10: Janji di Ujung Keraguan

    Keysha seketika terdiam. Kata-kata Arka menggantung di udara seperti kabut pekat yang sulit ditembus. Malam yang semula terasa begitu hangat seketika berubah menjadi dingin. Hujan di luar masih turun, tapi kini, yang lebih deras justru suara degup jantungnya sendiri."Alena... mengirim pesan padamu? tapi kenapa?" suaranya nyaris tak terdengar.Arka meletakkan ponsel nya di atas meja. "Baru saja. Aku juga sangat terkejut.""Apa... kamu sudah membaca semua pesannya?" Keysha menelan ludah.Arka mengangguk dengan pelan. "Hanya sebagian."Keysha menatap Arka, mencoba membaca ekspresi wajahnya, mencari sisa-sisa rindu atau luka yang mungkin masih tertinggal."Apa kamu masih terganggu dengan kehadirannya?"Arka menghela napas. "Aku tidak tahu, Keysha. Ini bukan karena aku masih menyimpan rasa pada Alena. Tapi karena aku tidak menyangka dia akan muncul... saat aku baru saja mulai merapikan hidupku lagi, bersamamu."Keysha menunduk, jari-jarinya memainkan ujung bantal di sampingnya. "Apa dia

  • Menikahi Penguasa   Bab 9: Bukan Sekedar Pelarian

    Aroma kopi menyebar perlahan dari dapur yang biasanya sunyi. Keysha berdiri di depan mesin pembuat kopi, memakai apron putih dengan rambut yang diikat asal-asalan. Wajahnya masih menampakkan bekas kantuk, tapi juga ketenangan baru setelah melalui malam yang menguras emosi. Matanya memandangi tetesan kopi yang jatuh perlahan, sembari memikirkan ulang semua percakapan semalam.Arka masuk ke dapur tanpa suara, mengenakan kaus abu-abu polos dan celana panjang. Tak seperti sosok CEO dingin dengan setelan hitam seperti biasa. Kali ini, ia tampak seperti pria biasa—yang mungkin sedang belajar menjadi suami.“Pagi,” ucapnya lirih.Keysha menoleh sambil menyodorkan secangkir kopi. “Pagi. Kamu suka kopi hitam kan?”Arka mengangguk dan duduk di kursi bar dapur. “Iya. Tapi biasanya pahit.”Keysha menyeringai kecil. “Kadang, rasa pahit justru bikin kita sadar kalau yang manis itu bukan segalanya.”Mereka tertawa kecil. Hening setelahnya terasa berbeda. Tidak canggung, tapi nyaman. Seperti dua oran

  • Menikahi Penguasa   Bab 8: Saat Hati Mulai Bicara

    Keysha duduk di sofa panjang yang berada di ruang tamu, mengenakan blouse putih sederhana yang di padukan dengan celana kain lembut. Di tangannya, segelas teh hangat yang kini sudah mulai mendingin, karena tidak dia sentuh dari tadi. Sejak mengirimkan surat nya itu lewat Dita, ia tidak tahu bagaimana reaksi yang akan di tunjukkan oleh Arka. Ia tidak berharap banyak—atau mungkin, ia terlalu takut Untuk sekedar berharap.Di tengah lamunan nya, tiba-tiba pintu rumah terbuka pelan. Arka masuk, dengan masih mengenakan jas yang masih rapi namun kini terlihat lebih longgar di tubuhnya, bahkan dasinya entah berada di mana. Pandangan Arka langsung menangkap sosok Keysha yang menoleh ke arahnya dari ruang tamu.“Kamu pulang lebih cepat dari biasanya,” ujar Keysha, mencoba terdengar tenang.Arka melepas jasnya, lalu meletakkannya di sofa, lalu duduk di seberangnya. Hening menyergap mereka beberapa detik, hingga akhirnya Arka bicara.“Aku sudah baca surat yang kau kirim.”Keysha menunduk. “Aku ha

  • Menikahi Penguasa   Bab 7: Kebimbangan Arka

    Pagi hari ini, tepatnya di kantor Arka.Langit Jakarta masih berkabut saat mobil hitam mewah berhenti di depan gedung kaca yang menjulang tinggi: Alvaro Corp. Pintu dibukakan oleh sang sopir dengan cepat, dan dari dalam keluarlah sosok yang telah lama dikenal sebagai pria dingin, penuh wibawa, sekaligus ditakuti—Arka Alvaro.Dengan langkah cepat dan pasti, Arka memasuki lobi. Para staf menunduk hormat, dan suasana langsung berubah sunyi. Tak ada yang berani bercanda atau membuang waktu saat CEO mereka melintas.Di balik kaca transparan lift, Arka berdiri tegak, jas hitamnya membingkai tubuh tinggi dan tegasnya yang terlibat begitu sempurna. Tapi jika diperhatikan lebih dekat, mata itu… menyimpan beban yang berat. Sesuatu yang tidak diketahui oleh siapa pun di dalam gedung ini.Begitu sampai di lantai tertinggi, sekretarisnya, Dita, langsung menyambut dengan map di tangannya .“Pagi, Pak Arka. Agenda hari ini cukup padat. Rapat divisi finansial jam sembilan, lalu review akuisisi JamT

  • Menikahi Penguasa   Bab 6: Keysha dan Bayang-Bayangnya

    Malam harinya di balkon rumah Arka.Malam turun dengan lembut, membawa angin sejuk yang menari-nari di antara tirai balkon kamar utama. Di sanalah Keysha berdiri, bersandar pada pagar besi tempa, menatap lampu-lampu kota dari kejauhan. Pikirannya masih berkecamuk—tentang Bryan, tentang Arka, dan tentu saja tentang Alena.Sejak melihat nama Bryan di map kerja Arka, sesuatu di dalam dirinya berubah. Luka lama terbuka. Ia ingat malam terakhir bersama Alena, malam sebelum kakaknya menghilang. Wajah kakaknya terlihat pucat saat itu. Tapi Keysha mengira itu hanya karena sedang gugup menjelang pernikahan. Siapa sangka... di balik semua itu, ada rencana besar untuk kabur.Langkah kaki terdengar dari belakang. Arka mendekat, mengenakan piyama tipis yang memperlihatkan sedikit lekukan tubuhnya yang sempurna, dengan segala otot yang menghiasi badannya dan sembari memegang dua cangkir teh. Ia menyodorkan salah satunya ke arah Keysha.“Masih belum tidur?”Keysha mengambil cangkir itu dan menganggu

  • Menikahi Penguasa   Bab 5: Antara Rahasia dan Kenyataan

    Pagi harinya, di ruang tamu rumah Arka.Keysha duduk di meja makan sendirian, mengaduk secangkir teh hangat yang tak kunjung ia minum. Rumah itu begitu sunyi, bahkan suara detik jam dinding pun terdengar jelas. Ia sudah beberapa hari tinggal bersama Arka, dan meski jarak di antara mereka secara fisik tidak jauh, namun secara emosional… masih sangat jauh.Suara langkah kaki pelan terdengar dari tangga. Arka muncul dengan kemeja biru langit, dengan lengan tergulung dan rambut sedikit berantakan. Ada sesuatu yang aneh pagi itu—raut wajahnya tampak lebih lembut, meski tetap terasa dingin.“Selamat pagi,” sapa Keysha lebih dulu.Arka hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia mengambil roti panggang di meja dan duduk di seberangnya.“Maaf soal sikap ku tadi malam,” ucap Keysha pelan.Arka menoleh. “Kenapa minta maaf?”“Karena aku menanyakan perasaanmu tentang Alena. Mungkin aku terlalu lancang.”Arka meletakkan gelasnya dan menatap Keysha dalam. “Justru aku menghargai itu. Karena kamu sudah bera

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status