Home / Romansa / Menikahi Penguasa / Bab 4: Bayangan Masa Lalu

Share

Bab 4: Bayangan Masa Lalu

Author: Jerry
last update Last Updated: 2025-07-14 17:03:56

Setibanya di rumah Arka.

Keysha hanya bisa berdiri terpaku di depan pintu rumah yang sangat besar dan mewah. Rumah itu menjulang megah, dengan pilar marmer tinggi dan halaman luas yang tertata seperti taman di istana. Tapi yang membuatnya menggigil bukan kemewahan itu.

Melainkan kenyataan bahwa mulai hari ini, tempat inilah yang harus ia sebut sebagai 'rumah'.

"Masuklah," suara Arka terdengar pelan dari arah belakangnya. Ia sudah melepas jas dan hanya mengenakan kemeja putih yang tergulung di lengan nya. Tatapan matanya memancarkan rasa lelah, tapi tetap menahan jarak di antara mereka.

Keysha melangkah pelan ke dalam. Aroma kayu mahal bercampur wangi ruangan baru menyeruak. Dinding putih bersih, lukisan abstrak modern, dan desain minimalis semuanya terasa dingin. Seperti pemiliknya.

"Kamar kamu di lantai dua. Kamar utama. Tapi aku akan tidur di ruang kerja, untuk sementara," jelas Arka tanpa ekspresi. "Kecuali jika kita butuh tampil di depan publik, selebihnya tak ada yang harus dipaksakan."

Keysha mengangguk. "Terima kasih."

Arka menatapnya sebentar. "Kamu bawa semua barangmu?"

"Cukup beberapa koper. Aku tidak merasa butuh banyak... untuk pernikahan seperti ini."

Arka terdiam, lalu tersenyum miring. “Kamu Sangat realistis.”

Mereka menaiki tangga bersama. Keheningan menyelimuti langkah-langkah mereka. Sesekali, Arka mencuri pandang ke arah Keysha. Ia tak bisa menyangkal, wanita ini memang mirip Alena. Tapi tidak sama. Ada kelembutan yang lebih jujur di matanya. Ada luka yang tak berusaha ditutupi.

Begitu sampai di kamar utama, Keysha hampir menahan napas. Ruangan itu begitu luas, serba putih dan abu-abu. Tempat tidur king size dengan headboard elegan. Sofa kecil di sudut ruangan. Jendela lebar dengan pemandangan langsung ke arah taman belakang.

"Kamu bebas mendekorasi sesukamu. Atau kamu bisa minta bantuan timku. Aku tidak peduli soal dekorasi rumah."

Keysha menoleh. "Terima kasih... kamu terlalu baik untuk orang yang tidak kau cintai."

Arka menatapnya tajam, tapi tak menjawab. Ia hanya melangkah keluar dari kamar dan menutup pintu pelan.

Keysha menghela napas. Ia duduk di pinggir tempat tidur, memeluk lututnya sendiri.

Baru hari pertama... dan semuanya sudah terasa kosong.

-------

Malam Harinya di ruangan Kerja Arka.

Terlihat Arka yang duduk di meja kerjanya, dikelilingi tumpukan berkas dan laporan. Tapi pikirannya melayang. Entah kenapa, wajah Keysha terus muncul dalam benaknya. Cara ia menatap kamar tadi. Cara dia bicara dengan tenang, meski matanya menyimpan luka.

Sial.

Ia berdiri dan berjalan ke rak buku. Tangannya menyentuh bingkai foto di sudut rak. Foto lama. Ia dan Alena. Wajah mereka tersenyum lebar. Tapi kini senyum itu terasa seperti penghinaan.

"Kenapa kamu kabur, Lena..." gumamnya.

Tiba-tiba pintu ruang kerja diketuk pelan.

"Arka?"

Suara itu. Lembut. Pelan. Tapi sialnya bisa mengguncang pikiran dan hatinya.

"Masuk."

Keysha masuk dengan piyama panjang dan syal tipis. Wajahnya tampak gelisah. "Maaf ganggu... tapi aku nggak bisa tidur. Rumah ini terlalu sunyi."

Arka mengangguk. "Duduklah."

Keysha duduk di sofa kecil di sisi ruangan. Ia memperhatikan sekeliling. Dinding penuh buku dan peta bisnis. Tapi tak ada foto keluarga. Tak ada tanaman. Tak ada warna hangat.

"Kamu tinggal sendiri sejak dulu?"

"Iya. Setelah Bunda kandung ku meninggal, Papa jarang di rumah, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menikah lagi, dan aku tumbuh di ruang seperti ini."

Keysha menatapnya. "Jadi, Mama Savira bukan ibu kandungmu, apa... itu sebabnya kamu jadi seperti sekarang?"

Arka menoleh. "Seperti apa maksud mu?"

"Terlalu dingin. Terlalu... hati-hati."

Arka menatapnya lama, lalu berkata pelan, "Mungkin. Tapi aku lebih suka dibilang berhati-hati daripada bodoh karena terlalu percaya."

Keysha tersenyum pahit. "Tapi percaya itu bukan hal bodoh, Arka. Itu... tanda kalau kamu manusia."

Arka terdiam. Kata-kata itu menghantamnya lebih dari yang ia kira.

"Kamu masih mencintai Alena?" tanya Keysha tiba-tiba. Suaranya pelan. Bukan menuntut, hanya ingin tahu.

Arka tidak langsung menjawab. Ia duduk kembali di kursinya. Menatap lampu meja yang redup.

"Aku mencintai bayangan Alena. Sosok yang kuanggap sempurna. Tapi semua itu bohong. Jadi... aku tidak tahu apakah aku masih mencintainya, atau hanya terluka oleh harapanku sendiri."

Keysha menunduk. "Aku tidak bisa menggantikan dia."

"Aku tidak minta kamu menggantikannya," jawab Arka cepat. "Aku hanya ingin kamu jujur, dan jadilah dirimu sendiri."

Keysha tersenyum kecil. "Tapi terkadang... jadi diri sendiri di tengah kebohongan seperti ini, rasanya... menyakitkan."

Arka bangkit, berjalan ke arahnya. Ia berdiri di depan Keysha, menatap langsung ke matanya.

"Kalau kamu terluka, kamu boleh bilang. Kalau kamu marah, kamu boleh teriak. Kamu bukan boneka di sini, Keysha. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti itu."

Mata Keysha memerah. "Dan kalau aku jatuh cinta padamu?"

Arka terdiam. Sorot matanya berubah. Tapi ia tidak menjawab. Hanya memandangi wajah di depannya.

"Kalau itu terjadi," katanya akhirnya, "biarkan aku tahu... saat kamu yakin cinta itu benar-benar karena aku, bukan karena luka atau rasa sepi."

Dan malam itu, saat Keysha keluar dari ruang kerja Arka, hatinya masih bergetar. Tapi untuk pertama kalinya... bukan karena takut.

Melainkan karena sebuah harapan.

----------------

[ Bersambung.......]

"See you in the next chapter"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Penguasa   Bab 14: Luka yang Tak Pernah Pergi

    Pagi ini, langit tampak redup, seolah bersiap menjadi saksi dari pertemuan yang tidak pernah ingin dijalani. Arka menyetir dalam diam, wajahnya fokus tapi tegang. Di sampingnya, Keysha menatap ke luar jendela, memikirkan banyak hal—terutama tentang seseorang yang tak disangka kembali mengusik hidup mereka: Bryan.“Arka… kamu yakin mau ketemu sama dia?” tanya Keysha hati-hati.Arka mengangguk pelan. “Kita tidak bisa biarkan dia terus bermain di belakang. Aku harus tahu apa maunya. Kamu nggak harus ikut kalau nggak mau.”Keysha menggeleng. “Aku mau ikut. Dia pernah bersikap baik padaku… aku ingin tahu siapa dia sebenarnya, dan apa maunya Sampai harus mengirim pesan seperti itu.”Mereka berhenti di kafe kecil, tempat yang dipilih Bryan. Tempat itu tenang, hampir tak ada pengunjung lain. Begitu melangkah masuk, mereka langsung melihat Bryan yang sudah duduk di pojok ruangan, menyesap espresso sambil menatap ke arah luar jendela.Keysha menarik napas. Ia ingat pertemuan pertama mereka—Brya

  • Menikahi Penguasa   Bab 13: Pesan Tak Dikenal

    Keysha seketika mematung di depan meja, menatap layar ponselnya tanpa berkedip.Pesan itu masih tertera dengan jelas: “Jangan terlalu percaya pada cinta yang datang setelah luka. Karena tak semua luka mudah untuk sembuh sepenuhnya.”Jari-jarinya menggenggam ponsel lebih erat. Sekilas ia menoleh ke jendela—seolah berharap itu hanya angin iseng yang melemparkan ketakutan. Tapi tidak. Ini nyata. Dan seseorang mengirim pesan itu untuknya, dengan maksud tertentu.Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mungkin itu hanya pesan anonim, atau pesan salah kirim. Mungkin hanya orang iseng. Tapi mengapa terasa begitu pribadi? Seolah si pengirim tahu apa yang sedang ia dan Arka jalani. Bahkan tahu luka apa yang sedang mereka coba sembuhkan.Keysha menelan ludah, lalu mengetik balasan.“Siapa kamu?”Belum sampai satu menit, muncul lagi pesan balasan.“Seseorang yang tahu siapa cinta pertama Arka. Dan tahu luka apa yang masih dia sembunyikan.”Keysha terdiam.Degup jantungnya mulai kacau. Tangannya

  • Menikahi Penguasa   Bab 12: Malam, Sebelum Segalanya Berubah

    Suasana kamar terasa begitu hening, hanya suara pendingin ruangan dan detak jarum jam di dinding yang terdengar. Keysha duduk di sisi tempat tidur, mengenakan piyama berbahan katun lembut berwarna biru pucat. Ia menatap cermin kecil di hadapannya sambil menyisir rambut perlahan. Di balik pantulan kaca, ia bisa melihat Arka berdiri di ambang pintu kamar, memandangi dirinya tanpa kata.“Aku belum bisa tidur,” kata Keysha pelan.Arka melangkah masuk, menyandarkan tubuhnya ke dinding di dekat meja rias. “Aku juga.”Hening sejenak. Hanya tatapan mereka yang saling bertaut. Tak ada lagi pembicaraan tentang Alena malam ini, tak ada luka lama yang dibongkar kembali. Tapi ada sesuatu yang berubah di antara mereka—entah lebih dekat atau lebih rapuh, mereka berdua belum tahu pasti.“Kamu masih memikirkan apa yang dikatakan Alena?” tanya Keysha hati-hati, menatap bayangannya sendiri di cermin.Arka berjalan pelan, duduk di ujung ranjang. “Sedikit. Tapi bukan tentang dia. Aku lebih memikirkan soal

  • Menikahi Penguasa   Bab 11: Kebenaran yang Melegakan

    Langit sore tampak kelabu, ketika Arka tiba di kafe tempat yang sudah dijanjikan dengan Alena. Tempat itu terlalu penuh kenangan—dulu mereka sering duduk di meja paling ujung, dekat jendela besar yang menghadap ke jalan. Tapi hari ini, kenangan itu bukan lagi alasan untuk tinggal—melainkan untuk ditutup selama nya.Arka duduk lebih dulu. Tak lama, Alena datang. Rambutnya diikat sederhana, wajahnya pucat namun tenang."Terima kasih sudah mau datang, Arka," ucap Alena, dengan suara pelan.Arka mengangguk singkat. "Langsung ke intinya saja, kamu bilang ada yang ingin dijelaskan."Alena duduk, tangannya gemetar saat menyentuh cangkir di depannya. Hening beberapa detik sebelum ia berbicara."Kamu marah padaku, dan kamu punya hak penuh untuk melakukan itu," katanya pelan. "Tapi aku ingin kamu tahu... aku tidak meninggalkanmu karena aku tidak mencintaimu."Arka menahan napas. Matanya tajam menatap Alena. "Lalu kenapa kamu tinggalkan aku di hari pernikahan kita? Tanpa penjelasan, tanpa pesan.

  • Menikahi Penguasa   Bab 10: Janji di Ujung Keraguan

    Keysha seketika terdiam. Kata-kata Arka menggantung di udara seperti kabut pekat yang sulit ditembus. Malam yang semula terasa begitu hangat seketika berubah menjadi dingin. Hujan di luar masih turun, tapi kini, yang lebih deras justru suara degup jantungnya sendiri."Alena... mengirim pesan padamu? tapi kenapa?" suaranya nyaris tak terdengar.Arka meletakkan ponsel nya di atas meja. "Baru saja. Aku juga sangat terkejut.""Apa... kamu sudah membaca semua pesannya?" Keysha menelan ludah.Arka mengangguk dengan pelan. "Hanya sebagian."Keysha menatap Arka, mencoba membaca ekspresi wajahnya, mencari sisa-sisa rindu atau luka yang mungkin masih tertinggal."Apa kamu masih terganggu dengan kehadirannya?"Arka menghela napas. "Aku tidak tahu, Keysha. Ini bukan karena aku masih menyimpan rasa pada Alena. Tapi karena aku tidak menyangka dia akan muncul... saat aku baru saja mulai merapikan hidupku lagi, bersamamu."Keysha menunduk, jari-jarinya memainkan ujung bantal di sampingnya. "Apa dia

  • Menikahi Penguasa   Bab 9: Bukan Sekedar Pelarian

    Aroma kopi menyebar perlahan dari dapur yang biasanya sunyi. Keysha berdiri di depan mesin pembuat kopi, memakai apron putih dengan rambut yang diikat asal-asalan. Wajahnya masih menampakkan bekas kantuk, tapi juga ketenangan baru setelah melalui malam yang menguras emosi. Matanya memandangi tetesan kopi yang jatuh perlahan, sembari memikirkan ulang semua percakapan semalam.Arka masuk ke dapur tanpa suara, mengenakan kaus abu-abu polos dan celana panjang. Tak seperti sosok CEO dingin dengan setelan hitam seperti biasa. Kali ini, ia tampak seperti pria biasa—yang mungkin sedang belajar menjadi suami.“Pagi,” ucapnya lirih.Keysha menoleh sambil menyodorkan secangkir kopi. “Pagi. Kamu suka kopi hitam kan?”Arka mengangguk dan duduk di kursi bar dapur. “Iya. Tapi biasanya pahit.”Keysha menyeringai kecil. “Kadang, rasa pahit justru bikin kita sadar kalau yang manis itu bukan segalanya.”Mereka tertawa kecil. Hening setelahnya terasa berbeda. Tidak canggung, tapi nyaman. Seperti dua oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status