Share

Menikahi Pria 4000 Dollar
Menikahi Pria 4000 Dollar
Penulis: Sky Anastasia

Chapter 1 - Dicampakkan

Entah sudah berapa gelas kopi yang dihabiskan oleh Amanda Simon sejak semalaman dirinya terjaga di ruang kerjanya. Sebagai pengacara yang tidak memiliki koneksi di firma hukum, membuatnya harus bekerja keras agar bisa diangkat sebagai 'partner'. Tidak peduli apakah harus dengan kerja yang overtime tak masuk akal ataukah mengambil kasus VIP yang sebenarnya akan sulit didapatkan oleh seorang pengacara junior sepertinya.

Hampir tiga tahun Amanda menjalani pekerjaannya ini. Selama itu pula ia kuat dan bertahan karena dukungan seseorang yang dicintainya—David Jamie namanya. Sejak lulus dari ujian pengacara sampai sekarang karirnya di S&M Law Firm, David lah yang meyakinkan Amanda bahwa dia akan menjadi pengacara hebat nantinya.

Kesibukannya dengan kasus kali ini, akhirnya bisa sedikit diredam karena lagi-lagi ajakan makan malam oleh David mampu membuat perasaannya lebih baik. Meskipun belakangan ini keduanya jarang bertemu, tapi malam ini David mengajaknya bertemu di restoran tempat pertama kali mereka resmi berkencan.

“Lipstickmu sudah cukup merona, Nyonya Simon. Uhm, ataukah aku harus memanggilmu Nyonya Jamie sekarang?” Katie—Paralegalnya sekaligus sahabat dekat Amanda. Gadis dengan rambut ikal kecokelatan itu mendongakkan kepalanya menatap Amanda yang tengah mengoleskan lipstick merah di bibirnya.

Amanda menoleh, mengernyitkan kening. “What do you mean, Katie?”

Oke. Bisa dimengerti jika Katie memanggilnya dengan nama belakang Amanda yaitu Simon. Tapi, kenapa justru gadis itu merubahnya dengan Jamie? Karena itu adalah nama belakang David, kekasihnya.

Katie tergelak. “Ya, memang ada yang salah? Kau akan pergi dinner dengan Dave bukan?” ia memastikan.

Amanda mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Katie. “Lalu, apa hubungannya?” tanyanya. Menurut Amanda, pertanyaan Katie benar-benar terdengar ambigu. Sangat amat ambigu untuk dimengerti.

“Hei, Babes! Kau dan Dave sudah tiga tahun bersama. Dan lihat, tiba-tiba dia mengajakmu makan malam di Vines? Itu restoran fine dining paling romantis. Apa lagi kalau bukan ingin melamarmu?” Katie menerka. “Kau akan melepas masa lajangmu, Babe. Oh my gosh!”

Melamar? David akan melamar Amanda? Apakah itu benar? Omong-omong, dugaan Katie memang tidak salah. Selama tiga tahun ini, David jarang sekali bahkan tidak pernah mengajaknya dinner di restoran mewah selain ketika pertama kali ia mengutarakan perasaannya kepada Amanda. Dan, boleh kan jika kali ini ia menduga hal itu akan terjadi?

Ini juga jelas bukan anniversary mereka. Lalu, apalagi alasan David mengajaknya dinner romantis? Membayangkan semua itu membuat Amanda tak henti tersenyum. Rona wajahnya pun semakin menjadi ketika Katie menggodanya.

“Babe, kalau nanti kalian menikah, kira-kira akan dimana acaranya? Di hotel mewah di Singapura atau di pinggir pantai di Bali? I can’t wait!” Katie semakin membuat Amanda tersipu malu.

“Jangan membuatku berdebar begini, Kat! Kau bahkan membuatku jantungan sebelum aku bertemu dengan Dave.” Amanda menyentuh dadanya sambil menekan bibir atas dan bawahnya hingga hampir terasa kebas.

Katie menarik Amanda agar berdiri dari kursinya. Ia memindai Amanda dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu ia terbelalak begitu melihat sneakers putih dengan tali yang melekat di kaki Amanda. Gadis itu menggeleng seraya menepuk keningnya dengan tangan. “OMG! Kau tidak akan pergi dinner dengan sneakersmu itu kan? Yang benar saja, Amanda!” tukasnya.

Amanda mengangkat kedua bahunya keatas. “Haruskah aku memakai heels?”

For God’s sake. Katie sampai berkacak pinggang menghadapi pengacara satu ini. “Of course, Babe! Kalau perlu kau pakai saja stilettomu yang kau beli di acara fashion week bulan lalu. Heez!”

“Okay, Mrs. Katherine Johnson! Aku akan mengikuti semua saranmu malam ini. Kebetulan, stiletto itu memang masih ada di mobilku.” Amanda mengangguk, ia meraih tas tangannya dan mengecupkan bibirnya di salah satu pipi Katie. “Well, I have to go now, Babe. See ya!” Katie melambaikan tangannya sementara, Amanda keluar menuju elevator.

**

Amanda melajukan SUV-nya menuju Vins yang berada di sekitaran Orchard Road. Jalan itu memang ramai, tapi dia yakin bahwa tidak akan terlambat. Karena kemacetan Singapura memang bisa cukup diprediksi.

Jika mengingat pertama kalinya ia mengunjungi restoran ini, rasanya seperti mimpi menghabiskan waktu bersama David selama tiga tahun. Dan hari ini, hari dimana penantiannya akan terbayar. Amanda membayangkan cincin seperti apa yang akan David lingkarkan di jari manisnya? Ia terus memandangi jemari tangannya yang akan memakai cincin sebentar lagi. Well, David memang terkadang romantis untuk ukuran pria.

Amanda memarkirkan mobilnya tepat di sebelah sedan milik David. Rupanya pria itu sudah lebih dulu sampai. Sebelum keluar dari mobil, tak lupa ia menyemprotkan kolonye Jo Malone-English Pearnya ke beberapa sisi dan memastikan riasannya dalam keadaan maksimal. Okay, Amanda. You looks so stunning! Gumamnya.

“Halo, selamat malam. Sudah reservasi sebelumnya?” tanya seorang greeter ketika Amanda memasuki restoran itu.

Amanda mengangguk. “Ya. Reservasi atas nama David Jamie.”

Si greeter memeriksa data di iPad yang dipegangnya, kemudian mempersilahkan Amanda masuk dan mengantarkannya ke meja David. Namun, kedatangan Amanda tak membuat pandangan David beralih dari ponselnya.

“Hei, Dave!” sahut Amanda.

Setelahnya, barulah David menoleh dan meletakkan ponselnya di sisi kirinya. “Hei, have a sit, Amanda.” Ia meminta Amanda untuk duduk dihadapannya.

Tanpa ditarik kursinya oleh David, Amanda duduk sendiri. Well, ini bukan lagi tahun pertama mereka bersama melainkan tahun ketiga. Jadi, itu bukan masalah jika harus melayani dirinya sendiri as usual.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan datang membawakan dua piring tomahawk steak dengan sebotol anggur merah. Tak ada sesuatu yang dikatakan David, tidak ada juga musik klasik atau tidak ada buket bunga disisi kanannya.

“Oke, bersabarlah Amanda! Mungkin setelah makan, Dave akan mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Ya, benar.” Batin Amanda.

Sempat hening sesaat, sampai akhirnya David membuka suaranya. “Bagaimana pekerjaanmu?” tanyanya.

Masih sambil mengunyah steak yang luar biasa lezat ini, Amanda menganggukkan kepalanya. “Ya, lancar. Kau tahu, belakangan ini banyak sekali kasus perceraian. Dan, seriously, aku muak!” ungkap Amanda.

“Ah, begitu.” David menatap Amanda sambil menyesap winenya. “Manda,” sahutnya.

Ketika David menyebut namanya dengan lirih, jantung Amanda terasa berdetak kencang. Tunggu dulu, apakah dia akan mulai mengungkapkan kata-kata romantis yang disebut proposal? Ah, ini gila! Aku rasa jantungku akan keluar dari tempatnya saat ini juga.

Amanda benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia tersenyum lalu membalas sahutan David. “Ya, Dave. Ada apa? Katakan saja.” Masih dengan anggukan kepalanya, Amanda melanjutkan. “Aku tahu apa yang akan kau katakan. Tapi, aku akan mendengarmu.”

David mengerutkan keningnya seolah tak percaya. “Kau tahu apa yang ingin kukatakan?”

Lagi-lagi, dengan senyum lebarnya Amanda mengangguk. “Ya.”

“Begini, Amanda,” David seperti tengah berpikir dalam mengungkapkan yang ingin ia katakan. “Jadi, kau tahu. Beberapa bulan terakhir, kita menjadi semakin renggang. Dan itu semua membuatku berpikir bahwa mungkin sebaiknya kita sudahi semua ini. Kau juga berpikir begitu?”

Deg! Tunggu dulu, apa maksudnya ini? Kita sudahi semua ini? Dia mencampakkanku bukannya mau melamarku?

Amanda tercengang. Ia mematung tidak tahu harus menjawab apa. Tapi, kenapa? Tiga tahun mereka menghabiskan waktu bersama dan semuanya berakhir sia-sia. Apa ini semua masuk akal?

“Dave, apa maksudmu?” Amanda menatap David lurus-lurus.

“Bukankah kau juga ingin kita putus?” kalimat itu justru terucap dari David. Amanda masih tak mampu berkata-kata.

“Dave! Tiga tahun kita bersama, dan kau ingin putus? Bukankah seharusnya kau melamarku saat ini?” Amanda yang mulai kesal, akhirnya melampiaskan kekesalannya kepada David.

Pria itu tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Melamar? Kau kira aku akan melamarmu?”

“Lalu, kenapa kau mengajakku ke restoran ini jika hanya untuk putus? Ha?”

David menyatukan kedua tangannya menjadi satu. Ia memajukan duduknya beberapa centi ke depan meja. “Amanda, aku hanya ingin kita bisa berteman baik. Makanya, aku mengajakmu kesini. Kuharap kau tidak akan membenciku.”

Berharap berteman baik setelah putus? Itu hanyalah hal gila! Darah dikepalanya terasa mendidih dengan semua ucapan David yang tak masuk akal itu. Apakah ini saja arti tiga tahun mereka? Seperti inikah akhir kisah cinta pertamanya? Berakhir begitu saja setelah tiga tahun bersama.

Membayangkannya saja Amanda tidak pernah. Lalu, ini semua apa? Tidak. Amanda tidak bisa putus begitu saja. Apa alasannya?

“Beri aku alasan kenapa kita harus putus?” Amanda tampak serius menatap David.

David menghela napasnya, “Amanda, aku—aku sudah tidak mencintaimu lagi. Maaf, aku—”

Amanda mendesah dan tersenyum miring. “Apa katamu? Kau tidak mencintaiku lagi? Kau kira aku akan menerima alasan klise seperti itu? Dave! Tiga tahun kita bersama, aku sangat mengenalmu. Tidak mungkin karena itu.”

“Jangan memancing keributan. Aku tidak ingin bertengkar. Sungguh, aku ingin kita putus secara baik-baik. Jadi, kumohon mengertilah.” Ungkap David. “Aku tidak mungkin mengatakan bahwa aku sudah muak denganmu kan?” ia melanjutkan.

Amanda bergeming. Laki-laki itu mengatakan bahwa dia muak terhadapnya. Dia benar-benar mengatakan hal seperti itu?

Amanda berusaha menahan air matanya yang hampir terjatuh dari pelupuknya. Ia berdiri dari duduknya, menuangkan wine kedalam gelasnya lalu mengguyur kepala David dengan wine.

Sontak, David terkejut dan berteriak. “Oh, shit! Apa yang kau lakukan?”

Amanda menarik napasnya. “Setidaknya, ini yang harus kau terima!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status