Happy reading
"Kamu pulang duluan ya," pamit Kara pada teman-temannya usai memasukkan semua laptop dan alat tulis ke dalam tas."Kamu bawa mobil?" tanya temannya menghentikan langkah kaki Kara yang hampir keluar."Nggak! Aku dijemput," balas Kara yang sesekali mengecek ponselnya karena sedari tadi belum ada notifikasi pesan dari Marco."Sama siapa?" tanya yang lain penasaran."Calon suami?" celetuk yang lain membuat Kara membeku di tempatnya. Hampir beberapa detik sebelum yang lain pun tertawa."Kita bercanda kali Ra....""Hahahaha." mereka pun tertawa semua yang dibalas pula dengan tertawa oleh Kara seraya mengelus dada sedikit tenang, Ia takut sekali ada teman-temannya yang tau jika Ia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menjadi istri kedua laki-laki berpengaruh di Indonesia."Nggak mungkin lah ya kalau Lo ada doi nggak cerita-cerita sama Kita apalagi kalau ada calon semua," ujar salah satu dari teman Kara memegang pundak Kara seraya tersenyum."Hehe...hehe...," balas Kara lagi-lagi menampilkan senyum terpaksa sampai ponselnya pun akhirnya berbunyi."Saya sudah di parkiran." pesan itu membuat Kara bisa lepas dari obrolan rumit ini. Gadis itu langsung pamit dan berlari menuju parkiran.Siang menjelang sore ini sangatlah terik, gadis yang mengenakan rok dengan belahan yang cukup panjang itu memperlihatkan sebagian kaki jenjangnya. Kaos polos sebagai atasannya pun sedikit mencetak lekuk tubuhnya, dengan rambut yang sengaja di kuncir.Kara membuka pintu mobil Marco usai mengecek plat mobil laki-laki itu, Ia segera meletakkan tasnya lalu memberi salam pada Marco walaupun tidak ada balasan sama sekali."Jangan lagi dipakai rok ini," ujar Marco tiba-tiba di dalam perjalanan, Marco yang melihat jelas bagaimana Kara memperlihatkan kaki mulusnya dengan berlari tadi kapanpun bisa menarik seseorang untuk meliriknya dan sebagai calon suami Kara tentu Marco tidak nyaman."Kenapa?" tanya Kara yang bingung, Ia sudah sering mengenakan rok seperti ini dan orang lain pun tampak sama sekali tidak terganggu. Dan teman-temannya pun sering memakai rok bahkan yang jauh lebih pendek."Kamu nggak lihat orang-orang memperhatikanmu," balas Marco masih dengan wajah dinginnya dan tidak ingin melirik Kara, kemudian gadis itu berpikir lalu sedikit mencebikan bibir."Bilang aja Kamu cemburu," ujar Kara dengan suara yang sangat pelan tapi, masih bisa didengar oleh Marco.Ini hari terakhir Marco di sini, penerbangannya sore nanti dan untuk terakhir bertemu Marco menahan Kara beberapa menit di dalam mobil."Ada apa?" tanya Kara bingung sendiri pintu mobil tidak bisa dibuka. Marco masih berdiam sampai Ia pun berbicara pada Kara."Saya akan pulang," ujarnya membuat Kara menghela napas, untuk apa coba memberitahu tahu dirinya."Pulang aja sana...Aku juga risih Kamu di sini terus," ujar gadis itu dalam hati sedikitpun Ia tidak berminat untuk menahan calon suaminya itu untuk tetap di sini."Kamu pulang sore ini? Hati-hati ya," kata Kara dengan suara yang dibuat sangat lembut Ia harus meyakinkan Marco bahwa Ia tenang jika laki-laki itu pergi."Baiklah," ujar Marco tak tau lagi apa yang harus dikatakan pada Kara. Gadis itu lalu turun dari mobil dan berjalan ke dalam rumah sedangkan Marco memutar balik mobilnya."Jangan terlalu dingin pada Kara." Marco mengingat kalimat dari istrinya tersebut itulah kenapa Ia berbicara pada Kara walaupun Ia tidak bisa memberikan perhatian lebih pada gadis itu.****Kara memasuki rumahnya sambil membaca artikel yang baru-baru ini keluar, mengenai sang calon suaminya. Sambil mengerutkan kening dengan sedikit mencebik Kara membuka pintu."Presdir Welden Group baru-baru ini terlihat di airport bersama istrinya, berbulan madu kembali.""Mana ada bulan madu orang dia melamar Aku," sindir Kara sambil tertawa melihat berita itu, gadis itu membuka kulkas dan mencari sesuatu yang Ia bisa makan.Sementara di lain tempat Abella baru saja minum obat dan siap dan bersiap diri, Marco masuk ke dalam kamar lalu mengecup sang istri."Kamu sudah berpamitan pada Kara?" tanya Abella memegang lengan Marco laki-laki itupun kemudian mengangguk."Sudah," balasnya singkat tidak minat dengan pembahasan seperti ini."Kara tidak akan ikut mengantar?""Saya tidak menawarinya Abella," balas Marco hendak pergi tapi, ditahan oleh Abella."Kenapa nggak Kamu bilang," kata Abella sedikit kesal Ia sudah meminta Marco mengatakan apa saja yang harus Ia katakan pada Kara tadi tapi, sepertinya Marco tidak mendengarkan hal itu.Abella merasa perkataannya tidak didengar dan Marco mulai mengabaikan dirinya."Saya tidak ingin membahas ini," ujar Marco lagi-lagi menghindar sedangkan Abella terus memancingnya sedari pagi tadi.Jika bukan karena permintaan Abella, Marco tidak akan mengantar Kara lalu menjemputnya. Tapi, Abella terus memaksa. Menurut Abella mereka harus mulai mengikutsertakan Kara dalam rumah tangga ini, karena Kara sebentar lagi Kara akan menjadi bagian dari mereka berdua.Abella ingin saja egois tapi, Ia tidak boleh karena Dia yang meminta suaminya menikahi gadis itu dan saatnya melapangkan hati dimulai."Tapi ini harus di bahas Marco! Kara sebentar lagi akan menjadi bagian dari Kita," tekan Abella sedikit meninggikan kalimatnya."Tapi, belum sekarang Abella! kenapa Saya merasa Kamu sangat perhatian pada Dia, apa Kamu sangat ingin Saya peduli pada Dia."Deg...ada rasa yang tidak bisa Abella jelaskan, Ia tidak ingin tapi juga tidak bisa menolak. Tanpa sadar air mata Abella mengalir."Kalau Kamu benar-benar ingin baiklah akan Saya lakukan." Air mata wanita itu semakin deras lolos membasahi pipinya."Iya Aku ingin Kamu mencintai Kara!" tegas Abella walaupun amat sakit mengatakan hal itu.Dilain tempat Kara justru sibuk membaca artikel dan semua berita serta majalah tentang Marco. Gadis itu menghitung perbedaan usianya dan Marco sekitar 10 tahun."Pantas aja Gue merasa Dia kayak om-om," celoteh Kara menggerak-gerakan bibirnya.Gadis itu berpikir bisa-bisanya Ia akan menikahi laki-laki yang sangat jauh dari dirinya. Apalah selanjutnya yang akan terjadi pada hidupnya ini, seperti apa juga kehidupan rumah tangga mereka. Jika Ia hamil apakah Dia akan tetap kuliah? apakah dia akan ikut mengurus Marco? atau memasak? atau menyiapkan pakaiannya atau tidur bersama? atau tidur bertiga?"Tau ah pusing Aku," keluh Kara pada akhirnya.Kara tidak pernah belajar dan diajarkan tentang pernikahan dan dia tidak siap akan hal itu. Lagi-lagi pikirannya berada diantara Marco dan istrinya sangat-sangat mengganggu."Hubungan istri pertama dan kedua tidak pernah baik." Kara mengulang kalimat yang dibaca di twitter.Dimana istri pertama sering menganiaya istri kedua, belum lagi karena diminta secepatnya hamil karena keluarga itu menginginkan bayi dari Dia."Apa setelah Aku melahirkan...Aku akan diceraikan?" kalau begitu Kara harus membuat perjanjian dan negoisasi agar Ia tidak di buang begitu saja dan menjadi gembel.Seminggu ini Kara tidak pernah melewatkan kelasnya walaupun bersamaan dengan mempersiapkan pernikahan mulai dari dress hingga perlengkapan lainnya. Hari itu akan tiba besok dan Ia sudah membuat perjanjian pada Marco, tentu Marco akan menandatanganinya.****Thanks guysHappy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l