Wanita itu tak mengatakan apa pun sepanjang mereka sarapan. Jeff sendiri tak tahu apa saja yang ia masukkan ke mulutnya. Ia tak peduli, selama ia bisa mengisi energi. Sepanjang sarapan itu, Jeff tak mengurangi kewaspadaannya dari wanita yang duduk di ujung lain meja makan itu.
“Aku memesan cukup banyak makanan. Tapi, jika kau masih merasa kurang …”
“Ini sudah cukup,” Jeff menyela. “Ada hal lain selain makanan yang seharusnya kau berikan padaku.”
Wanita itu menghela napas. “Baiklah. Kau bisa bertanya,” ucap wanita itu.
“Siapa kau sebenarnya?” Jeff bertanya tanpa basa-basi.
Tidak hanya wanita itu bisa melawan orang-orang yang mengepung Jeff semalam dengan mudah, ketika mereka tiba di hotel ini pun, mereka bisa masuk tanpa menarik perhatian para staf hotel. Seolah … hotel ini adalah milik wanita itu.
Wanita itu menjentikkan jari, lalu Trent yang berdiri di belakang wanita itu, menghampiri Jeff dan meletakkan sebuah kartu nama di meja. Jeff tak mengambil kartu nama itu, tapi dia bisa membaca tulisan yang ada di sana.
Celine Laurence Rodriguez.
Royale Group.
Jeff pernah mendengar dua nama itu. Pertama, Celine yang merupakan keluarga inti dari pemilik Royale Group. Kedua, Royale Group yang merupakan perusahaan besar yang bergerak di berbagai bisnis mulai dari properti, asuransi, hingga perbankan.
Jeff tahu dua hal itu karena Bernard, Bos Besar dari organisasi hitamnya, berencana bekerja sama dengan Royale Group. Bahkan, sepertinya dia sudah punya koneksi dengan beberapa orang dari Royale Group. Meningkatkan kewaspadaannya, Jeff meraih pisau buah yang ada dalam jangkauan tangannya.
“Apa kau memiliki hubungan dengan Bernard?” geram Jeff.
Namun, wanita di seberang meja itu mengerutkan kening. “Bernard? Siapa dia?” tanya wanita itu heran.
Jeff memeriksa ekspresi wanita itu. Dia tampaknya tidak berbohong tentang itu. Itu berarti, Bernard belum bisa mendekati mereka.
“Kau sepertinya masih belum sepenuhnya percaya padaku,” Celine berbicara. “Kalau begitu, apa kau bisa sedikit percaya padaku jika kita sudah menandatangani kontrak?”
“Kontrak?” Jeff mengerutkan kening.
“Bukankah semalam sudah kukatakan padamu?” sebut wanita itu. “Kau tidak akan pernah mengalami hal-hal seperti semalam begitu kau menjadi mempelai priaku.”
“Maksudmu …?”
“Menikahlah denganku,” ucap wanita itu. “Aku akan menuruti semua syarat yang kau ajukan, jadi kau bisa membaca lebih dulu kontrak dariku itu. Kita akan menambahkan syarat yang kau ajukan di revisi kontraknya. Tapi, agar kita tidak terlalu banyak melakukan revisi, ajukan syaratmu sekaligus.”
Trent kemudian menyerahkan sebuah i-Pad pada Jeff. Di layar i-Pad itu, terpampang halaman awal kontrak, di mana nama wanita itu dan nama Jeff tertulis sebagai pihak pertama dan pihak kedua. Jeff menatap Celine yang dengan santai menikmati dessert-nya.
Jeff memutuskan untuk fokus membaca kontrak itu dan memikirkan syarat apa yang akan ia ajukan. Wanita itu berkata jika dia akan menuruti semua syarat yang diajukan Jeff. Mengingat siapa wanita itu, Jeff akhirnya mengerti bagaimana bisa dia melawan orang-orang yang mengepung Jeff semalam. Meski, hal seperti semalam tidak akan terjadi jika salah satu dari bos markas yang menjadi pilar kekuatan Bernard ada di sana.
Tak seperti orang-orang yang bisa dengan mudah dikalahkan Celine semalam, orang-orang itu jauh lebih berbahaya. Namun, itu akan menjadi bagian Jeff untuk mengurus mereka. Bahkan untuk Celine pun, mereka terlalu berbahaya.
Setelah memeriksa isi kontrak dari Celine itu, Jeff bisa menyimpulkan bahwa wanita ini hanya membutuhkan Jeff untuk menjadi mempelainya dan mewakilinya di perusahaan. Hanya itu?
Apakah dia tidak memiliki calon selain Jeff, mengingat dua hal itu pasti bukan hal yang sulit ia dapatkan, mengingat siapa dirinya? Pasti ada banyak orang yang lebih berkuasa, lebih kuat, lebih bisa diandalkan daripada Jeff di sekelilingnya. Namun, kenapa wanita itu memilih Jeff sampai melibatkan diri dalam hal mengerikan seperti semalam?
Jeff sudah akan menanyakan itu ketika mendengar suara dari pintu kamar tidur,
“Om Jeff?”
Jeff langsung berdiri dan menghampiri Dion yang sepertinya baru bangun. Jeff berlutut di depan Dion dan tersenyum pada anak itu.
“Kau sudah bangun, Tiger?” sapa Jeff.
Dion mengangguk. Lalu, dia melongok ke belakang Jeff. Jeff ikut menoleh dan melihat Celine melambaikan tangan pada Dion sembari tersenyum.
“Selamat pagi, Dion,” wanita itu menyapa Dion ramah.
Dion membalas lambaian tangannya meski tampak bingung. “Selamat pagi …” balas anak itu. Dion lantas mendekatkan kepala ke telinga Jeff dan berbisik, “Itu siapa, Om?”
Ah, sepertinya semalam Dion tidak sempat melihat dengan seksama wajah wanita itu. Dia juga langsung tertidur karena kelelahan tak lama setelah mereka masuk ke mobil Celine. Jeff memastikan Dion tak melihat betapa mengerikannya lokasi tempat mereka dikepung semalam. Pun, Jeff tak bertanya tentang bagaimana Dion bisa ada di sana. Anak itu juga langsung percaya ketika Jeff menjelaskan jika suara tembakan itu adalah suara kembang api.
Namun, ada satu hal yang mengganjal di pikiran Jeff tentang kejadian semalam. Veros. Jeff yakin, pria itu yang membawa Dion ke lokasi semalam. Namun, ketika Celine datang, Veros tidak ada di sana. Jika di sana ada Veros, bahkan pasukan yang dibawa Celine pun mungkin akan terkapar tak berdaya.
Apa yang terjadi pada Veros?
***
Celine memperhatikan bagaimana Jeff dengan telaten membantu keponakannya sarapan. Dia mendekatkan berbagai macam makanan ke dekat keponakannya, mengoleskan selai ke roti untuk anak itu, bahkan mengelap bibir anak itu yang belepotan.
Terlepas dari kehidupan pria itu sebelum ini, dia bisa mengurus seorang anak dengan baik. Tidak, lebih tepatnya, dia tampak putus asa. Anak itu adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa sekarang.
Dan anak itu adalah kuncinya. Selama Celine memastikan keselamatan anak itu, maka Jeff akan melakukan apa pun untuknya. Celine bahkan tidak akan terkejut jika semua syarat yang diajukan Jeff nantinya akan penuh dengan anak itu. Mengingat, pria itu sudah membuang hidupnya sendiri belasan tahun lalu.
“Dion,” panggil Celine.
Dion menoleh padanya, sementara Jeff seketika menatap Celine penuh kewaspadaan.
“Mulai sekarang, Tante akan menjadi keluargamu. Apa kau keberatan?” tanya Celine tanpa basa-basi.
Dion mengerjap, lalu menoleh pada Jeff. Pria itu mengangguk kecil pada Dion. Ketika Celine menyapanya tadi, Jeff memperkenalkan Celine sebagai temannya pada anak itu.
Dion lalu menoleh lagi pada Celine dan sambil tersenyum lebar, dia berkata, “Mama bilang, semakin banyak keluarga, akan semakin baik. Agar kita tidak kesepian lagi.”
Celine tertegun. Ah … begitukah? Celine harus memastikan anak itu tidak pernah tahu situasi keluarga Celine. Keluarga besar yang hanya memburu satu sama lain demi kekuasaan.
“Kalau kita jadi keluarga, apa itu berarti, kita akan tinggal di rumah yang sama mulai sekarang?” tanya anak itu lagi.
Celine mengangguk. “Tentu saja.”
“Dengan Mama dan Papa juga?” tanya anak itu.
Celine terhenyak. Ia tak bisa menjawab itu dan menatap Jeff. Ekspresi pria itu seketika berubah. Ia tampak terluka …
“Ya,” jawab pria itu. “Tapi, kita tidak tahu kapan mereka akan pulang, jadi kita harus menunggu mereka.”
“Berapa malam?” tanya anak itu dengan polosnya.
“Um … Om tidak bisa menghitungnya. Tapi, kita hanya harus menunggu, kan?” Jeff memberikan jawaban dengan wajah sedih.
“Hmmm … tapi, Mama dan Papa pasti akan sangat senang ketika pulang nanti. Karena keluarga kita sudah bertambah,” ucap anak itu dengan senyum lebar.
“Ya …” jawab Jeff. Namun, luka dalam suara itu terdengar begitu jelas.
***
Setelah membiarkan beberapa mobil van hitam berpenumpang penuh mengikuti mobilnya di kawasan klub malam milik organisasi, Jeff membawa mereka ke sebuah gedung kosong di samping gang kecil yang terletak di pinggiran kota. Jeff memilih tempat yang sepi dan memperhitungkan jalur kabur dari atas gedung juga. Itu adalah tempat yang pas untuk one man squad.Jeff tiba di depan gedung itu bertepatan dengan suara petir yang menyambar keras, lalu diikuti hujan yang seketika mengguyur deras. Menerobos hujan, Jeff turun dari mobil tanpa mematikan mesinnya, dan berlari masuk ke gedung. Ia menekan tombol peledak yang sudah ia simpan di mobilnya tatkala orang-orang yang mengejarnya lewat. Itu mengulur waktu Jeff untuk mengambil jarak. Dia menaiki tangga dan bersiap di anak tangga teratas di lantai dua gedung kosong itu, menunggu mangsanya.Jeff tak kesulitan melawan mereka dari tangga. Posisinya lebih mudah untuk melawan banyak orang. Hingga seseorang mulai menggunakan senjata api. Jeff harus menghi
Jeff melompati meja-meja yang ada di restoran itu untuk tiba di meja tempat keponakannya berada dan segera menepis kotak susu di tangan keponakannya. Keponakannya itu tampak terkejut. “Om Jeff …” Jeff menatap sekeliling, tapi ia tak lagi menemukan Veros di sana. Namun, Jeff tetap waspada. “Om Jeff, ada apa?” tanya keponakannya itu. “Es krimku mana, Om?” Mendengar pertanyaan anak itu, Jeff tersadar. Ia menoleh ke tempat ia menjatuhkan nampan tadi. Namun, tidak hanya itu. Saat ini, para staf restoran sedang lekat menatapnya, beberapa ada yang berbisik-bisik. Gawat. Jeff tak bisa menarik perhatian lagi di sini. Dia harus segera pergi dari sini. Maka, Jeff segera menggendong keponakannya dan membawanya pergi dari sana tanpa makanan atau apa pun. Mereka kembali ke mobil. Dan begitu Jeff juga masuk ke mobil setelah memasukkan Dion ke mobil, keponakannya yang duduk di jok belakang itu kembali bertanya, “Kita tidak jadi makan, Om? Es krimku?” Jeff seketika merasa bersalah pada anak it
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff mengumpat kasar sembari melajukan mobil dan membanting setir ke kanan, tapi truk itu sempat menyerempet bagian belakang mobilnya, membuat mobilnya otomatis terbanting ke arah kanan. Untungnya, alih-alih menabrak badan truk, mobilnya menghantam pembatas jalan lampu merah. Sementara, truk yang nyaris menghancurkan mobilnya tadi terus melaju. Jika Jeff tidak sedang buru-buru, ia pasti sudah mengejar truk itu dan memberi sopirnya pelajaran. Namun saat ini, yang terpenting adalah mobil ini masih bisa berjalan. Meski bagian pintu sebelah kanannya ringsek parah. Setidaknya, Jeff tidak sampai terluka meski hantaman tadi cukup memberikan tekanan keras di tangan dan kaki kanannya. Bahkan kepalanya juga terbentur ke sisi mobil tadi. Pandangannya sedikit goyah, tapi Jeff tidak merasa terganggu dengan itu. Jalanan yang sepi karena malam sudah begitu larut memudahkan Jeff untuk meninggalkan TKP. Saat ini, prioritasnya adalah keponakannya. Maka, dengan mobil ringsek itu, Jeff melaju dengan ke