Share

Chapter 06 | Suatu Kebetulan

Malam ini semua isi mansion berhamburan keluar, semua penjaga bahkan sampai turun ke jalanan untuk mencari Austin. Tidak terkecuali Azriya yang turut kalut lantaran perasaannya yang merasa sangat bersalah. Wanita cantik itu tengah berdiri mematung dan termenung seakan tidak tahu harus melakukan apa, tangannya menggenggam erat jemari lentiknya guna menahan kegelisahan, bahkan bibirnya juga tiada henti berdoa.

Tanpa di sadari olehnya, dari arah ruang tengah Lauren tengah berjalan cepat ke arahnya. Wanita paruh baya itu langsung menarik lengan Azriya hingga menyebabkan wanita itu hampir terjungkal. Belum berakhir keterkejutan Azriya, Lauren melayangkan tangannya, dan menampar kuat pada pipi wnaita yang baru saja menjadi menantunya tersebut.

Plakkk!

"Akh!" pekik Azriya saat merasakan pipinya memanas.

"Dasar wanita tidak tahu diri!"

Plakkk!

Lagi, sebuah tamparan kembali Lauren layangkan pada pipi kanan Azriya, sedangkan wanita cantik itu hanya bisa menahan rasa panasnya tanpa berniat membalas.

"Kau nggak becus menjaga Austin, heh! Ternyata benar apa yang dikatakan Adolf, kau itu hanya perusuh di mansion ini. Belum ada satu minggu dan masalah sudah datang bertubi-tubi. Seharusnya sedari awal Gavriel tidak sebodoh itu langsung menyetujui permintaan Kartika!"

Lauren berusaha mengatur deru napasnya yang memburu, dadanya nampak naik turun, dengan urat-urat leher yang mencuat.

"Apa jangan-jangan kau yang mengatakan kepada Kartika agar kau bisa menjadi istrinya Gavriel, lalu membuat kekacauan di mansion ini, iya ...?!"

Azriya menggeleng.

"Aku nggak pernah melakukan itu, Mom. Silakan Mommy tanya sendiri kepada tenaga medis yang menangani Kartika, apa ada aku memintanya melakukan hal itu."

"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan Mommy, aku nggak sudi!"

Hening! Azriya tidak menjawab sepatah katapun.

Belum pudar rasa panas pada pipinya, kini Azriya harus merasakan sakit hati saat dituduh atas hal yang tidak dia lakukan.

"Kalau sampai Austin kenapa-napa, siap-siap saja angkat kaki dari mansion ini!"

Lauren lantas pergi meninggalkan Azriya yang masih menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Wanita cantik itu masih terus menatap tajam kepada punggung Lauren bahkan saat wanita paruh baya itu sudah menghilang di balik pintu.

Baru setelahnya, Azriya turut meninggalkan ruang tamu dan menuju halaman depan. Meskipun nanti Gavriel juga akan mengusirnya, setidaknya ia sudah berusaha ikut mencari Austin.

***

"Ya Tuhan, Austin ... ke mana kamu, Nak," gumam Azriya.

Sampai saat ini belum diketahui ke mana perginya bocah itu. Sungguh! Azriya bahkan merasa sangat tidak berguna saat ini. Ia yang telah diberikan amanat oleh Kartika, malah tidak menjaganya dengan baik.

"Ngapain kamu mondar-mandir?!" tanya suara bariton yang membuat tubuh Azriya sontak menegang.

"A-Aku—"

"Kalau cuma mau nyariin Austin, mendingan kamu nggak usah ikut. Kamu lupa dia hilang gara-gara siapa?! Mulai detik ini kamu jangan dekat-dekat lagi dengan anak-anakku," ucap Gavriel.

"Maaf, Gav. Aku sangat merasa bersalah."

"Apa ucapan maafmu bisa mengembalikan anakku?! Simpan saja ucapan maaf tidak berguna mu itu!"

Azriya menahan napas saat Gavriel pergi setelah mengatakan hal menyakitkan barusan. Namun, ia tetap tidak mengindahkan peringatan Gavriel barusan, dirinya tetap bergabung dengan beberapa pengawal untuk mencari Austin ke jalanan.

Hingga malam semakin larut, tetapi tetap tidak ada kemajuan. Polisi bahkan sudah membantu proses pencariannya, tetapi hasilnya tetap nihil.

"Aku sudah memperingatkan Austin untuk tidak bermain dengan Aunty Riya, Grandma. Tapi dia tidak mau mendengarkan ku, dan sekarang dia malah hilang. Austin akan pulang 'kan, Grandma? Dia tidak akan seperti Mommy 'kan?"

Suara Adolf terdengar tengah berbisik dari balik tembok taman tempat Azriya menyandarkan tubuhnya. Rupanya bocah laki-laki itu juga masih terjaga.

"Austin akan kembali, kita doakan saja, ya. Biar para pengawal itu cepat menemukan Austin."

Azriya sontak mengubah posisi duduknya dan lantas menempelkan daun telinganya pada tembok tersebut saat mendengar suara Lauren yang menyahut.

'Aku penasaran bagaimana wanita itu mempengaruhi cucunya sendiri,' batin Azriya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam dan pencarian masih belum membuahkan hasil. Adolf sudah dibawa maid untuk masuk ke dalam kamar, sementara yang lain masih melakukan upaya untuk menemukan Austin.

Wajah-wajah itu hampir menyerah. Bagaimana tidak?! Peluh keringat sudah membasahi pelipis mereka, tetapi hasil belum juga terlihat. Bahkan Gavriel sudah seperti kehilangan semangat hidupnya.

"Apa yang akan aku katakan kepada Kartika kalau anaknya hilang? Dia pasti akan sangat sedih," gumam Gavriel.

"Kita akan menemukannya, Gav. Polisi juga sudah menyusuri kota ini, pasti Austin secepatnya akan ketemu," sahut Azriya.

Gavriel langsung memalingkan kepalanya dengan pandangan menghunus tajam, rahang tegas itu sontak mengeras, dengan deru napas yang terdengar kasar. Wajah garangnya langsung memerah dan kian mendekat pada wajah cantik Azriya.

"Apa aku minta pendapatmu?! Apa aku minta kau menjawab kata-kataku?!" sentaknya.

"Gav—"

"Austin hilang karena kebodohanmu! Dan kau masih berani berucap! Apa akalmu sudah hilang, hah ...?! Harus berapa kali aku bilang kalau aku muak mendengar suaramu! Aku tidak sudi mendengar suaramu sampai Austin kembali, Sialan ...!"

Azriya sontak mundur beberapa langkah. Wanita cantik itu masih menunduk dengan menahan napas.

Bohong kalau dia tidak khawatir, apalagi merasa bersalah. Justru Azriya yang paling tidak tenang sedari tadi, tetapi apa boleh buat? Tuhan belum memberikan jawaban untuknya.

Hingga waktu sudah menunjukkan hampir pukul satu dini hari, nampak sebuah mobil sport berwarna kuning metalik memasuki gerbang mansion Erlando. Gavriel dan Lauren langsung bangkit, sementara Azriya hanya diam mematung dengan pandangan penuh tanda tanya.

"Mom," ucap seorang wanita yang baru saja keluar dari mobil tersebut.

"Silvana ... Nak!" Lauren langsung menghambur ke pelukan wanita dengan wajah teduh dan rambut sebahu tersebut.

"Jangan menangis, Mom. Austin bersamaku, aku menemukannya diam sendirian di pinggir jalan."

Deg!

Gavriel sontak mencengkeram bahu Silvana dengan mata melotot, "apa yang kamu katakan, Kak?!" tanyanya.

"Aku menemukan Austin, Gav. Dia ada di dalam mobilku, dan sedang tidur sama Aurel. Sebaiknya kamu gendong dia dan bawa masuk, Kakak jelaskan di dalam."

Gavriel langsung mengangguk dan lantas menghampiri mobil tersebut. Benar saja, sepersekian detik kemudian Gavriel kembali keluar dengan membopong tubuh kecil itu dalam dekapannya, juga ada seorang gadis kecil cantik sekitar umur enam tahun yang ikut keluar dari mobil tersebut.

Gadis dengan kuncir dua di kepalanya itu langsung digendong oleh Lauren. Mereka semua lantas masuk ke dalam mansion, sehingga membuat Azriya juga mengikutinya dari belakang.

"Siapa dia? Kenapa Gavriel memanggilnya Kakak?" gumam Azriya.

Ternyata seorang maid mendengar suaranya barusan, "dia adalah Nona Silvana. Putri sulung Nyonya Besar, Nona," jawab maid tersebut.

Azriya terhenyak dan kemudian mengangguk untuk menyembunyikan tanda tanya besar di dalam benaknya. Ia masih mempertahankan pandangan awasnya menatap wanita dengan wajah keibuan tersebut.

'Bagaimana bisa ini suatu kebetulan?' batin Azriya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status