Share

Chapter 05 | Austin Hilang

Azriya menidurkan Austin setelah anak laki-laki itu merengek lantaran mengantuk. Keduanya usai bermain cukup lama, mungkin Austin kelelahan. Wanita cantik itu masih mengipas tubuh mungil dalam dekapannya tersebut, hingga ia tidak menyadari di belakangnya berdiri sosok laki-laki yang menatap datar ke arahnya.

"Austin sudah tidur?" tanyanya yang membuat Azriya tersentak kaget.

Ia lantas menoleh, dan mendapati Gavriel berdiri menjulang di samping tempat tidur.

"Gav," ucapnya dan lantas menegakkan tubuh.

"Ada yang mau aku bicarakan."

Azriya kembali menoleh kepada Austin yang sudah terlelap dalam mimpinya.

"Jangan di sini, Austin baru saja tidur. Kita bicara di tempat lain saja."

"Baiklah, kalau begitu ayo ke kamarku."

Azriya mengikuti langkah Gavriel menuju kamarnya, setelah tiba di kamar berukuran sangat luas tersebut, Gavriel langsung mengunci pintu dan menyalakan alat kedap suara.

"Apa yang kamu lakukan sama Adolf?!" tanyanya tanpa basa-basi.

"Apa, Gaf?"

"Kamu pengaruhi Adolf sama Austin untuk bertengkar?! Iya?!"

Azriya menggeleng dengan raut penuh tanda tanya, keningnya mengerut seolah bingung dengan apa maksud lelaki di depannya tersebut. Atau jangan-jangan wanita paruh baya itu yang sudah membual cerita kepada Gavriel? Pikirnya.

"Jawab, Riya ...! Kamu di sini hanya sebagai Ibu sambung, kalau seperti ini pasti Kartika akan menyesal sudah mengamanatkan mereka kepadamu!"

"Ada satu hal yang kamu nggak tahu, Gav. Malam pertama aku di mansion ini, saat aku lewat depan kamar Austin dan Adolf. Aku mendengar Adolf bicara sama Austin, dan kamu tahu apa itu ...?!"

Gavriel hanya diam, tetapi sorot matanya tidak beralih dari Azriya. Lebih tepatnya sorot mata kebencian. Hingga Azriya mulai menjelaskan semuanya, sampai kecurigaannya bahwa ada seseorang yang telah menghasut Adolf.

Namun, Gavriel malah melepas gelak tawanya.

"Sekarang kamu mau memfitnah keluargaku? Kamu berlindung dengan cara ini, Riya?!"

"Terserah kalau kamu nggak percaya. Tapi aku akan cari tahu tentang hal ini, dan kamu jangan menyesal kalau Adolf memang ada yang mempengaruhi!"

Gavriel semakin mengetatkan rahangnya dan menatap tajam ke dalam manik hitam Azriya.

"Jangan memfitnah keluargaku, Sialan! Kau lupa posisimu?!" tanyanya dengan pandangan menukik tajam.

Azriya turut memajukan wajahnya hingga jarak keduanya hanya tinggal sejengkal. Wanita cantik itu melemparkan seringai ejekan kepada wajah tampan di depannya tersebut.

"Apa kau lupa? Kau kemarin sudah mengajakku sebagai rekan? Kalau begitu aku ingatkan lagi, ya! Kau sendiri yang memintaku mengawasi Austin dan Adolf, dan ini lah caraku! Aku berlaku begini karena sadar mereka berdua punya Daddy yang nggak peka!" ucapnya penuh penekanan.

Azriya berlalu keluar dari kamar tersebut tanpa memperdulikan raut wajah Gavriel. Baginya, lelaki itu tidak lebih dari pria bodoh yang sama sekali tidak peka pada keadaan sekitar, padahal jelas-jelas ada musuh di balik selimut di dalam mansion ini.

***

Langit senja nampak indah di ujung barat, tetapi bocah laki-laki itu masih asyik bermain bola. Sudah beberapa kali Azriya meminta Austin untuk masuk rumah, tetapi bocah tampan itu selalu menolak.

"Sebentar, Aunty. Aku masih mau main sebelum besok masuk sekolah," ucapnya, entah sudah yang ke berapa kali.

Wanita cantik itu hanya mampu menghela napas. Austin memang sangat aktif, sehingga ia hanya bisa mengawasi tanpa menggertak lebih jauh. Hingga beberapa menit kemudian Azriya merasakan getaran pada saku ponselnya. Setelah ia lihat, ternyata panggilan masuk dari Kakaknya.

"Halo, Kak. Ada kabar terbaru?"

"Iya, Riya. Kasus tentang infeksi virus yang menimpa Kartika sudah ditutup hari ini," ucap Andreas yang lantas membuat Azriya terhenyak.

Azriya sontak membelalakkan mata. Bagaimana bisa? Pikirnya. Cukup lama Azriya hening lantaran begitu terkejut dengan ucapan Andreas, hingga akhirnya Kakak laki-lakinya itu kembali membuka suara di seberang telepon.

"Ada orang yang sudah meminta rumah sakit untuk menutup kasus ini, dan Kakak nggak tahu itu siapa. Sepertinya dia punya power yang besar."

"Lalu, bagaimana kita bisa mencari jawaban siapa dalangnya, Kak?!"

"Mau nggak mau kamu harus mengawasi setiap orang yang ada di mansion itu, Riya. Mau bagaimana lagi ...? Rumah sakit sudah menutup kasus ini, otomatis kita nggak bisa menyelidiki apapun. Azriya ... kamu harus hati-hati di sana, jangan lupa berdoa, dan jangan gegabah. Karena kamu belum tahu siapa penjahat yang sebenarnya," jelas Andreas panjang lebar.

Azriya mengangguk lirih.

"Iya, Kak. Kalau ada apa-apa aku juga akan ngomong sama Kakak."

"Iya, Riya. Ngomong-ngomong kamu lagi ngapain sekarang?"

"Aku lagi nemenin Austin main, Kak."

Deg!

Pupil wanita cantik itu sontak melotot lebar saat baru saja mengalihkan pandangan, tetapi tidak menemukan Austin di tempatnya. Hanya ada bola yang sedari tadi anak kecil itu mainkan. Lalu, ke mana perginya dia? Oh, Tuhan!

TUT!

Azriya langsung mematikan sambungan telepon tersebut tanpa menghiraukan suara Andreas yang sedari tadi memanggilnya. Kaki jenjangnya langsung berlarian menyusuri taman tempatnya tadi bermain dengan Austin. Bahkan ia sampai menyusuri ke jalanan depan.

"Apa kalian melihat Austin keluar?" tanyanya kepada penjaga.

"Maaf, Nona. Tapi kami tidak melihatnya."

Azriya langsung berlari memasuki mansion, ia juga menanyakan hal yang sama kepada maid. Namun, jawaban meraka sama dengan para penjaga di depan. Tidak ada yang melihat ke mana perginya Austin.

"Ya Tuhan ...," gumamnya.

Wanita cantik itu kemudian berlari menaiki tangga menuju ruang kerja Gavriel, beruntung lelaki itu baru saja selesai dengan pekerjaannya. Kalau tidak, pasti Azriya semakin kena amuk.

"Ada apa? Kenapa kau lari-lari?" tanya Gavriel.

"Aku mau cek CCTV sekarang juga. Austin hilang, Gav."

Tubuh Gavriel sontak menegang dengan bola mata yang membulat sempurna, bahkan rahang tegas itu juga turut mengetat. Tanpa bicara apa-apa lagi Gavriel langsung mengakses CCTV yang mengakses ke arah taman dari laptopnya.

Beberapa menit kemudian nampak di layar tersebut saat Azriya sedang menerima telepon, Austin berjalan ke gerbang sisi utata yang tidak ada penjaganya.

"Lihat ...! Lihatlah ulah bodohmu yang sudah menyebabkan anakku hilang! Kau malah asyik dengan ponselmu sampai-sampai nggak tahu Austin sudah pergi!"

"Aku tadi lagi ditelepon sama Kak Andreas, Gav."

"Apapun itu, pasti sekarang mendiang Kartika sedang menangis di atas sana lantaran mempercayai wanita bodoh sepertimu! Kau bilang kau akan menjalankan wasiat dari Kartika dengan menjaga anak-anaknya, tapi apa ....? Kau malah membuat Austin dalam bahaya, dan Adolf menjadi seorang pembenci ...!"

Sakit! Dituduh seperti ini memang sangat sakit bagi Azriya, tetapi tidak mengalahkan rasa khawatirnya perihal Austin.

"Kalau sampai Austin kenapa-napa, aku akan menceraikanmu!"

"Aku nggak takut kamu ceraikan, toh aku masuk ke dalam pernikahan ini juga bukan kemauanku. Tapi kalau kamu melakukannya, kamu akan menyesal karena sudah menyepelekanku dan wasiat dari Kartika!"

Plakkk!

"Argh ...!" pekik Azriya dengan wajah terbuang ke samping.

Sebuah tamparan panas mendarat pada pipi mulus Azriya. Demi apapun ini adalah tamparan pertama yang ia terima di dalam hidupnya. Pipi wanita cantik itu sudah memerah, dengan bola mata yang semakin menatap dalam kepada Gavriel.

"Jangan pernah mengancamku dengan wasiat omong kosong mu itu, Riya! Aku muak mendengarmu menyebut nama istriku!" ucapnya dengan menunjuk tepat pada wajah Azriya.

Gavriel keluar dari ruangan tersebut dan lantas memerintahkan kepada semua pengawal untuk mencari Austin. Sementara Azriya masih berdiri dengan memegangi pipinya yang panas karena tamparan tadi.

"Kau akan menyesali sikapmu hari ini, Gav!" gumamnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anggra
duhh..jngan bkin azriya jdi wanita lemah dongg..dia harus kuat..sekali kena tamparan harus dibalas 10 x..biar si bodoh Gavriel GK nyepelekan dia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status