Azriya menidurkan Austin setelah anak laki-laki itu merengek lantaran mengantuk. Keduanya usai bermain cukup lama, mungkin Austin kelelahan. Wanita cantik itu masih mengipas tubuh mungil dalam dekapannya tersebut, hingga ia tidak menyadari di belakangnya berdiri sosok laki-laki yang menatap datar ke arahnya.
"Austin sudah tidur?" tanyanya yang membuat Azriya tersentak kaget.Ia lantas menoleh, dan mendapati Gavriel berdiri menjulang di samping tempat tidur."Gav," ucapnya dan lantas menegakkan tubuh."Ada yang mau aku bicarakan."Azriya kembali menoleh kepada Austin yang sudah terlelap dalam mimpinya."Jangan di sini, Austin baru saja tidur. Kita bicara di tempat lain saja.""Baiklah, kalau begitu ayo ke kamarku."Azriya mengikuti langkah Gavriel menuju kamarnya, setelah tiba di kamar berukuran sangat luas tersebut, Gavriel langsung mengunci pintu dan menyalakan alat kedap suara."Apa yang kamu lakukan sama Adolf?!" tanyanya tanpa basa-basi."Apa, Gaf?""Kamu pengaruhi Adolf sama Austin untuk bertengkar?! Iya?!"Azriya menggeleng dengan raut penuh tanda tanya, keningnya mengerut seolah bingung dengan apa maksud lelaki di depannya tersebut. Atau jangan-jangan wanita paruh baya itu yang sudah membual cerita kepada Gavriel? Pikirnya."Jawab, Riya ...! Kamu di sini hanya sebagai Ibu sambung, kalau seperti ini pasti Kartika akan menyesal sudah mengamanatkan mereka kepadamu!""Ada satu hal yang kamu nggak tahu, Gav. Malam pertama aku di mansion ini, saat aku lewat depan kamar Austin dan Adolf. Aku mendengar Adolf bicara sama Austin, dan kamu tahu apa itu ...?!"Gavriel hanya diam, tetapi sorot matanya tidak beralih dari Azriya. Lebih tepatnya sorot mata kebencian. Hingga Azriya mulai menjelaskan semuanya, sampai kecurigaannya bahwa ada seseorang yang telah menghasut Adolf.Namun, Gavriel malah melepas gelak tawanya."Sekarang kamu mau memfitnah keluargaku? Kamu berlindung dengan cara ini, Riya?!""Terserah kalau kamu nggak percaya. Tapi aku akan cari tahu tentang hal ini, dan kamu jangan menyesal kalau Adolf memang ada yang mempengaruhi!"Gavriel semakin mengetatkan rahangnya dan menatap tajam ke dalam manik hitam Azriya."Jangan memfitnah keluargaku, Sialan! Kau lupa posisimu?!" tanyanya dengan pandangan menukik tajam.Azriya turut memajukan wajahnya hingga jarak keduanya hanya tinggal sejengkal. Wanita cantik itu melemparkan seringai ejekan kepada wajah tampan di depannya tersebut."Apa kau lupa? Kau kemarin sudah mengajakku sebagai rekan? Kalau begitu aku ingatkan lagi, ya! Kau sendiri yang memintaku mengawasi Austin dan Adolf, dan ini lah caraku! Aku berlaku begini karena sadar mereka berdua punya Daddy yang nggak peka!" ucapnya penuh penekanan.Azriya berlalu keluar dari kamar tersebut tanpa memperdulikan raut wajah Gavriel. Baginya, lelaki itu tidak lebih dari pria bodoh yang sama sekali tidak peka pada keadaan sekitar, padahal jelas-jelas ada musuh di balik selimut di dalam mansion ini.***Langit senja nampak indah di ujung barat, tetapi bocah laki-laki itu masih asyik bermain bola. Sudah beberapa kali Azriya meminta Austin untuk masuk rumah, tetapi bocah tampan itu selalu menolak."Sebentar, Aunty. Aku masih mau main sebelum besok masuk sekolah," ucapnya, entah sudah yang ke berapa kali.Wanita cantik itu hanya mampu menghela napas. Austin memang sangat aktif, sehingga ia hanya bisa mengawasi tanpa menggertak lebih jauh. Hingga beberapa menit kemudian Azriya merasakan getaran pada saku ponselnya. Setelah ia lihat, ternyata panggilan masuk dari Kakaknya."Halo, Kak. Ada kabar terbaru?""Iya, Riya. Kasus tentang infeksi virus yang menimpa Kartika sudah ditutup hari ini," ucap Andreas yang lantas membuat Azriya terhenyak.Azriya sontak membelalakkan mata. Bagaimana bisa? Pikirnya. Cukup lama Azriya hening lantaran begitu terkejut dengan ucapan Andreas, hingga akhirnya Kakak laki-lakinya itu kembali membuka suara di seberang telepon."Ada orang yang sudah meminta rumah sakit untuk menutup kasus ini, dan Kakak nggak tahu itu siapa. Sepertinya dia punya power yang besar.""Lalu, bagaimana kita bisa mencari jawaban siapa dalangnya, Kak?!""Mau nggak mau kamu harus mengawasi setiap orang yang ada di mansion itu, Riya. Mau bagaimana lagi ...? Rumah sakit sudah menutup kasus ini, otomatis kita nggak bisa menyelidiki apapun. Azriya ... kamu harus hati-hati di sana, jangan lupa berdoa, dan jangan gegabah. Karena kamu belum tahu siapa penjahat yang sebenarnya," jelas Andreas panjang lebar.Azriya mengangguk lirih."Iya, Kak. Kalau ada apa-apa aku juga akan ngomong sama Kakak.""Iya, Riya. Ngomong-ngomong kamu lagi ngapain sekarang?""Aku lagi nemenin Austin main, Kak."Deg!Pupil wanita cantik itu sontak melotot lebar saat baru saja mengalihkan pandangan, tetapi tidak menemukan Austin di tempatnya. Hanya ada bola yang sedari tadi anak kecil itu mainkan. Lalu, ke mana perginya dia? Oh, Tuhan!TUT!Azriya langsung mematikan sambungan telepon tersebut tanpa menghiraukan suara Andreas yang sedari tadi memanggilnya. Kaki jenjangnya langsung berlarian menyusuri taman tempatnya tadi bermain dengan Austin. Bahkan ia sampai menyusuri ke jalanan depan."Apa kalian melihat Austin keluar?" tanyanya kepada penjaga."Maaf, Nona. Tapi kami tidak melihatnya."Azriya langsung berlari memasuki mansion, ia juga menanyakan hal yang sama kepada maid. Namun, jawaban meraka sama dengan para penjaga di depan. Tidak ada yang melihat ke mana perginya Austin."Ya Tuhan ...," gumamnya.Wanita cantik itu kemudian berlari menaiki tangga menuju ruang kerja Gavriel, beruntung lelaki itu baru saja selesai dengan pekerjaannya. Kalau tidak, pasti Azriya semakin kena amuk."Ada apa? Kenapa kau lari-lari?" tanya Gavriel."Aku mau cek CCTV sekarang juga. Austin hilang, Gav."Tubuh Gavriel sontak menegang dengan bola mata yang membulat sempurna, bahkan rahang tegas itu juga turut mengetat. Tanpa bicara apa-apa lagi Gavriel langsung mengakses CCTV yang mengakses ke arah taman dari laptopnya.Beberapa menit kemudian nampak di layar tersebut saat Azriya sedang menerima telepon, Austin berjalan ke gerbang sisi utata yang tidak ada penjaganya."Lihat ...! Lihatlah ulah bodohmu yang sudah menyebabkan anakku hilang! Kau malah asyik dengan ponselmu sampai-sampai nggak tahu Austin sudah pergi!""Aku tadi lagi ditelepon sama Kak Andreas, Gav.""Apapun itu, pasti sekarang mendiang Kartika sedang menangis di atas sana lantaran mempercayai wanita bodoh sepertimu! Kau bilang kau akan menjalankan wasiat dari Kartika dengan menjaga anak-anaknya, tapi apa ....? Kau malah membuat Austin dalam bahaya, dan Adolf menjadi seorang pembenci ...!"Sakit! Dituduh seperti ini memang sangat sakit bagi Azriya, tetapi tidak mengalahkan rasa khawatirnya perihal Austin."Kalau sampai Austin kenapa-napa, aku akan menceraikanmu!""Aku nggak takut kamu ceraikan, toh aku masuk ke dalam pernikahan ini juga bukan kemauanku. Tapi kalau kamu melakukannya, kamu akan menyesal karena sudah menyepelekanku dan wasiat dari Kartika!"Plakkk!"Argh ...!" pekik Azriya dengan wajah terbuang ke samping.Sebuah tamparan panas mendarat pada pipi mulus Azriya. Demi apapun ini adalah tamparan pertama yang ia terima di dalam hidupnya. Pipi wanita cantik itu sudah memerah, dengan bola mata yang semakin menatap dalam kepada Gavriel."Jangan pernah mengancamku dengan wasiat omong kosong mu itu, Riya! Aku muak mendengarmu menyebut nama istriku!" ucapnya dengan menunjuk tepat pada wajah Azriya.Gavriel keluar dari ruangan tersebut dan lantas memerintahkan kepada semua pengawal untuk mencari Austin. Sementara Azriya masih berdiri dengan memegangi pipinya yang panas karena tamparan tadi."Kau akan menyesali sikapmu hari ini, Gav!" gumamnya.Malam ini semua isi mansion berhamburan keluar, semua penjaga bahkan sampai turun ke jalanan untuk mencari Austin. Tidak terkecuali Azriya yang turut kalut lantaran perasaannya yang merasa sangat bersalah. Wanita cantik itu tengah berdiri mematung dan termenung seakan tidak tahu harus melakukan apa, tangannya menggenggam erat jemari lentiknya guna menahan kegelisahan, bahkan bibirnya juga tiada henti berdoa.Tanpa di sadari olehnya, dari arah ruang tengah Lauren tengah berjalan cepat ke arahnya. Wanita paruh baya itu langsung menarik lengan Azriya hingga menyebabkan wanita itu hampir terjungkal. Belum berakhir keterkejutan Azriya, Lauren melayangkan tangannya, dan menampar kuat pada pipi wnaita yang baru saja menjadi menantunya tersebut.Plakkk!"Akh!" pekik Azriya saat merasakan pipinya memanas."Dasar wanita tidak tahu diri!"Plakkk!Lagi, sebuah tamparan kembali Lauren layangkan pada pipi kanan Azriya, sedangkan wanita cantik itu hanya bisa menahan rasa panasnya tanpa berniat memba
Azriya berdiri mematung di tengah pintu kamar Austin. Di atas ranjang itu, bocah laki-laki tersebut tengah terbaring dengan seorang gadis kecil di sampingnya. Sedangkan Gavriel masih mengelus punggung mungil putranya, tatapan matanya masih menyorotkan kekhawatiran."Bagaimana kamu bisa bertemu dengan Austin, Van? Padahal kami sudah menyusuri jalanan ini, tapi kami sama sekali nggak menemukan apa-apa.""Saat aku pulang dari jemput Aurell les piano, sekitar jam tujuh malam itu, Mom. Aku lewat kedai es krim yang deketnya Apotek Lestari, kamu tahu 'kan, Gav?" tanya Silvana seraya mengalihkan pandangan kepada GavrielLelaki itu sontak mengangguk dengan pandangan yang menyorot lurus ke dalam manik mata Silvana."Nah, Aurell minta es krim. Waktu kami keluar mobil, aku nggak sengaja lihat ada anak kecil duduk sendirian, meringkuk gitu, di trotoar jalan. Aku langsung ke sana gandeng tangannya Aurell, Mom. Dan ternyata itu Austin.""Ya Tuhan!" pekik Lauren."Austin sendirian, Kak? Lalu, kenapa
Setelah memastikan anak-anak berangkat sekolah, Azriya lantas berbalik badan dan hendak masuk kembali ke dalam rumah. Namun, tiba-tiba tubuhnya terlonjak ke belakang saat Gavriel berada tepat di depannya."Kenapa?" tanyanya seraya semakin mendekatkan wajah kepada Azriya."Ka-Kamu ngapain berdiri di belakangku?! Aku 'kan jadi kaget!"Azriya mundur ke belakang. Jujur saja, berhadapan dengan jarak sedekat ini membuat wanita cantik itu gugup."Memangnya kenapa? Ada masalah?" tanyanya dengan raut datar.Azriya menggeleng, wanita cantik itu lantas berlalu pergi meninggalkan Gavriel yang masih mempertahankan tatapan tajamnya. Hingga kemudian lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu kembali membuka suara."Nanti malam acara peresmian pernikahan kita, sebaiknya hari ini kamu jangan ke rumah sakit. Atau kalau bisa, kamu berhenti beberapa waktu dulu biar fokus menjaga Austin dan Adolf."Deg!Berhenti? Apa maksudnya? Menjadi Dokter adalah cita-cita Azriya sedari dulu. Meskipun saat ini Azriya be
Gavriel masih berdiri di tengah pintu dengan pandangan datar. Namun, siapa yang tahu bahwa jantungnya sedari tadi terus berdesir, ia bahkan sudah menatap tubuh polos Azriya hampir satu menit lamanya. Pria itu bukannya tidak normal, ataupun tidak tertarik dengan Azriya. Bohong kalau matanya tidak jatuh cinta saat menatap tubuh indah tersebut, tetapi lagi-lagi bayangan Kartika lebih dulu hadir dalam benaknya.Yeah! Gavriel masih mencintai mendiang istrinya, begitu dalam, sehingga tidak mampu mengkhianatinya meskipun jalan ini adalah jalan yang dipilihkan oleh Kartika sendiri. Gavriel masih ingin mengingat Kartika di setiap detak jantungnya. Gavriel masih ingin menyuarakan nama Kartika di setiap hela napasnya. Gavriel masih ingin bersama dengan bayangan Kartika di setiap langkahnya menyusuri sisa akhir hayatnya.'Kenapa takdirku harus se-pedih ini, Ka. Aku harus berpisah denganmu saat belum sempat melakukan itu semua. Aku harus bagaimana? Kenapa kamu tega denganku dan memintaku untuk me
"Apa maksudnya, Mom?" Gavriel kembali melontarkan pertanyaan, pasalnya ia bingung. Apalagi Azriya yang hanya menangis memegangi pipinya, sedangkan Mommy-nya masih melayangkan tatapan tajam."Mommy sudah lihat video CCTV, Gav! Dia yang sudah mengambilkan salad buah untuk Austin. Dia juga yang berlagak menjadi malaikat penyelamat untuk cucuku! Padahal dia berniat membunuh putramu, Gav. Dia ingin membunuh Austin seperti dia membunuh Kartika!" pekik Lauren dengan suara tertahan.Azriya menggelengkan kepala."Aku memang mengambilkan salad buah, tapi itu Austin yang minta. Aku juga nggak kasih susu, aku nggak tahu kenapa di piringnya tadi ada susu," ucapnya dengan air mata yang terus mengalir deras."Alasan!" sentak Lauren.Wanita paruh baya itu maju satu langkah dan mendekat kepada Azriya. Niatnya ingin menggertak, tetapi Azriya sama sekali tidak gentar."Kebenarannya memang seperti itu, Mom. Aku nggak ada niat mencelakai Austin, aku juga tahu dia alergi susu," ucapnya berusaha membela dir
Pagi ini Austin sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter, jelas saja Gavriel dan Azriya langsung menggumamkan rasa syukurnya pada kuasa Tuhan. Mereka sampai di mansion Erlando sekitar pukul sembilan pagi. Adolf yang melihat Kakaknya baru saja turun dari mobil langsung berlari menghampiri dan memeluk tubuh bocah kecil itu. Samua orang yang melihatnya tak ayal tersenyum. "Aku khawatir banget sama kamu, Austin. Masih ada yang sakit nggak?""Nggak, Adolf. Aku cuma ngerasa ngantuk sekarang.""Ngantuk?" tanya Adolf dengan kening mengerut."Efek obat, Nak. Sebaiknya kalian berdua istirahat saja di kamar, ya," sahut Gavriel.Kedua bocah laki-laki itu kompak mengangguk dan lantas menuju kamar mereka. Beruntung hari ini sekolah libur, jadi Austin tidak akan kesepian karena ada Adolf dan Aurell yang menemani."Gav, Austin sudah benar-benar sembuh?" tanya Lauren saat memastikan kedua cucunya sudah masuk."Syukurlah, racunnya belum menyebar. Dan untungnya saat itu ada Azriya yang memberikan pertol
Usai mengembalikan peralatan makan ke dapur, Azriya tidak sengaja berpapasan dengan Adolf. Anak bungsunya yang sangat pendiam dan dingin tersebut sangat mirip dengan Gavriel. Wanita cantik itu mengulas senyum manis, tetapi bocah tampan itu sama sekali tidak melirik kepadanya."Kamu mau ambil apa, Nak?""Coklat," jawabnya singkat. Bahkan Adolf sama sekali tidak menoleh.Azriya mengerutkan kening."Bukannya kamu kemarin sudah makan banyak coklat? Apa gigimu nggak akan sakit, Nak?" tanyanya yang lantas membuat Adolf menoleh."Apa urusan Aunty?""Nak, Aunty cuma mau mengingatkan. Karena 'kan coklat nggak baik buat gigi kamu yang masih dalam masa pertumbuhan. Bagaimana kalau diganti dengan yang lain? Kamu tertarik?" tawarnya dengan senyum cerah."Memangnya apa masalahnya bagi Aunty? Yang akan sakit aku, bukan Aunty 'kan?"Azriya menahan napas mendengar jawaban menohok keluar dari mulut bocah sekecil itu."Tapi cukup siang ini saja, ya, Nak. Nanti jangan makan coklat lagi," ucapnya lagi.Ji
Malam ini Gavriel melakukan perjalanan bisnis setelah dihubungi oleh salah satu rekannya. Langit malam menurunkan banyak tetesan air hujan beserta guntur yang saling menyambar. Di dalam mansion tersebut, Austin sudah terlelap dengan Azriya yang masih mengusap kakinya. Sesekali penglihatan wanita cantik itu akan menyapu ke seluruh ruangan, siapa tahu ada barang Kartika yang bisa ia jadikan petunjuk.Ceklek!Azriya tersentak saat pintu tiba-tiba pintu dibuka. Wanita cantik itu sempat menoleh kepada Austin, guna memastikan tidur bocah itu tidak terganggu. Baru kemudian dirinya keluar kamar dan menghampiri sang Mommy Mertua."Ada apa, Mom? Mommy mau melihat Austin?" tanyanya saat sudah berdiri di hadapan Lauren."Nggak usah pura-pura polos, Riya. Apa yang kamu lakukan kepada Austin sangat berbanding terbalik dengan apa yang kamu lakukan kepada Adolf."Azriya terperangah kaget."Apa maksudnya, Mom? Aku melakukan apa?" tanyanya dengan raut bingung.Lauren tersenyum miring, ia melipat tanga