LOGINFaya membuang wajah. Menyembunyikan semburat merah jambu seraya menggigit bibir. Namun dia menyeringai lebar tatkala Revan bangkit, lalu mengambil tubuhnya. Menggendong ala-ala pengantin baru.
“Revan….” Faya mendesiskan nama itu. Sekedar menepis bayangan Alex yang tiba-tiba datang, sebab suaminya itu juga pernah menggendongnya begini. Sekali, hanya sekali saja, itu pun dulu….
“Faya, aku di sini, Sayang,” sahut Revan berbisik.
Bisikan yang menyapu daun telinganya. Faya tersenyum, tetapi satu detik kemudian senyumannya ditutup bibir Revan yang mulai memberinya ciuman. Lembut, bergelombang indah, lalu berganti sedikit kasar,
“Hei, bukannya….” Tangan Alex terlihat menunjuk ke arah Faya dan Revan. Dahinya tampak berkerut, memperlihatkan jika lelaki itu sedang berpikir tentang sesuatu.Faya pias. Bola matanya bergerak menatap sang suami, lalu cepat berganti melirik Revan.Mata Revan berkedip pelan, setelah itu terlihat mengambil napas panjang di balik maskernya. Kemudian mengangguk samar.Melihat itu, Faya latah mengangguk, sebab dia mengerti Revan sedang memberitahunya agar dia tenang dan mengambil napas.“Bukannya sekarang hari Kamis? Betul nggak sih?” tanya Alex. Dahinya masih berkerut.“I-iya,” sahut Faya cepat. “Kenapa?”Alex tidak menjawab. Kepalanya sudah kembali menunduk, terlihat jari telunjuknya bergerak di layar ponselnya. Sedetik kemudian, Alex turun dari sisi yang berlawanan dengan sang istri.Tampaknya kesempatan kecil itu dimanfaatkan oleh Revan untuk mencondongkan tubuhnya sebentar pada Faya, dan berkata, “Nanti kita ketemu ya.”Faya hanya terpaku. Bahkan ketika Alex sudah sampai di sampingny
“Kalau iya kenapa?” Faya menatap langsung ke dalam bola mata Alex. Ingin memberi kesan kepada suaminya, bahwa dia tidak akan tinggal diam jika apa yang dia curigai benar-benar terjadi.Namun sial, bibirnya mendadak bergetar. Kaki kecil perempuan itu juga goyah, mundur sedikit secara otomatis.“Faya, apa kamu mau membuat aku marah lagi? Sedari tadi aku sudah menahan diri loh. Ini kantor, mau membuat keributan juga di sini?” Alex membalas tatapan istrinya itu, tampak menjadi lebih garang.Faya menelan ludah. “Memangnya salah kalau aku cemburu? Pap kan suamiku, pantaslah kalau aku takut Pap ada main di belakangku.”Alex spontan terkekeh. “Mana sesumbarmu di depan Mama yang katanya kamu tidak takut aku menikah lagi dengan gadis mana pun?” Wajah lelaki itu menyungging senyum yang terlihat seperti mengejek. “Baru melihat Yasmin melirik padaku saja kamu sudah ketakutan begitu.”Faya melangkah mundur dengan sedikit terhuyung, lalu duduk di sofa perlahan. Menggigit bibirnya seraya menghela na
Faya menggigit bibir. Seketika rasa tenang yang sudah susah payah dia usahakan sedari tadi, runtuh perlahan. Lututnya mulai bergetar. Apa yang harus dia lakukan kalau benar-benar bertemu Revan di sini? Apakah harus tersenyum? Atau lebih baik berpura-pura tidak saling kenal?“Bu Faya….”“Y-ya. Gimana?” Faya terhenyak. Menatap sopir yang sedang menoleh pada dirinya.Ternyata mobil sudah berhenti di depan lobi.“Oh, ya sudah, turun di sini saja, Pak.” Faya gegas merapikan rambutnya. Lalu mengeluarkan cermin dalam tasnya untuk meyakinkan diri jika make up-nya masih se-sempurna tadi.Sedetik kemudian dia mencelos.Seumur-umur baru kali ini dia sampai begini. Biasanya dia tidak terlalu memperdulikan riasan wajah, sebab dia yakin apa yang dia poles di wajahnya selama ini pas. Tidak pernah berlebihan. Make up-nya mahal, tidak akan geser apalagi luntur kalau sekedar kena angin.Faya menyimpan kembali cermin kecil itu, sambil tersenyum kecut. ‘Apa yang baru saja aku lakukan? Apa karena ingin te
Faya segera memanggil makeup artist langganannya. Yang tentu saja langsung menarik perhatian Sofia dan Mama Vero.Apalagi ketika istri Alex itu turun dengan gaun warna burgundy yang begitu sempurna melekat di tubuh langsingnya. Kulit Faya yang putih cemerlang tampak amat berkilau. Wajah yang semula sedikit sembab kini segar menawan.“Kamu….” Mama Vero tampak tidak berkedip, melihat menantunya yang berubah bagai putri bangsawan eropa. Dia berdiri dari duduknya, sambil terus memandangi Faya yang sedang menapaki anak tangga dengan langkah elegan.“Ma, aku mau ke kantor Mas Alex—”Sofia tiba-tiba berdecih. “Ck, tadi kamu tertawa-tawa mengejekku, ternyata sekarang sengaja berdandan sangat cantik hanya untuk mendatangi kantor Mas Alex. Pasti mau membuktikan ucapanku yang tadi kan?”“Wah, apa kamu bilang? Aku sangat cantik? Hihihi,
“Apa katamu tadi?” Mata Faya yang sempat terbelalak, perlahan mengecil. Senyum terukir di wajahnya yang masih sedikit sembab.Sofia tertawa. “Langsung pura-pura budek? Menolak kenyataan kalau ternyata Mas Alex tidak setia sama perempuan mandul macam kamu?”Faya tetap tersenyum. Meskipun yang di dalam dadanya mendadak bergemuruh hebat. Beruntung kedua tangannya masih berada di balik selimut, sehingga ketika spontan mengepal untuk menahan emosi, Sofia tidak dapat melihatnya.“Kasihan… sering berkoar-koar Mas Alex kecintaan sama kamu, ternyata selama ini suamimu bercinta di kantor setiap hari.” Sofia bergerak melipat tangannya.“Baiklah.” Faya berderai lirih. “Jadi kamu mau minta hadiah apa?”“Maksudmu?” Sofia melotot. Tangan yang bersidekap itu luruh pelan-pelan ke samping tubuh rampingnya.“Ya… kamu kan sudah susah payah kasih tau kelakuan suamiku, pasti karena mau hadiah kan?” Faya menutup mulut, tetapi cekikikannya memenuhi udara kamar mewah itu. “Eh, tapi kenapa suamiku berselingkuh
“Bantu aku menjebak Mas Alex agar kami bisa bercinta,” bisik Sofia.Mulut Mama Vero yang terlihat sudah melongo saat mendengar kalimat pertama Sofia, kini bertambah lebar membuka membentuk huruf O. “Maksudmu….”“Iya, Ma.” Sofia mengangguk. Matanya memancar bara. “Ini mungkin terdengar menjijikkan, tapi aku mau melakukannya untuk Mama, demi penerus keluarga Chandra.”Mama Vero tampak menelan ludah.“Aku hanya perlu satu adegan bercinta dengan Mas Alex, dan rahimku yang subur ini pasti dapat menumbuhkan benih Mas Alex. Cucu Mama.” Sofia sampai mengusap perutnya sendiri.“Dan setelah itu, kami menikah. Terus akan lahir lagi cucu Mama yang kedua, ketiga… Mama minta berapa? Itu akan menjadi sangat mudah kan?” Suara Sofia ringan, tetapi mantap dan terpercik antusias.“Hmm&he







