Share

Pengkhianat

Author: Pricorna
last update Last Updated: 2023-12-18 23:02:54

"Kenapa?!!" Bentakan Aga membuat Silvi terlonjak kaget.

"Kenapa harus dengan dia?! Apa kau tidak bisa mencari pria brengsek lainnya di luar sana?!" suara Aga kian meninggi. Tubuh Silvi gemetar karena tidak menyangka Aga bisa marah semengerikan ini.

"Bajingan!" Aga kembali melayangkan pukulan terakhir sebelum meludahi wajah sahabatnya itu dan bangkit dari tubuhnya.

"Kalian benar-benar pengkhianat!" Giginya gemeretak dengan tangan yang terus terkepal. Bahkan, buku jarinyanya masih menyisakan tetes darah yang berasal dari mulut lelaki yang baru saja dia hajar.

Silvi yang sebenarnya sudah mempersiapkan kata-kata untuk mewanti-wanti jika Aga mengetahui hubungannya dengan salah satu sahabat dekat kekasihnya itu, kini hanya bisa bungkam. Dia benar-benar ketakutan melihat kemarahan pria itu. Wajah cantik itu pucat pasi.

Heru meringis dan mulai beringsut menjauh, wajahnya yang telah babak belur membuat Aga tersenyum sinis.

"Pantas saja, kau begitu bersemangat saat menanyakat pekerjaannya. Dasar brengsek!" raung Aga memenuhi seiisi ruangan. Kini dia baru menyadari alasan rekan kerjanya itu sering menanyakan sejauh mana hubungannya dengan Silvi. Ternyata serigala itu mengincar wanitanya.

"Apa yang membuatmu berpaling padanya?" tanya Aga geram. Tatapan matanya bagaikan pedang yang siap menebas lawan.

Silvi tidak berani menjawab, dia sibuk menenangkan detak jatungnya. Wanita itu memilih untuk menunduk.

Melihat sang kekasih bergeming, Aga kembali mengalihkan perhatian. Namun, baru saja dia mengayun melangkah untuk menambahkan sebuah tendangan, Silvi tiba-tiba saja menahan lengannya.

"Sudah, Ga. Ini bukan hanya kesalahan dia."

Rahang Aga mengeras karena kembali terpancing amarah, tatapan yang kembali tajam dengan mata memerah membuat Silvi sontak melepaskan cekalan tangannya, kemudian wanita cantik itu mundur selangkah, antara takut dan khawatir.

"Kau terlalu berlebihan untuk seorang pria yang baru saja mengelar acara pernikahan." Dengan suara bergetar, Silvi kembali memberanikan diri untuk membuka suara. Bukan karena bersedih atas pernikahan kekasihnya itu, tetapi lebih kepada ketakutannya jika tiba-tiba Aga juga melayangkan pukulan kepadanya.

Namun, pria yang berada di depannya itu malah tersentak, matanya membola saat menyadari ucapan Silvia.

"Dan kau tidak berlebihan dengan tidur bersama sahabatku di saat aku sedang terjebak masalah rumit?!" Aga berusaha berkelit.

"Aku memintamu untuk bersabar, Silvi! Dan ini yang kau lakukan?!" Aga mencengkram bahu wanitanya dengan kedua tangan, lalu mengguncang tubuh perempuan yang telah cukup lama membersamainya itu.

"Lepaskan, dia. Kau pengecut jika hanya berani dengan perempuan!" Dengan napas terngah, Heru memotong pembicaraan mereka.

Emosi Aga semakin memuncak saat mendengar kalimat menohok dari Heru. Dengan cepat, dia memutar badan dan menghadiahkan sebuah hantaman di perut lelaki yang masih duduk menyandar pada pinggiran ranjang.

Seketika, Heru memuntahkan darah dari mulutnya. Namun, seringai kemenangan tetap dia sunggingkan dan membuat Aga kembali kalap.

"Aga! Berhenti!! Sebelum aku memanggil petugas keamanan untuk mengusirmu!" ancam Silvi. Wanita yang hanya memakai tang-top dan hotpant itu kembali memasang badan untuk menghentikan aksi brutal Aga.

"Kita berakhir! Keluarlah!" bentak Silvi dengan suara keras. Dia tidak ingin pria yang baru saja menghabiskan malam bersamanya ini meregang nyawa ditangan kekasihnya.

"Kau ...!" Telunjuk Aga terangkat tepat di depan wajah Silvi. Namun dia tidak melanjutkan ucapannya.

"Pergilah! Kau sudah memiliki kehidupan sendiri, berhentilah mengusikku!" tambahnya lagi.

"Jadi, kau lebih memilih dia? Begitu?!"

"Kau yang lebih dahulu mengambil keputusan. Jadi berhentilah bersikap sebagai korban." Silvi mendengkus sinis, mengabaikan detak jantungnya yang terus berpacu.

"Ini bukan keinginanku. Seharusnya kau bisa mengerti Silvi." Nada bicara Aga melunak, dia kembali beralih pada wanita seksi yang berdiri tak jauh darinya.

"Aku sudah memutuskan. Jangan pernah menemuiku lagi setelah ini." Silvi membuang pandangan ke samping, mengabaikan tatapan dari pria di depannya.

"Baiklah. Aku akan menuruti keinginanmu. Tapi kau harus tahu, urusanku dengannya belum selesai." Aga menoleh ke belakang, menatap tajam pada pria yang sudah tergeletak tak berdaya di sudut ruangan. Dengan bara yang masih menyala di dalam dada, dia memenuhi keinginan Silvi untuk keluar dari apartemen itu.

Berkali-kali Aga menendang tiang penyangga di tempat sepeda motornya terparkir, berusaha meluapkan emosinya yang masih tersisa. Dengan kasar dia mengacak rambutnya, berharap semua itu bisa membuatnya masalah yang dihadapinya ini selesai dengan sendirinya.

Sepeda motor sport itu melaju dengan kecepatan tinggi tanpa tujuan yang pasti. Klakson beruntun dari para penggguna jalan raya yang merasa terganggu dengan caranya yang berkendara secara ugal-ugalan, tidak membuat Aga memelankan laju kendaraannya. Dia baru berhenti saat menemukan sebuah tempat yang menurutnya bisa menghilangkan kesemrawutan yang terus berputar di kepalanya.

🍉🍉🍉

Alina tersentak saat mendengar pintu depan kontrakannya diketuk secara berulang. Setelah memastikan bayinya masih terlelap, dia bergegas keluar kamar.

"Kenapa kau lama sekali?"

Alina terkejut saat lelaki yang baru saja menggedor pintu itu terhuyung ke arahnya. Tubuh yang sempoyongan itu menguarkan aroma alkohol yang sangat kentara.

Tanpa bertanya lagi, wanita itu membantu Aga untuk membaringkan tubuhnya di sofa.

"Kau cantik sekali. Maukah kau menikah denganku?" Aga meracau, tangannya membelai lembut wajah Alina, membuat wanita berwajah tirus itu sedikit khawatir.

"Tentu saja kau tidak menolak, kan? Aku terlalu tampan untuk kau tolak ..."

Alina menepis pelan tangan Aga yang sudah mulai kehilangan kendali, pria dengan kemeja separoh terbuka itu mulai meraba bagian tubuh sensitifnya. Alina sontak bangkit untuk menghindar.

"Kenapa kau menolak? Kau bahkan sudah menjebakku dan sekarang kau berani menolakku?!"

Alina menelan ludah, dia sering melihat seorang pria yang sedang mabuk. Dan pria itu sangat tidak bisa mengendalikan diri meskipun tidak sepenuhnya kehilangan kesadaran. Dan berbicara dengan orang dalam kondisi seperti itu, sama sekali tidak ada gunanya.

Tubuh Alina menegang saat Aga memeluknya dari belakang dan menciumi lehernya. Bulu kuduknya seketika meremang, dengan cepat dia berbalik dan mendorong tubuh Aga sampai pria itu terjungkal.

"Brengsek! Kalian sama saja!" Aga berteriak keras. Matanya yang sudah merah semakin berkilat tajam.

Tanpa pikir panjang, Alina berlari ke kamarnya dan menutup pintu dengan cepat. Wainta itu bahkan kepayahan memutar kunci karena gugup. Dengan terengah, dia bersandar di daun pintu sambil mengusap dada, mencoba untuk menormalkan detak jantung.

"Keluar kau brengsek!"

Gedoran terus-menerus membuat bayi Alina terbangun dan langsung menjerit kuat, Alina dengan cepat mengambil dan mendekapnya erat. Dia benar-benar ketakutan.

Masih dengan suara teriakan di depan pintu kamar, Alina berusaha menenangkan bayinya dengan menimang buah hatinya itu tanpa henti.

Syukurnya, beberapa saat kemudian, suara Aga menghilang dan bayinya pun ikut tenang. Alina baru sadar bahwa air matanya telah meluncur bebas. Tubuhnya tidak henti bergetar karena ketakutannya tidak juga berkurang.

Lelaki seperti apa yang telah mengikat tali pernikahan dengannya?

Sepanjang malam, Alina terus terjaga karena khawatir Aga akan mendobrak masuk dan mencelakai mereka berdua.

Seumur hidup, dia belum pernah merasakan ketakutan sehebat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Kejutan

    “Percayalah, Alina. Kau tidak akan menyesal, Ervan yang sekarang sudah sangat jauh berbeda.” Sandi melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Pria berkepala plontos itu cukup senang karena tidak ada drama lagi untuk membawa pergi Alina dari rumah itu. Bahkan, kekasih Ervan ini dengan sukarela memintanya untuk menjemput.“Apa kau punya kekasih, Sandi?” Wanita bergaun kuning gading yang duduk samping kemudi itu seolah tidak mempedulikan ucapan Sandi tadi. Dia melempar pandangan keluar jendela sejak pertama memasuki mobil, tidak sedikit pun menoleh pada pria kekar di sebelahnya. “Kenapa kau menanyakan hal itu?” Alis pria itu bertaut, menoleh sebentar, kemudian kembali fokus pada jalanan di depan.“Kau jawab saja.”“Tidak.”“Pantas saja.” Alina tersenyum miris sambil memperbaiki duduknya, pandangannya beralih ke depan.“Apa kau tidak ingin memiliki seorang pendamping?” “Kenapa kau bertanya hal seperti itu?”“Agar kau mengerti bahwa perihal hati tidak bisa dipaksakan.”“Apakah ini tentang

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan    Keputusan

    Alina membersihkan luka di sekujur tubuh Aga dengan air mata berlinang. Hati-hati sekali dia mengusap setiap bagian yang luka dan memar dengan kain lap yang sudah diperas setelah dicelupkan ke air hangat. Suaminya hanya bisa meringis karena bibirnya sedikit robek, jadi tidak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir yang hampir setiap pagi mengecup lembut dahi Alina.Sepanjang malam Alina terjaga dengan menatap langit-langit kamar. Sesekali dia memperhatikan Aga yang memejam. Entah suaminya itu benar-benar tertidur atau hanya sedang berusaha menghindari kontak mata dengannya.Air mata Alina kembali menggenang saat mengingat putranya, dia yakin bahwa Ervan tidak akan melukai Langit. Namun, sebagai seorang ibu yang 24 jam selalu menemani sang putra, tentu saja tetap khawatir karena Langit pasti akan menangis saat menyadari ibunya tidak berada di dekatnya.***“Pergilah.” Aga duduk dengan menyandar ke kepala tempat tidur. Menatap Alina sepanjang hari ini dengan menghabiskan waktu di d

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Pilihan

    "Apa kelebihan dia dibanding aku?" Wajah Ervan merah padam. Bagaimana tidak, sang kekasih yang hampir setengah gila dicarinya selama ini, dengan mudahnya menolak merajut kembali impian mereka dulu. Sungguh sebuah penantian sia-sia dan sangat menyakitkan."Jawab, Alina!" Suara lantang kembali menggelegar, menggema ke seluruh ruang yang tidak terlalu luas itu. Alina semakin mengeratkan pelukan saat Langit kembali menjerit, terkejut dengan suara besar lelaki yang menjadi lawan bicara ibunya."Tidak ada." Alina menelan ludah. Tidak pernah dia melihat Ervan semengerikan ini. Meskipun tubuh tinggi kekarnya membuat banyak orang merasa takut, pria itu selalu memperlakukannya dengan lembut. Perlakuan yang membuat dirinya menyerahkan diri sepenuhnya lepada pria yqng memiliki tatapan setajam elang itu."Maaf. Aku tahu, aku yang bersalah di sini." Alina menjawab dengan gugup. "Tapi, apa kau tahu, bagaimana rasanya melahirkan sendirian? Tidak mengenal siapa pun yang bisa dimintai tolong. Sedangka

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Tidak Lagi Sama

    "Maaf." Aga duduk di tepi ranjang menatap tubuh telungkup Alina yang sesenggukan. Sedangkan Langit, ikut menangis sambil memeluk leher sang bunda. Seakan paham bahwa wanita yang melahirkannya itu sedang tidak baik-baik saja.Hampir 5 menit Aga menunggu, namun Alina belum juga merespon. Dia menyesal karena sudah keterlaluan memperlakukan istrinya."Alina ...." Pria itu sedikit memelas, membuat wanita yang sudah dua tahun membersamainya itu akhirnya duduk. Membawa Langit ke pangkuan, seolah melarang sang putra menghampiri sang Ayah."Aku yang seharusnya minta maaf." Alina mengusap kasar wajahnya dengan sebelah tangan dan memeluk Langit, sulit untuk bersikap baik-baik saja di saat dia tidak tahu kenapa dia harus disalahkan, "Aku tidak akan menemuinya," tegasnya lagi, sebelum Aga mengucapkan sesuatu kembali.Aga bergeming. Di satu sisi, dia merasa senang karena itu berarti Alina tidak ingin kembali bersama mantan kekasihnya. Namun, di sisi lain? Sebagai seorang ayah, dia tentu tidak bisa

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Haruskah bertemu?

    "Jadi, kau menghilang karena pria itu?" Tatapan dingin Sandi membuat wajah Alina memucat. Dengan tangan yang saling menggenggam di pangkuan, wanita dengan dres rumahan itu duduk dengan gelisah, menyesalkan sikap sang suami yang memenuhi permintaan pria berkulit sawo matang di sampingnya ini agar mereka bisa bicara berdua saja.Angin malam yang bertiup kencang, membuat tubuhnya semakin menggigil, mereka memang duduk di bangku teras yang terbuka. Entah kenapa, Aga tidak membiarkan mereka untuk berbicara di dalam saja, apa sebenarnya yang sedang di pikirkan suaminya itu?"Bukan aku yang menghilang, dia yang meninggalkan aku." Alina menjawab pertanyaan itu dengan suara bergetar, dia ketakutan. Sangat ketakutan. Dan saat seperti ini, dia sangat mengharapkan Aga berada di sisinya untuk menenangkan, namun tidak ada tanda-tanda pria itu akan menyusulnya ke sini. Dan itu membuat Alina sangat kecewa. Berbagai pikiran buruk mulai mengganggu pikirannya."Kau tahu, kan? Dia sedang berusaha agar

  • Menjadi Ayah Dadakan dari Bayi Tampan   Siapa?

    Hari demi hari berjalan dengan begitu cepatnya. Tanpa terasa, Aga dan Alina telah menjalani biduk rumah hampir tiga tahun lamanya tanpa halangan yang berarti.Aga menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab serta perhatian membuat Alina begitu bersyukur karena takdir telah mempertemukan mereka. Tidak ada lagi pembicaraan tentang masa lalu, semuanya terkubur bersama kebahagiaan yang mereka nikmati bersama, meski bobot tubuh Alina merosot drastis karena Langit yang semakin aktif.Sore itu, Alina sedang menemani Langit untuk bermain di pekarangan sambil menyiram beberapa tanaman bunga. Sampai akhirnya, wanita berambut panjang itu merasa bahwa ada seseorang di balik pohon yang tumbuh di seberang jalan seperti memperhatikan mereka.Ini bukan kali pertama, dia juga sudah menyampaikan hal ini kepada sang suami, namun, tanggapan Aga tidak seperti yang diharapkan, pria itu beranggapan bahwa itu hanyalah pemulung yang biasa berkeliaran di sekitaran komplek.Alina masih ingin mendebat sebenar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status