Share

Menjadi Candu Guruku
Menjadi Candu Guruku
Penulis: Merpati_Manis

Jangan Memfitnahku, Jo!

"Oh, Pak Andre. Ini nikmat sekali." Joana yang tubuhnya ditindih oleh Andreas dengan sengaja mengeraskan suara. Gadis belia itu mendesah manja seraya memejamkan mata. Joana juga semakin mengeratkan pelukan di leher sang guru idola, membuat Andreas tidak dapat melepaskan dirinya.

Kepala sekolah yang kebetulan sedang melintas di depan ruangan Andreas dan mendengar suara aneh dari dalam lalu mendekati pintu yang tidak tertutup rapat itu. Pria paruh baya tersebut sangat terkejut, melihat apa yang terjadi di dalam sana. Di ambang pintu, tatapannya terpaku melihat ke dalam ruangan sang guru matematika.

Seketika, rahang laki-laki tambun itu mengeras. Netra keabuannya menyorot tajam ke arah sofa, di mana tubuh kedua anak manusia yang berlainan jenis berada dalam posisi yang sangat intim. "Apa yang kalian lakukan?"

Rupanya, suara keras kepala sekolah tenggelam oleh suara desahan Joana di telinga Andreas. Guru muda itu sama sekali tidak menyadari hadirnya sang kepala sekolah. Sejenak, Andreas seperti menikmati posisi mereka sekarang. 

"Kamu apa-apaan, sih, Jo?" Sedetik kemudian, Andreas tersadar dan memaksa menyeret perasaannya yang hampir terhanyut karena ulah Joana. Pria muda itu kemudian berusaha melepaskan dekapan siswinya.

Sementara Joana yang dapat melihat kehadiran kepala sekolah, semakin berulah. Gadis belia yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu, mengeratkan pelukan dan semakin mendesah manja. "Pak Andre, ah ... terus, Pak! Jo suka."

Mendengar ocehan siswi yang sangat dia kenali, laki-laki paruh baya dengan dahi lebar yang berdiri di ambang pintu lalu mendekati mereka berdua. Pak Kepala Sekolah nampak sangat murka, melihat kejadian tidak senonoh yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswinya. Apalagi, siswi itu adalah keponakannya. 

"Pak Andre! Apa yang Bapak lakukan?" Merah padam wajah Pak Bernardus, menatap tajam pada sang guru yang kelabakan sendiri dan berusaha untuk bangkit dari atas tubuh Joana. 

Tentu saja Andreas sangat terkejut dengan kedatangan sang kepala sekolah, di saat yang tidak terduga. Guru muda itu lalu menoleh ke arah sofa dan kemudian menjauh dari Joana. Wajah guru tampan itu terlihat sangat pias.

"Pak Kepsek, silakan duduk. Saya bisa jelaskan semua," kata Andreas, berusaha untuk bersikap tenang karena memang dia tidak bersalah. Kejadiannya sangat tiba-tiba tadi dan semua di luar kuasa Andreas. 

"Kancingkan dulu kemeja Pak Andre!" Kepala sekolah itu menunjuk dada Andreas yang terbuka. 

Andreas kembali nampak terkejut lalu buru-buru membetulkan kancing baju bagian atas yang terbuka, akibat ulah siswinya. Andreas sendiri tidak sadar, kapan gadis belia itu membuka kancing bajunya.

"Pak Andre telah mencuri ciuman di bibir Jo, Pak Bernard," adu Joana tiba-tiba, seraya menangis tersedu.

Andreas sontak melotot tajam ke arah gadis yang baru saja ditolongnya, tetapi malah menjebak Andreas dengan menarik tubuh guru muda itu ke arah sofa. Ya, Andreas sangat yakin bahwa Joana tadi memang sengaja menjebaknya. 

"Aduh, panas!" jerit Joana, gadis centil berseragam putih abu-abu yang sudah lama mengejar sang guru idola. Joana menerobos mengikuti Andreas, masuk ke dalam ruangan guru matematika. Dia masuk sambil membawa segelas teh panas dan di saat yang tepat, gadis itu sengaja menumpahkan teh tersebut ke dadanya.

Tidak tega melihat Joana menjerit kesakitan karena ketumpahan minuman panas, Andreas segera mendekat. "Ceroboh sekali kamu! Kenapa tidak hati-hati, sih, Jo? Lagian, ngapain juga kamu ke sini?" Wajah guru muda itu nampak sangat khawatir.

Andreas kemudian membantu Joana mengelap seragam putih siswi itu di bagian dada yang tersiram air teh panas dengan sapu tangannya. Joana sangat menikmati apa yang dilakukan oleh sang guru idola. Gadis centil itu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mendapatkan perhatian dari Andreas, guru muda yang memiliki garis wajah tegas.

"Saya cuma mau nganter teh manis untuk Pak Andre," balas Joana yang dibalas Andreas hanya dengan helaan napas kasar.

'Pak Andre benar-benar tampan. Aku jadi ingin berlama-lama seperti ini.' bisik Joana dalam hati, seraya tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum?" selidik Andreas, curiga.

"Aw, Pak, sakit!" rintih Joana kemudian, pura-pura kesakitan. "Saya enggak senyum, Pak, tapi meringis menahan sakit dan panas, di sini," imbuh Joana menunjuk dadanya sendiri, meyakinkan.

Telaten, guru muda tersebut terus mengelap bagian dada Joana dengan sapu tangan. Andreas mengusap dengan sangat pelan karena gadis cantik itu merintih kesakitan. Joana sengaja mendramatisir keadaan dengan mengatakan bahwa kulitnya juga terasa panas seperti terbakar. 

"Rasanya panas sekali, Pak Andre. Serius," rajuk Joana, hampir menangis untuk meyakinkan sang guru bahwa keadaannya saat ini, memang tidak baik-baik saja.

"Lagian, kamu kenapa aneh-aneh bawain minuman segala? Jadi begini, kan? Saya juga yang repot!"

Joana terdiam, tidak menanggapi gerutuan sang guru tampan. 'Meskipun marah-marah, Pak Andre tetap terlihat tampan dan makin menggemaskan. Aku jadi pengin ngekepin, biar Bu Jannet tidak bisa mengambilnya dariku.'

"Kita ke UKS saja, ya?" Suara berwibawa Andreas, mengurai lamunan Joana.

"Enggak usah, Pak. Malu jalan ke sananya kalau masih basah gini," tolak Joana.

Andreas berdecak kesal. "Kamu, sih, jalan enggak pakai mata! Kaki meja segala ditendang! Udah tahu bawa minuman panas, masih aja sembrono!"

Meskipun masih membantu Joana mengeringkan baju gadis centil itu, tetapi Andreas melakukannya sambil ngomel-ngomel tidak karuan. Namun, Joana tidak menanggapi omelan sang guru tampan. Gadis itu semakin lebar mengulas senyuman yang tidak dapat dilihat oleh Andreas yang sedang fokus di bagian dadanya yang besar.

"Jo jalan pakai kaki, Pak. Kalau lihat pakai mata. Tapi kalau lihat Pak Andre yang tampan, Jo pakai mata hati, bukan mata kaki," canda Joana, mencoba mencairkan suasana hati sang guru idola. Namun, usahanya sia-sia belaka karena sang guru masih jutek, meskipun tetap membantunya.

Joana tidak peduli. Baginya, bisa berdekatan seperti ini saja dengan Andreas, dia sudah sangat hepi. Apalagi jika dapat memiliki. 'Kapan, ya, aku bisa memilikimu, Pak Andre?'

Hembusan napas Andreas yang terasa hangat menerpa kulit wajah Joana, membuat gadis belia itu melayang. 'Ah ... andai bisa berdekatan terus seperti ini dengan Pak Andre, aku rela enggak dikasih uang jajan selama satu bulan oleh mama.' Joana terkikik sendiri dalam hati.

Guru matematika itu masih sibuk membantu Joana. Dia sama sekali tidak menaruh curiga bahwa semua ini hanyalah drama yang dibuat oleh siswinya. Andreas terus berusaha untuk mengeringkan dada sang siswi, dia sampai tidak memedulikan keringat yang mulai mengucur dari keningnya.

"Pak Andre makin seksi kalau keringetan gini," gumam Joana sambil mengusap keringat Andreas dengan ibu jarinya.

"Bicara apa, kamu?" Andreas menghentikan aktifitasnya lalu menatap tajam Joana dengan dahi berkerut dalam.

"Sa-sakit, Pak. Dada Saya rasanya makin perih. Mungkin, ada kulitnya yang melepuh dan mengelupas karena Pak Andre terlalu keras menekan sapu tangan," kilah Joana. "Pak Andre mau lihat?" tanya Joana yang kemudian membuka kancing bajunya.

"No!" tolak Andreas, tegas.

Guru matematika itu memejamkan mata, seraya menghela napas panjang. Kesabarannya benar-benar teruji berhadapan dengan gadis centil di hadapan. Gadis yang sering membuatnya menjadi keki. Namun, sejauh ini dia berusaha untuk tidak peduli.

"Masih sakit?" tanya Andreas seraya sedikit menjauh.

"Masih, lah, Pak. Masih basah juga bajunya," balas Joana yang maju, mendekati sang guru.

Mau tidak mau, Andreas kembali mengusap dada siswinya. Di saat Andreas masih sibuk mengeringkan bagian dada Joana, ekor mata gadis itu melihat dari jauh kemunculan kepala sekolah yang sedang berjalan ke arah ruangan sang guru matematika. Gadis belia itu tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia langsung menarik tubuh Andreas dan menjatuhkan di sofa, di atas tubuhnya. 

Sejenak Andreas terpaku mendapatkan pelukan dari siswi yang terkenal memiliki wajah cantik dan bertubuh sintal itu. Dadanya berdebar dan naluri kelelakiannya bangkit seketika. Namun, Andreas segera menepisnya. 'Ini tidak benar. Dia masih anak-anak.'

"Benar, 'kan, Pak Andre. Tadi Bapak telah mencium bibir Jo dan Bapak juga meminta Jo untuk melayani Pak Andre?" Suara Joana yang diucapkan dengan terisak, menyeret Andres dari lamunan. 

"Joana! Kenapa kamu bicara yang tidak-tidak? Jangan memfitnahku, Jo!" Dari nada bicaranya yang penuh penekanan, terdengar jelas bahwa guru muda itu sangat geram dengan ulah Joana. Sebab, gadis. belia tersebut sedari tadi terus saja menyudutkan dirinya dan mengarang cerita yang tidak benar. 

🌹🌹🌹

bersambung... 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sonya Kapahang
Aqu baru hadir niy Mba Hind.. Abis riweuh pindahan.. Kyanya agak beda niy awalnya.. Semangat terus..!!! .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status