Hari begitu cepat berganti dirasakan oleh Andreas. Hal itu dia rasakan karena sebenarnya Andreas memang belum siap untuk menikah. Dia terpaksa harus menikahi Joana karena jebakan dari siswinya yang terkenal centil di sekolah.
Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Joana. Bagi gadis belia itu, menunggu hari ini di mana pernikahannya akan dilangsungkan, terasa sangat lama. Tidak sabar rasanya, dia menunggu hari berganti petang dan pernikahan mereka berdua segera dilaksanakan.
Sedari pagi, Joana telah memersiapkan diri dengan serangkaian perawatan untuk menyambut malam pertamanya. Malam panjang yang akan dia lewatkan dengan pria pujaan. Seorang guru muda yang menjadi idola di sekolahnya.
Kini, Joana sedang dirias oleh mamanya sendiri yang memang pandai merias. Riasan tipis yang membuat Joana semakin terlihat anggun dan sedikit lebih dewasa dari usianya. Gadis belia itu menatap senang melihat hasil riasan sang mama.
"Bagus banget, Cik. Natural dan elegan," puji Bibi Liana ketika melihat hasil akhir riasan sang kakak pada keponakannya.
"Iya, Lian. Aku sesuaikan dengan usianya," balas wanita cantik yang merupakan mamanya Joana.
"Makasih banyak, Mama Sayang," kata Joana seraya memeluk sang mama.
Mama Anggie membalas erat pelukan sang putri. "Sama-sama, Sayang. Mama senang jika kamu bahagia, meskipun ...." Wanita paruh baya tersebut mengurai pelukan lalu menatap lekat manik coklat sang putri.
"Mama tetap khawatir dengan keputusan kamu ini, Nak. Kamu memang sudah berusia tujuh belas tahun dan sudah kami bebaskan untuk menentukan kehidupan kamu sendiri, tapi rasanya untuk menikah masih terlalu dini, Sayang."
"Ma, bukannya waktu itu Mama dan papa sudah oke dan menyerahkan semua pada, Jo?" rajuk Joana dan sang mama menganggukkan kepala.
"Benar, Sayang. Kami setuju karena calonmu pria yang dewasa dan baik, itu menurut Paman Ben. Mama harap kamu nurut dengan suami kamu dan jangan buat Bang Andre marah karena ulahmu yang kekanak-kanakan. Kamu paham 'kan, Sayang?"
Joana mengangguk pasti. "Iya, Ma. Jo pasti nurut dengan Bang Andre karena dia pilihan Jo sendiri."
"Ya, sudah. Segera kenakan gaunmu karena kita harus segera berangkat," titah sang mama kemudian.
Joana dengan dibantu sang mama segera mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang sangat cantik. Gaun itu semakin terlihat cantik ketika telah melekat di tubuh seksi Joana. Hingga membuat semua mata menatapnya kagum ketika dia menuruni anak tangga.
"Wow ...! Kamu cantik sekali, Jo! Kalau tahu kamu aslinya cantik gini, udah dari dulu aku pacari," canda sepupu Joana.
Keluarga besar tertawa mendengar candaan Ricky. Putra sulung Pak Bernardus yang kini duduk di bangku kuliah dan baru tingkat dua. Cowok bermata sipit seperti sang mama.
"Eh, kemana aja kamu, Rick, selama ini? Kenapa baru nyadar kalau aku cantik?" Joana mengerucutkan bibir yang membuat wajah imutnya semakin terlihat menggemaskan.
"Sudah-sudah. Ayo kita berangkat!" ajak pria paruh baya yang memiliki garis wajah tegas, khas orang-orang dari daratan Eropa. Pria itu adalah papanya Joana. Richard, pengusaha keturunan Tionghoa-Eropa yang sukses dengan bisnisnya di kota Hongkong-China.
Mereka pun kemudian beranjak menuju mobil untuk berangkat ke gereja. Iring-iringan mobil mewah itu segera melaju pelan meninggalkan komplek perumahan mewah, di mana keluarga Pak Bernardus tinggal. Joana berada di dalam mobil yang sama dengan kedua orang tuanya.
Setibanya di pelataran gereja, nampak Andreas beserta ibu dan adiknya sudah berada di sana. Ya, karena pernikahan mereka berdua sengaja disembunyikan dari publik, makanya Andreas tidak mengundang sanak saudara. Termasuk teman gurunya juga tidak ada yang diundang ke acara pernikahan mereka berdua.
Setelah Joana turun dari mobil bersama kedua orang tua, Andreas dituntun sang ibu untuk mendekati calon istrinya. Joana tersenyum lebar, menunjukkan betapa bahagia hatinya. Berbeda dengan raut wajah yang ditunjukkan oleh Andreas, tanpa ekspresi dan datar-datar saja.
Pria berkacamata yang petang ini mengenakan stelan jas berwarna hitam dan semakin menambah pesona ketampanannya itu, sama sekali tidak menatap ke arah sang calon istri. Andreas selalu membuang muka ke arah lain. Hal itu membuat Joana semakin tertantang untuk dapat menaklukkan hati sang calon suami yang berwajah dingin.
'Kita lihat, Pak Andre Sayang. Seberapa lama kamu mampu mengacuhkan aku dan kuat menahan bujuk rayuku.' bisik Joana dalam hati seraya tersenyum tipis.
Tanpa ragu, gadis belia itu lalu memeluk lengan Andreas. Hal itu membuat guru muda tersebut berkali-kali menghela napas. Andreas berusaha untuk bersikap tenang, meskipun hatinya gundah dan resah. Entah apa yang pria muda itu pikirkan.
"Ayo, Nak! Ajak calon istrimu masuk," titah Bu Martha pelan, setelah melihat semua keluarga memasuki gereja.
Andreas mengusap kasar wajahnya. 'Kali ini, kamu boleh merasa menang, Jo, tapi lihat nanti apa yang akan aku lakukan padamu. Kupastikan, kamu akan menyesal.'
🌹🌹🌹
bersambung...
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan