Sejenak keheningan tercipta di kamar Andreas. Pria tampan itu mengenakan kacamata lalu kembali fokus dengan layar ponselnya. Sementara Ryan meneliti wajah sang abang seolah mencari kebenaran dari perasaan abangnya terhadap Joana.
"Bang Andre mau cari yang kayak gimana, sih?" tanya Ryan, mengurai keheningan.
"Abang sudah memiliki pekerjaan bagus. Bisa dibilang, sudah mapan, lah. Usia juga sudah pantas untuk menikah. Apa, karena Abang masih memiliki tanggungan untuk membiayai kuliah Ryan dan juga membiayai kami? Makanya, Abang berusaha untuk menutup diri dari Joana?"
Andreas menggeleng. "Bukan karena itu, Dik. Abang juga tidak merasa terbebani sama sekali. Hanya saja, untuk saat ini abang memang belum memikirkan untuk menikah. Apalagi, menikah dengan gadis kecil seperti dia."
"Siapa gadis kecil?" Pertanyaan Joana yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Andreas, mengalihkan perhatian abang dan adik tersebut.
"Kamu. Siapa lagi, memang?" balas Andreas yang terdengar ketus dan tanpa melihat ke arah Joana, membuat gadis belia itu mencebik.
"Bang Ryan. Bisa Abang keluar sebentar," pinta Joana dengan mengedipkan sebelah mata, memberikan isyarat.
Tentu saja Ryan yang mendukung Joana dengan sang abang, tidak keberatan. Adik Andreas itu segera beranjak, meskipun sang abang melarang. Joana buru-buru menutup pintu lalu menguncinya dengan cepat.
"Apa yang akan kamu lakukan, Jo?" tanya Andreas yang kemudian beranjak. Pria tampan itu curiga dengan apa yang akan diperbuat oleh Joana. Dia harus waspada karena tidak mau terjebak untuk kedua kalinya.
"Kenapa, Bang? Apa Bang Andre yang tampan ini takut pada gadis kecil?" Joana mencubit gemas pipi Andreas, membuat sang guru idola mendengkus kesal karena merasa dipermainkan oleh gadis ingusan.
"Aku sama sekali tidak takut!" tegas Andreas.
"Kalau begitu, mari kita bersenang-senang!" Joana tersenyum lalu menjatuhkan tubuh di atas ranjang Andreas, seraya menarik tangan pria tampan yang akan segera menjadi suaminya. Andreas yang tidak siap terjatuh dan menimpa tubuh sinyal Joana.
"Jo! Apa yang kamu lakukan!" pekik Andreas yang kini berada di atas tubuh Joana. Pria itu menopang tubuh dengan kedua tangan agar jangan sampai dia menindih tubuh gadis belia di bawahnya.
"Jo cuma mau membuktikan pada Bang Andre, kalau Jo bukan gadis kecil! Kenapa, Bang? Jo tidak salah 'kan? Toh, sebentar lagi kita akan menikah." Joana memainkan kedua alis, naik turun menggoda Andreas.
"Ini tidak benar, Jo! Singkirkan tanganmu!" Andreas mencoba melepaskan jerat tangan Joana di punggungnya, tetapi gadis cantik itu semakin mengeratkan pelukan.
Andreas menghela napas kasar. Susah payah dia menahan agar tidak tergoda dengan gadis bertubuh seksi di bawahnya yang terus menggoda Andreas dan nampak pasrah. Suara ketukan di pintu, membebaskan guru muda itu dari jerat godaan Joana yang hampir membuatnya menjadi gila.
"Jo, makan dulu, yuk," ajak Ryan seraya tersenyum nyengir pada sang abang. Sementara Andreas nampak sangat kesal.
"Kita lanjut nanti kalau sudah halal ya, Bang Andre," bisik Joana, yang kemudian segera berlalu dari kamar sang guru idola.
Menyisakan Andreas yang kemudian menghela napas panjang. 'Syukurlah. Gadis itu memang benar-benar membahayakan! Aku tidak boleh lengah, bisa bahaya kalau aku lepas kendali.'
Setelah makan malam, Andreas segera berpamitan pada ibunya. Dia tidak peduli meskipun Joana nampak keberatan karena gadis itu masih betah berada di sana. Andreas tetap memaksa ingin segera mengantarkan pulang Joana.
Akhirnya dengan menekuk wajah, Joana bersedia diajak pulang. Andreas segera melajukan motor dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke kediaman sang paman. Setelah mengantar Joana, guru muda itu pun langsung pamit pulang.
Setibanya di unit apartemen, Andreas mebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang lalu mencoba memejamkan mata. Sungguh, berdekatan dengan Joana membuat lelah bukan hanya raga, tapi juga jiwanya.
Pagi harinya, Joana datang ke sekolah dengan wajah yang semakin ceria. Hal itu membuat sang sahabat bisa menebak. "Memangnya, kapan kalian menikah? Hepi amat kayaknya?"
"Akhir pekan ini," balas Joana, antusias.
"Secepat itu?" tanya Melanie, tidak percaya.
"Ya, iya, lah. Ngapain ditunda-tunda? Keburu tek dung nanti, kalau ditunda." Joana terkekeh kemudian.
Melanie menjitak pelan kening sahabatnya itu. "Asal aja kalau bicara! Dideketin Sabeum Alan aja takut 'kan, waktu itu?"
Mendengar nama pelatih bela dirinya, Joana langsung berhenti tertawa. "Apa kabar ya, dia? Setelah penolakanku waktu itu, dia tiba-tiba menghilang." Perasaan bersalah, menyelinap begitu saja di hati Joana.
"Bukan salahmu juga kali, Jo. Cinta 'kan, enggak bisa dipaksakan." Melanie menepuk pelan pundak sang sahabat.
"Oh ya, Jo. Kalau akhir minggu ini, maaf banget, ya. Aku enggak bisa datang karena bapak sama emak ngajak pulang kampung," sesal Melanie dengan tatapan bersalah.
Joana yang memahami keadaan Melanie tersenyum. "Tidak apa-apa, Mel. Lagian, pernikahan kami 'kan pernikahan rahasia dan dilaksanakan secara sederhana. Tapi nanti kalau pesta resepsi, kamu harus janji untuk hadir dan menjadi bridesmaid, oke!" Joana menjulurkan kelingking yang kemudian disambut oleh sang sahabat.
Bel tanda masuk berbunyi dan menyudahi obrolan mereka berdua.
🌹🌹🌹
bersambung...
Hari begitu cepat berganti dirasakan oleh Andreas. Hal itu dia rasakan karena sebenarnya Andreas memang belum siap untuk menikah. Dia terpaksa harus menikahi Joana karena jebakan dari siswinya yang terkenal centil di sekolah.Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Joana. Bagi gadis belia itu, menunggu hari ini di mana pernikahannya akan dilangsungkan, terasa sangat lama. Tidak sabar rasanya, dia menunggu hari berganti petang dan pernikahan mereka berdua segera dilaksanakan.Sedari pagi, Joana telah memersiapkan diri dengan serangkaian perawatan untuk menyambut malam pertamanya. Malam panjang yang akan dia lewatkan dengan pria pujaan. Seorang guru muda yang menjadi idola di sekolahnya.Kini, Joana sedang dirias oleh mamanya sendiri yang memang pandai merias. Riasan tipis yang membuat Joana semakin terlihat anggun dan sedikit lebih dewasa dari usianya. Gadis belia itu menatap senang melihat hasil riasan sang mama."Bagus banget, Cik. Natural dan elegan," pu
Menyaksikan sang putra bergeming, wanita paruh baya itu lalu menuntun Joana dan Andreas masuk ke dalam gereja. Di sana keluarga besar dan Imam gereja sudah menyambut kedatangan calon mempelai berdua. Seremonial pemberkatan pernikahan pun segera dilangsungkan, sesuai permintaan pihak keluarga. Satu per satu acara berjalan dengan lancar. Setelah pendeta membacakan doa, Andreas lalu membuka veil yang menutupi wajah cantik Joana yang sekarang telah sah menjadi istrinya. Andreas nampak ragu, ketika hendak melakukan wedding kiss. Pria muda itu sejenak memejamkan mata lalu menghela napas panjang. Desakan dari para orang tua melalui sorot mata mereka yang menatap tajam pada Andreas, memaksanya mendekatkan wajah. Joana memejamkan mata ketika Andreas menempelkan bibir dan istri Andreas itu tersenyum dalam hati, seraya berharap banyak. Cukup lama Joana menanti, tetapi tidak ada tindakan apa-apa yang dilakukan oleh Andreas kepadanya. Pemuda itu hanya menempelkan bibir da
Suara petugas hotel yang mengantarkan mereka berdua, mengurai lamunan mesum Joana. Gadis belia itu kemudian merapatkan pejaman matanya."Silakan, Mas. Ini kamar untuk Mas Andre dan Nona Jo, seperti yang telah dipesan oleh Nyonya Anggie." Setelah membuka pintu kamar dengan lebar, seorang wanita cantik berseragam petugas hotel segera mempersilahkan Andreas untuk masuk ke dalam kamar luas tersebut."Saya permisi dulu, Mas Andre. Kalau butuh sesuatu, Mas Andre bisa telepon layanan customer," pamit petugas hotel tersebut, setelah menyimpan acses card ke tempat penyimpanan di samping pintu.Andreas hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Pria itu lalu merebahkan tubuh Joana di atas ranjang empuk yang bertabur mawar merah. Andreas berdiri di samping ranjang sambil geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan takdir hidup yang harus dia jalani sekarang.Pria muda itu lalu melipat kedua tangan di dada. Tatapannya lurus tertuju ke arah Joana. 'Dia masih sanga
Joana cemberut mendengar Andreas memanggilnya bocah. "Jo bukan bocah Bang. Kalau enggak percaya, Jo akan buktikan pada Bang Andre kalau Jo sudah bisa bikin bocah. Ayo, kita mulai!" tantang Joana yang kemudian berdiri.Andreas mendengkus kesal. "Jangan mimpi, Jo!'" Kenapa, sih, bicaranya masih ketus aja," rajuk Joana yang kemudian kembali mendudukkan diri di sofa.Sejenak keheningan tercipta di kamar hotel mewah tersebut. Andreas masih berdiri mematung di tempatnya dengan tatapan yang terlihat kesal ke arah Joana. Sementara gadis belia yang baru saja dinikahi oleh sang guru matematika itu pura-pura tidak melihat ekspresi suaminya."Jo laper, Bang. Kita 'kan, belum makan malam." Suara Joana mengurai keheningan.Wanita belia nan seksi itu berbicara dengan bibir mengerucut, membuat bibir tipisnya yang diwarnai kemerahan nampak menggairahkan. Namun, sepertinya pria bertampang dingin di hadapan, sama sekali tidak tergoda untuk menikmati benda kenyal yan
Joana lalu segera mengejar dan menarik lengan suaminya. Tenaga Joana yang kuat meskipun tangannya kecil dan seperti tidak bertenaga, membuat mereka berdua kini saling berhadapan di ambang pintu kamar. Joana kembali menjalankan misinya dengan mengeluarkan air mata buaya."Maafkan Jo, Bang. Jo bingung, bagaimana cara mendapatkan perhatian dari Bang Andre?"Andreas menghela napas panjang. "Dari awal, aku sudah mengatakan kepadamu, Jo, kalau aku tidak menyukaimu!" tegasnya.Joana mengangguk, mengerti. "Jo tahu itu, Bang. Tapi, tidak ada salahnya 'kan, kalau Jo berjuang?" Joana menatap sang suami penuh harap dan dengan netra yang masih berkaca-kaca."Silakan, tapi jangan pernah menyesal jika ternyata perjuangan kamu akan sia-sia dan kamu hanya membuang-buang waktu saja!""Terima kasih, Bang. Jo tidak akan pernah menyesal. Kalaupun gagal, setidaknya Jo sudah berusaha dengan maksimal." Joana kembali tersenyum ceria, seolah tidak pernah terjadi apa-apa seb
Andreas yang hendak langsung merebahkan tubuh, mengurungkan niat lalu mengambil selimut dan bermaksud menutupi tubuh Joana. Ketika kembali ke sofa, Andreas mencoba membangunkan gadis belia yang kini sudah sah menjadi istrinya. Namun, wanita belia itu bergeming dan sama sekali tidak meresponnya. Andreas lalu menepuk pelan lengan Joana yang terbuka."Astaga. Dingin sekali kulit Joana," gumam Andreas ketika telapak tangannya menyentuh kulit Joana. Pria muda itu terlihat mulai khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Dia saja yang mengenakan pakaian lengkap kedinginan, apalagi istrinya itu mengenakan gaun terbuka?Dia amati wajah wanita belia itu yang ternyata sangat pucat. Andreas lalu memegang tangan Joana dan memastikan denyut nadinya, lemah. Hal itu membuat Andreas menjadi semakin panik.Dia mencoba menepuk pelan pipi Joana, tetapi wanita yang hanya mengenakan gaun tipis itu tidak memberikan respon. "Jangan-jangan, dia pingsan?" Pikiran buruk mulai menyelimuti hati A
Andreas hanya berdecak dan kemudian segera menuju sofa tanpa kata. Melihat jam masih menunjukkan pukul empat dini hari, Andreas bermaksud melanjutkan tidurnya. Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara dengkuran halus yang menandakan bahwa pria muda itu telah kembali terlelap ke alam mimpinya.Di atas ranjang, Joana masih senyum-senyum tidak jelas. Masih dapat dia rasakan kehangatan tubuh kekar Andreas yang tadi memeluknya erat. Beruntung dia sudah terbangun cukup lama dan dapat menikmati kehangatan tubuh Andreas."Andai dia sedikit saja memiliki perasaan terhadapku, aku yakin dia pasti tergoda untuk melakukan lebih padaku," gumam Joana sambil membuka selimut dan melihat tubuhnya yang polos tanpa busana."Dasar, laki-laki aneh! Yang gurih dan halal sudah di depan mata, malah dianggurin!" gerutu Joana yang kemudian kembali menarik selimut dan merebahkan diri dengan benar. Dia pun ingin melanjutkan tidurnya karena tidak mau terjaga sendirian.Andreas terb
Sejenak, keheningan tercipta di dalam kamar pengantin nan mewah itu. Masing-masing nampak sibuk dengan pikiran sendiri, mereka hanya saling diam dan membisu. Baik Andreas maupun Joana, tidak ada yang mengeluarkan suara untuk memulai berbicara."Sebaiknya, kita segera berkemas dan pulang ke unit apartemenku." Perkataan Andreas mengurai keheningan. Andreas ingin segera mengajak Joana untuk pulang ke unit miliknya agar dia bisa terbebas dari wanita belia itu dan menyibukkan diri dengan pekerjaan."Bang, kita 'kan masih punya waktu sampai sore!" protes Joana yang masih ingin menghabiskan waktu berduaan dengan sang suami di tempat istimewa, meskipun malam pertamanya semalam tidaklah seistimewa yang dia harapkan."Kalau kamu masih mau di sini, silakan!" Andreas segera beranjak dan kemudian mulai mengemasi barangnya yang tidak seberapa.Mau tidak mau, Joana pun ikut beranjak lalu ikut mengemas barang miliknya. Wanita belia tersebut melakukannya dengan sangat terpaksa. Hal itu disadari oleh A