Selesai makan bersama keluarga besar, Mama mengajakku ke kamar. Sebelumnya Mama telah menyuruh agar art membersihkan kamar yang akan kami tempati.
Aku ingin Mbok bisa sekamar denganku, tetapi Mbok tidak mau. Mbok mengerti posisi dirinya dan tidak ingin membuat Mama cemburu karna aku lebih dekat pada Mbok.
Kamarku berada di lantai atas di tengah-tengah kamar Mama Papa dan juga Haris. Sedangkan kamar yang di tempati Mbok berada dibawah berdampingan kamar art. Walaupun cuma dapat kamar di bawah, asal masih bisa bersamaku Mbok sudah sangat senang.
Saat pintu kamar terbuka, aku tercengang melihat dalamnya. Sungguh sebuah kamar yang besar, ranjang dan lemari besar, apalagi jendela juga berukuran tinggi di hias dengan gorden yang cantik.
"Ayo, masuk! Kok malah bengong anak Mama," ajak Mama sembari menarik tanganku.
"Benar ini kamar Winda, Ma?" tanyaku tak percaya. Mama tertawa memamerkan giginya yang masih utuh.
Pintu lift terbuka saat tiba di lantai dua, Mama menarik tanganku dan mengajakku masuk butik langganan. Saat menuju butik, beberapa meter di depanku terlihat dua insan yang ku kenal sedang jalan berpelukan sambil menenteng tas.Aku berpura-pura tidak melihatnya, akan tetapi si lelaki sepertinya mengenalku dan terus memperhatikanku yang sedang berjalan di apit wanita bergaya sosialita.Dan saat berada tepat beberapa langkah di depan, lelaki itu memanggil ku nyaring. "Winda ...?"Aku dan Mama berhenti dan menoleh ke arah suara, ah sial gerutu ku. Mengapa kami harus bertemu di saat yang tak tepat.Bram dan Laras berjalan mendekatiku. "Ini kamu, Winda kan?" selidiknya."Siapa, Nak? Kamu kenal?" tanya Mama sembari menautkan alisnya.Aku memicingkan mata dan berpura-pura asing pada mereka berdua. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mereka, tunggu setelah aku sudah memegang jabatan penting di perusa
Hari yang di tunggu pun tiba, sesuai jadwal aku beserta seluruh keluarga akan terbang ke Abu Dhabi. Penerbangan dengan pesawat Garuda Indonesia, dengan layanan First Class.Penerbangan dari bandara Adi Sucipto, transit sebentar di Jakarta. Lalu dari Jakarta pesawat menuju ke Abu Dhabi. Butuh sekitar 8 jam 20 menit untuk tiba di sana.Sembari menunggu, di pesawat terdapat banyak layanan. Sungguh nyaman sekali, bahkan kursi bisa di jadikan tempat tidur yang bisa di luruskan. Makanannya juga enak dan mewah, seumur hidup baru kali ini aku menikmati kenikmatan di pesawat.Delapan jam lebih telah berlalu, terdengar operator pesawat yang memberitahu penumpang agar mengencangkan safety belt. Pesawat akan landing.Alhamdulillah, akhirnya tiba juga di Abu Dhabi Internasional Airport. Setelah pesawat berhenti, penumpang antri untuk turun. Pramugari segera membuka pintu keluar pesawat. Aku dan keluargaku beriringan keluar bersama penumpang lai
Sejurus kemudian, tuan Abbas tersenyum setelah melihat anaknya. "Sayid Muhammad bin Abbas, kemari!" panggilnya.Aku terkejut saat tuan Abbas memanggil nama anaknya, dan hatiku berdebar saat seorang pria muda menoleh ke arah ayahnya.Wah .... !"Aku terpesona, benarkah itu manusia atau malaikat? Pria muda itu berjalan mendekati ayahnya dengan tersenyum.Masya Allah, senyumnya telah menggoda hatiku. Wajah yang sangat tampan dengan hidung mancung dan kulit putih bersih. Perawakannya juga tinggi ditunjang body berotot, prepect."Ada apa Ayah?" tanyanya begitu sudah berdiri di samping ayahnya."Perkenalkan ini sahabat ayah, Mr Hartono dari Indonesia," jawab Mr Abbas sembari menunjuk Papa. "Assalamualaikum Mr Hartono!" sapa pria muda itu sembari menjabat tangan Papa."Wa'alaikumussalam, ya Sayid. Apa kabarmu?" sambut Papa menyebut nama pria itu."Alhamdulillah, seperti yan
Selama setahun aku berada di Abu Dhabi, selain atas permintaan Papa juga aku mesti belajar banyak agar bisa menjadi Manager. Papa cuma memberi waktu setahun bagiku untuk menguasai segala bidang.Tadinya aku pesimis, waktu setahun apa aku mampu? Namun, karena banyaknya dukungan untukku, maka aku kuatkan tekad.Papa sudah menyiapkan kursi Manager di perusahaan tepatnya di Indonesia. Sedangkan Papa mengurusi perusahaan di Abu Dhabi. Bahkan Papa harus bolak balik antara Indonesia dan Abu Dhabi.Mama semenjak aku kembali, kini lebih sering bersamaku di Indonesia. Mama ingin menghabiskan sisa waktunya bersamaku. Aku bahagia bisa dekat dengan kedua wanita yang sangat menyayangiku.Setelah pesawat mendarat di bandara Adi Sucipto, aku lega menginjak kaki lagi ke Indonesia. Kini aku sudah menjadi perempuan yang modern, cantik dan tentunya kaya.Berbekal pengalaman di Abu Dhabi, aku mulai masuk kantor. Tentunya kantor itu sudah d
Beberapa bulan menjabat Manager, aku sudah mulai terbiasa dengan lingkup perusahaan. Seluruh karyawan juga turut andil dalam mensukseskan program kerjasama.Mereka juga semakin betah kerja, karena ada beberapa kebijakan perusahaan yang ku ubah. Saat masuk waktu sholat, bagi karyawan muslim aku perintahkan untuk berhenti sejenak. Tiap akhir pekan kerja hanya tengah hari, juga ada bonus bagi yang rajin dan teliti dalam bekerja.Aku juga semakin akrab dengan bawahan, semua diperlakukan dengan adil dan merata. Dalam tahap hanya dua tahun, melihat perkembangan dan dedikasi perusahaan Papa berencana menaikkan jabatanku menjadi direktur.Jabatan direktur yang sebelumnya di pegang Haris, kini di serahkan padaku. Sedangkan Haris membantu perusahaan Papa di Abu Dhabi.Tok tok tok .... Terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" seruku.Terlihat Rara, sekretarisku masuk. Di tangannya memegang sebuah map, pasti ada se
Hatiku sangat senang setelah mendapat tanda tangan Bram di kertas cerai. Dengan begitu apapun yang terjadi pada Bram, tidak ada hubungannya denganku lagi. Jika suatu saat dia merasa ingin kembali, surat cerai itu bisa sebagai bukti.Aku menyeringai puas, rencana pertama berjalan mulus. Kini saatnya menjalankan rencana ke dua. Rumah Mbok yang di kampung kami jual, karena tidak akan balik ke kampung itu lagi.Usai rumah laku terjual, aku dan Mbok segera balik ke Jogja. Aku tidak bisa berlama-lama, sebab banyak kerjasama dan proyek yang harus kutanda tangani.Selama aku di kampung, urusan perusahaan sementara di pegang sekretaris.Setiba di kantor, Rara membawa beberapa map yang akan ku cek dan tanda tangan."Bagaimana dengan manager PT. Bintang Semesta itu? Apakah dia bersedia?" tanyaku yang penasaran pada Rara."Sudah saya kabari, Bu. Awalnya dia tanya persyaratan apa, ya saya bilang bila ingin tau bertemu dulu pad
Aku menghela nafas sesaat setelah Bram keluar dari kantorku. Hatiku lega bisa mengeluarkan semua bukti yang kusimpan selama ini, semoga saja Bram tersadar.Walaupun aku tidak peduli dengan kehidupannya, tapi itu bermanfaat untuk memuluskan rencanaku. Aku ingin Bram dan Laras merasakan sakit yang ku alami dulu. Jika dulu aku melihat langsung adegan panas mereka, kini Bram yang harus mengalami.Bibirku menyungging senyum, sejauh ini rencana ku berhasil. Tinggal menunggu kabar perceraian Bram dan Laras, dengan begitu akan lebih mudah untuk membuatnya menderita."Rara, silahkan masuk sebentar ke ruanganku!" titah ku melalui sambungan telepon.Setelah Rara masuk, aku bertanya tentang tamu tadi. "Gimana? Sudah pergi para tamu kita?""Sudah, Bu. Tapi kok saya perhatikan manager itu terlihat lesu?" tanya Rara heran."Duduk Ra, saya ingin menceritakan sedikit padamu. Kelak akan berguna jika kamu tau," pintaku padan
Seminggu setelah Bram datang ke kantor, tidak ada kabar lagi. Apa dia masih tak percaya padaku? Jangan-jangan masih mesra dengan Laras.Ah, sudahlah tunggu saja, untuk apa terlalu mikirin mantan suami yang tak jelas itu lebih baik aku pikirkan calon suami yang tampan, Sayid.Ku perhatikan cincin berlian di jari manis, cincin ini sungguh indah berkilauan. Pasti mahal banget harganya, tapi bagi Sayid itu tak seberapa di banding kekayaannya.Lagi asyik menatapi cincin, terdengar gawai ku berdering. Kulihat di layar tidak tercantum nama, siapa? Aku pun tak menghiraukan, tapi panggilan itu terus berbunyi. Hingga tiga kali baru ku angkat."Halo! Siapa ini?" tanyaku ketus."Kamu mbak Winda, kan!" Terdengar suara tidak asing di ujung sana. Laras?"Ya, ada perlu apa? Dan tau dari siapa nomerku?""Dari siapa lagi kalo bukan Mas Bram, apa Mbak yang menyuruhnya menceraikan ku? Jahat kali kamu mbak, apa ha