Share

Perdebatan Di Dalam Kamar

last update Last Updated: 2025-04-11 06:01:30

"Aku di sini... hanya untuk si kembar." Suara Ayu nyaris tak terdengar, tapi mengandung keteguhan yang perlahan kembali tumbuh.

Wajah dua bayi itu menari dalam benaknya. Tawa-tawa kecil, tangisan lapar di malam hari, genggaman mungil di ujung jarinya. Semua itu bukan sekadar pekerjaan baginya—itu kehidupan baru. Sebuah makna yang tak pernah ia sangka akan ia peluk.

"Mereka... adalah jiwaku. Alasanku tetap bertahan di rumah ini," gumamnya, kini lebih yakin. Ia menghapus lembut sudut matanya, lalu berbalik menuju meja.

Di atas meja, dompet kecil tergeletak. Ia mengambilnya, membuka pelan—seperti menyentuh sesuatu yang rapuh. Jemarinya menyusuri lapisan kulit dompet itu, lalu menarik selembar foto kecil dari balik sekat.

Foto seorang bayi mungil dengan kulit yang masih keriput dan mata yang terpejam—menyiratkan betapa singkatnya ia hadir di dunia ini.

"Bintang... apa kabarmu, Sayang..." Suaranya mulai bergetar. " Alasan Ibu di rumah

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ada Rasa Yang Belum Usai

    "Kamu masih belum percaya sama aku?" Narendra tersenyum tipis, dingin, tanpa hangat sedikit pun di matanya.Ayu terdiam. Pandangannya terkunci pada wajah itu—bukan karena rindu, tapi karena asingnya. Tatapan mata Narendra bukan seperti yang biasa ia kenal. Ada sesuatu yang gelap, seperti kabut yang menyelimuti."Tatapan ini... persis seperti pertama kali kami bertemu," batinnya.Kilasan itu datang tanpa permisi.—Dua tahun lalu. Di antara keramaian pasar Glodok, suara teriakan pedagang dan aroma bawang putih bercampur keringat. Ayu—gadis lugu dengan celemek lusuh—menenteng dua kantong sayuran, terburu-buru menuju lapak orang tuanya.Bruk!Tubuhnya bertabrakan dengan seseorang. Plastik di tangannya robek, tomat-tomat berserakan di tanah. Lelaki itu, berdasi tapi berkemeja santai, buru-buru membungkuk."Maaf… maaf banget. Aku nggak lihat jalan."Ayu hanya menunduk, canggung. Tapi lelaki itu menatapnya cukup lama. Sorot matanya menyala—bukan karena empati, tapi rasa tertarik yang belum

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Rencana Tersembunyi

    "Kalau begitu, kami pamit."Salah satu petugas KPK mengangguk singkat, lalu berbalik meninggalkan ruang tamu. Anggota lainnya mengikuti, membawa berkas dan beberapa barang bukti dalam kotak coklat.Begitu pintu terbuka, suara gemuruh langsung menyergap. Blitz kamera menyala, mikrofon terulur liar."Apakah benar Sambo menyembunyikan Jaka sebagai pembunuh orang tua Ayu?""Apakah Pak Sambo akan ditahan?""Apa benar Jaka menikahi Ayu agar terbebas dari jerat hukum?"Beberapa wartawan mencoba menyelinap masuk, mendorong tubuh mereka ke celah pintu yang masih setengah terbuka. Namun para pengawal Sambo bergerak cepat, membentuk barikade hidup. Sikut bersentuhan, tubuh berbenturan, namun rumah tetap tertutup rapat dari mata publik.Di dalam, Sambo ambruk bersimpuh di lantai marmer. Tubuhnya lunglai, kepalanya tertunduk dalam. Ia mencengkeram rambutnya, mencakar pelipisnya sendiri. "Hancur… semuanya hancur…" gumamnya lirih, hampir tak terdengar.Hayati berlari mendekat, lututnya jatuh di sam

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Kawan Atau Lawan?

    "Sari... Fatma," suara Baim terdengar pelan tapi jelas. "Ayu pernah cerita soal surat perjanjian itu ke kalian?"Keheningan menggantung. Hanya suara napas bayi dan detak jam dinding yang menemani. Fatma dan Sari saling pandang, lalu Sari menjawab hati-hati, "Nggak, Pak. Ayu nggak pernah cerita hal-hal pribadi ke kami."Baim mengembuskan napas panjang. Pandangannya beralih ke sekitar. "Kira-kira... surat itu mungkin ada di rumah ini?"Fatma tampak mengernyit, lalu seolah sesuatu menyentak ingatannya. "Eh... saya jadi ingat, Pak. Dulu Indri pernah bilang, katanya dia nemu surat perjanjian di lemari Ayu.""Indri?" alis Baim terangkat. "Jadi... surat itu benar-benar ada?""Iya, Pak. Katanya sih begitu. Bahkan dia pernah motret suratnya juga," ujar Fatma.Laura yang sejak tadi diam, menegang. Kalau Mas Baim tanya langsung ke Indri... pikirnya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Selama ini cuma aku dan Indri yang tahu surat itu. Jangan-jangan... dia yang bocorin ke media?Baim mengangguk pelan.

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Siapa Penyebar Surat Itu?

    Narendra menurunkan jendela mobil. "Mau apa kalian?""Tuan Sambo meminta Anda segera menemuinya," jawab pria itu datar.Narendra mengisap rokoknya sekali lagi, lalu melemparkannya keluar. "Sudah kubilang, aku akan menemuinya setelah ini."Tatapan pria itu mengeras. "Di mana wanita itu?"Narendra menyipitkan mata, nadanya tajam. "Kalian mau rebut bonus itu untuk diri kalian sendiri? Aku yang akan menyerahkannya langsung ke Papa. Sekarang minggir."Ia menutup jendela, mendorong knop transmisi, lalu menancap gas, meninggalkan tempat gelap itu dalam kepulan debu.Sementara itu di rumah Baim. Kamar yang remang, cahaya dari layar ponsel menyala terang di wajah Laura. Alisnya bertaut, rahangnya mengeras. Ia menggulir layar cepat-cepat, lalu berhenti pada satu unggahan yang tengah ramai dibagikan. Teks di bawahnya menyala tegas: "Surat Perjanjian Pernikahan Ayu, Bocor ke Publik."Matanya membelalak. Ponsel itu bergetar ringan di tangannya yang gemetar."Enggak mungkin..." bisiknya. Ia berdir

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Tidak Benar-benar Aman

    "Apa maksudnya Mas Rendra? Jangan-jangan dari awal dia cuma disuruh Papa?" Ayu menggenggam ponselnya erat, jantungnya berdebar tak karuan.Malam itu, kabut tipis menggantung di antara deretan pepohonan. Ayu duduk kaku di jok penumpang, jemarinya meremas ujung dress. Cahaya ponsel di pangkuannya terus menyala—pesan tanpa nama itu terus ia baca, kata-katanya membuat resah dan khawatir.Narendra diam di balik kemudi, sorot matanya fokus menembus gelap.Aspal di depan membentang hitam dan kosong, tapi Ayu tak menatapnya—matanya lebih sering melirik Narendra, lalu ke jalan, lalu kembali lagi. Ada sesuatu yang mencurigakan mengusik pikirannya.Saat mobil berbelok di perempatan kecil, masuk ke jalan sempit yang hanya cukup untuk satu mobil, Ayu langsung duduk lebih tegak."Mas, kok kita lewat sini?" Suaranya tercekat, hampir tak terdengar."Biar kita nggak gampang dilacak. Di jalan besar, orang-orang Papa bisa mengenali mobil ini."Jawabannya masuk akal, tapi Ayu tak bisa mengusir gemuruh di

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Keraguan Yang Terselip

    "Papa ngirim pesan..." Suara Narendra terdengar panik.Mata Ayu membulat. "Apa? Mungkinkah itu orang suruhan Papa?"Narendra kembali melirik spion, lalu menggeleng pelan. "Nggak tahu."Beberapa detik kemudian, getaran panggilan masuk dari Sambo membuat ponselnya bergerak."Papa nelpon, Mas!" seru Ayu panik.Narendra spontan menoleh ke arah ponsel. Pegangannya di setir mulai goyah."Apa Papa tahu aku bawa Ayu kabur?" batinnya.Ayu melirik spion dengan napas tak teratur. "Mas, van hitam itu masih ngikutin kita. Gimana dong?""Di depan ada pom bensin. Aku akan masuk ke sana."Narendra membanting setir, lalu menepi ke area pom. Dari kaca spion, ia melihat van itu menyalip dan terus melaju.Ayu menghela napas panjang. Matanya terpejam sebentar."Syukurlah... Van itu udah nggak ngikutin kita."Narendra mengangguk kecil. "Aku angkat telepon dari Papa. Kamu tenang dulu, ya."Ayu mengangguk cepat. "Iya, Mas..."Narendra menekan tombol hijau. Ia menarik napas panjang sebelum berbicara."Halo,

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Dalam Pelarian

    Mata Ayu membelalak. Nafasnya tertahan saat melihat sosok di ambang pintu. Degup jantungnya melambat—bukan karena takut, tapi lega."Mas Rendra..." suaranya lirih, nyaris seperti bisikan yang tercekat. Ia bergegas membuka pintu.Narendra masuk tanpa basa-basi. Tangannya meraih gagang pintu dan membantingnya hingga tertutup rapat. Tatapannya tajam, nadanya nyaris membentak."Kamu yang menyebarkan surat itu? Kenapa kamu gegabah, Ayu?"Ayu tersentak, lalu buru-buru menggeleng. "Bukan aku, Mas. Sumpah. Aku bahkan nggak tahu siapa yang—""Ini gawat." Narendra menyapu ruangan dengan pandangan waspada. Matanya menyipit."Kamu bisa dalam bahaya. Siapapun yang menyebarkan, yang jelas isi perjanjian itu sudah terungkap ke publik. Papa Sambo nggak akan membiarkan kamu muncul dan bicara.""Kenapa, Mas? Aku bisa menyangkal. Berpura-pura perjanjian itu nggak benar.""Karena kamu itu ancaman, Ayu. Dari awal!"Narendra mendekat, matanya menyala marah—bukan padanya, tapi pada kebenaran yang selama ini

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ancaman Yang Tak Main-main

    "Baik, Pak. Di mana posisi target sekarang?" Suara dalam ponsel itu terdengar datar. "Di rumah. Dia tidak ke mana-mana." Sambo melirik ke arah jendela, seolah bisa menembus dinding dengan tatapan. "Lenyapkan dia. Malam ini." "Siap, Pak." Telepon berakhir dengan bunyi klik. Sambo menatap layar ponsel yang mati, lalu mengepalkannya hingga sendi jarinya memutih. "Bangsat!" gumamnya pelan namun penuh geram. Ia melempar ponsel ke sofa, lalu menghantam meja kecil di sampingnya dengan kepalan tangan. "Anak itu benar-benar tidak bisa diajak bicara baik-baik. Sudah kuperingatkan. Tapi dia tetap melawan." Dari dalam rumah, langkah cepat terdengar. Hayati muncul dengan napas tersengal, wajahnya pucat. "Pa... barusan itu wartawan? Suaranya ramai sekali." Sambo memutar tubuhnya, sorot matanya gelap. "Mereka menanyakan surat itu. Memaksa aku mengakui perbuatan Jaka. Dan sekarang... mereka ingin Ayu tampil di jumpa pers." Hayati menutup mulutnya dengan tangan. "Ya Tuhan... Pa, aku sudah cob

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Di Rumah Dinas

    "Nggak masuk akal, menantu Gubernur adalah penjual sayur. Mereka pasti sengaja menyembunyikan sesuatu, agar nama Gubernur tetap bersih." Polisi itu menjabat tangan Baim, lalu melangkah pergi. Baim membeku. Pandangannya kosong, bahunya kaku, dan wajahnya pucat. Melihat itu, Yoga buru-buru menghampiri. "Pak? Anda baik-baik saja?" Baim mengangkat kepala perlahan. Suaranya parau. "Yoga, aku nggak begitu paham maksud polisi tadi. Aku bingung." Yoga mengeluarkan ponselnya. Ia membuka unggahan yang sedang viral, menampakkan surat perjanjian bermaterai. Komentar-komentar menghujani layar, sebagian besar berisi kemarahan. "Ini, Pak. Surat ini sudah tersebar ke mana-mana. Banyak yang menuntut Gubernur diperiksa KPK. Rakyat marah karena kasus ini ditutupi. Mereka menyuarakan keadilan untuk Ayu." Baim membaca cepat. Sorot matanya tajam, lalu berubah nanar saat melihat nama Ayu dan Jaka tertera jelas dalam perjanjian itu. "Jadi... orangtua Ayu...?" "Iya, Pak. Jaka menabraknya saat mabuk. Ibu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status