Share

Spot Penuh Kenangan

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-09-14 07:51:17

Rania terduduk di kursi kerjanya. Masih terngiang jelas adegan serta posisi panas Bastian dan Maya di ruang direktur utama. Walau hanya sekilas, namun cukup membekas dan menyakitkan di hati Rania.

“Ada apa, Ran?” tanya Laura—rekan kerja Rania sekaligus sahabat baik wanita itu.

Rania bergidik, “A—aku nggak apa-apa kok. Tadi niatnya aku mau antar file ke ruangan pak Bastian untuk ditanda tangani. Tapi nggak tahunya di dalam ada bu Maya.”

“Lho, bukannya tadi kamu lihat kalau bu Maya datang dan masuk ke ruangan itu? Kamu ketemu sama bu Maya’kan?” tanya Laura.

“Iya tapi aku nggak nyangka kalau—. Ah, lupakan saja.” Rania mencoba menghindari Laura.

“Rania, kamu mau kemana?” tanya Laura.

Rania tidak menggubris. Ia terus melangkahkan kakinya berjalan menuju lift. Susah payah Rania menahan air mata, karena di dalam lift ia tidak sendirian. Ada beberapa orang lagi yang ada di sana, menuju lantai yang berbeda.

Rania sendiri menuju lantai paling atas. Rooftop, itu adalah tempat tujuan wanita itu. Ada sebuah spot di sana yang menjadi tempat persembunyian Rania. Ia biasa menghabiskan waktunya di sana seraya merenung. Entah apa saja yang ia pikirkan.

Setiap Rania Ada masalah, ia akan selalu ke sana. Menyandarkan punggung ke dinding sebuah sudut di rooftop salah satu hotel berbintang lima milik Bastian.

Tempat itu menjadi saksi, betapa indahnya cinta masa muda Rania dan Bastian dulunya. Cinta yang sudah terajut sejak mereka berdua duduk di bangku kuliah yang sama.

Namun sayang, perbedaan status sosial membuat hubungan keduanya tidak bertahan. Maya menang, ia berhasil merebut Bastian dari pelukan Rania. Dengan kuasa yang ia miliki, dan hubungan bisnis orang tuanya dengan keluarga Bastian, membuat langkahnya begitu mulus dan halus. Ia mengabaikan persahabatan yang ia rajut sedari awal dengan Rania.

Rania terduduk di sana. Berjongkok seraya memuntahkan lahar dingin sejadi-jadinya. Jauh dalam lubuk hati terdalam Rania, masih ada cinta untuk Bastian. Sampai sekarang, belum ada satu pun lelaki yang berhasil masuk ke dalam relung hati itu. Hati Rania masih saja terkunci, berharap keajaiban akan datang dan ia kembali bisa merengkuh cintanya.

Namun sayang, dua minggu lagi Bastian akan menikah dengan Maya. Bahkan ia harus melihat posisi serta adegan panas yang tidak mampu ia hilangkan dari otaknya.

Tidak, Ran! kamu tidak boleh lemah seperti ini. Dia saja bisa bahagia, kenapa kamu tidak? Buat apa kamu membuang air matamu untuk lelaki yang sama sekali tidak mau memperjuangkanmu? Bahkan ia memperlakukan dirimu semena-mena selama ini?

Ran, jangan kamu buang sia-sia air mata itu. Air mata itu sangat berharga. Berhenti menangis, dan tetaplah terlihat kuat di depan mereka. Kamu jangan sampai lemah, apa lagi menyerah. Ingat, masih banyak lelaki lain yang jauh lebih baik dari Bastian. Jadi hentikan semua ini!

Rania seakan diingatkan oleh seseorang. Itu adalah kata hatinya sendiri. Sisi lain dari dirinya.

Rania segera menyeka mata, memastikan kalau tidak ada bekas air mata lagi di pipinya. Rania kembali melangkahkan kaki, meninggalkan rooftop yang penuh kenangan. Ciuman pertama yang ia lakukan dulunya bersama Bastian, terjadi di sana.

Sepanjang perjalanan menuju toilet kantor, janji-janji manis Bastian dulu, kembali terngiang di kepala. Sulit dan sangat sulit untuk dihilangkan. Seolah semua itu sudah merekat kuat di otak Rania.

Rania segera membersihkan wajahnya dengan air. Memastikan tidak ada bekas air mata, lalu ia pun berniat kembali ke meja kerja untuk memperbaiki riasannya.

“Dari mana saja kamu?” ketus Maya yang saat ini sedang berpapasan dengan Rania.

“A—aku, aku dari toilet.” Rania agak tergagap.

Maya bersedekap. Ia memandang Rania dengan tatapan sinis seraya berjalan mengellilingi wanita itu.

“Kamu lihat sendiri’kan, Bastian itu adalah milikku. Ia tidak pernah tahan setiap bertemu denganku. Kami pasti akan selalu bercinta dimana pun kami bertemu.” Maya bersikap sangat sombong.

“Itu bukan urusanku. Lagi pula Bastian adalah tunanganmu. Dua minggu lagi kalian akan menikah. Aku ucapkan selamat atas itu.” Rania berusaha bersikap santai.

“Rania, sudah aku katakan, bekerja di sini kamu harus siap menerima sakit hati. Aku tidak tahu, apa niatmu sebenarnya bekerja di sini. Aku rasa kau berusaha mencoba menarik perhatian Bastian lagi, iya’kan?” Kembali, Maya melontarkan pertanyaan yang sangat menyakitkan.

“Aku ditawarkan bekerja di sini, bukan aku yang melamar. Aku harap kamu tidak lupa. Aku bekerja di sini karena prestasi, bukan karena adanya orang dalam,” tegas Rania

“Cuih, munafik sekali! Kalau memang tidak ada udang dibalik batu, kamu bisa saja menolaknya’kan?” Maya hampir saja tersulut emosi.

“Bodoh sekali aku menolak pekerjaan bagus dengan gaji yang lumayan.” Rania mencoba membalas tatapan Maya.

“Tapi setelah aku pikir-pikir tidak ada salahnya juga sih. Jadi kamu tahu betapa romantisnya hubunganku dengan Bastian. Aku ulangi lagi, Bastian sangat mencintaiku. Bahkan ia tidak akan pernah tahan setiap bertemu denganku. Kamu bisa melihatnya sendiri, bukan? Bastian itu sangat panas dan menggairahkan.” Lagi-lagi Maya berusaha memancing emosi mantan sahabatnya itu.

“Jangan menggumbar isi dapur sendiri, Bu Maya. Apa anda tidak malu mengatakan hal itu pada orang lain? Apa lagi pada bawahan anda sendiri? Ingat, pelakor merajalela di bumi ini. Kalau tidak mau menyesal, sebaiknya anda tahan ucapan anda.” Rania menekan setiap intonasi kata yang ia ucapkan. Bahkan saat ini ia posisikan dirinya adalah bawahan Maya, bukan mantan sahabat.

Rania mencoba melangkahkan kaki, meninggalkan Maya dan mengaikan wanita itu. Tapi sayang, Maya malah menarik rambut panjang Rania dengan kuat lalu mengatakan sesuatu di telinga Rania.

“Apa kamu berniat jadi pelakor?” lirih Maya.

Rania menyentak lembut tangan Maya dari rambutnya, “Harga diriku terlalu tinggi, Bu. Aku tidak akan mengorbankan harga diriku hanya untuk laki-laki seperti Bastian. Anda lupa, masih banyak lelaki lain yang jauh lebih baik dari tunangan anda itu. Jadi buat apa aku mengorbankan diri dan masa depanku hanya untuk seorang lelaki pengecut seperti itu. Jujur saja, aku pun tidak mau menerima bekas anda. Terlalu menjijikkan!” tegas Rania. Wanita itu pun segera menekan langkah, meninggalkan Maya menuju ruang kerjanya.

Sial! Sombong sekali dia. Dia lupa siapa dia. Posisinya di sini hanya sebagai babu perusahaan. Rania, lihat saja nanti. Aku tidak akan tinggal diam. Aku akan membuatmu menyesal karena sudah mengatakan hal itu padaku. Maya membatin seraya meninggalkan tempat itu.

Siapa sangka, saat ini pun telinga seseorang tengah memerah setelah diam-diam mendengarkan percakapan panas antara Maya dan Rania. Baik Rania maupun Maya tidak menyadari kalau ada sepasang telinga yang mendengar mereka. Ada sepasang mata yang meihat dan memerhatikan mereka. Hingga keduanya terpisah dan pergi ke arah yang berlawanan  arah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (23)
goodnovel comment avatar
Endah Spy
udah lah ran, masih banyak pria uang lebih baik dari bastian kok, mending lupakan dan kubur dalam2 perasaanmu .. penasaran sapa yang nguping? apakah bastiankah?
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Siapa yg mendengarkan percakapan mereka Bastian kah..??? Denger tuh Bastian.... Kamu terlalu menjijikkan Dimata rania
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Sahabat laknaaa4t macam Maya ga perlu kamu gubris dan perdulikan ran... Majulah tanpa kamu melihat masa lalumu Masa depanmu lebih berharga Harga dirimu lebih penting dari segalanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maunya Bersama

    Beberapa minggu terakhir yang ia habiskan bersama Bastian, justru membuat malam ini terasa begitu canggung bagi Rania. Ia menatap putranya yang sudah terlelap di atas ranjang besar miliknya. Rania memang enggan berpisah dengan Bintang, sebab itu ia memutuskan agar anak semata wayangnya itu tetap tidur di kamar pribadinya malam ini.Perlahan, Rania merebahkan tubuh di samping sang buah hati. Ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa ikut terlelap. Namun sayangnya, kelopak matanya seolah menolak untuk tertutup. Ada perasaan ganjil, sebuah rindu yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata.Akhirnya, ia bangkit. Melangkah pelan menuju dinding kaca di sisi kamar. Ia membuka pintu geser itu, lalu keluar ke balkon. Berdiri menyandarkan kedua tangannya di pagar besi, seraya memandangi taman belakang rumahnya yang terlihat tenang dan indah diterpa cahaya lampu taman.Kenapa Mama tidak menikah saja dengan Papa?Pertanyaan Bintang yang terlontar di rumah sakit beberapa hari lalu kembali terngiang di

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Berpisah

    “Selamat pagi, Bintang…” Dengan senyum merekah, Nora dan Prakas datang dengan sebuah buket bunga berukuran besar. Mereka sengaja memesan buket khusus untuk cucu mereka yang kini kondisinya sudah jauh lebih baik.“Terima kasih, Oma,” balas Bintang.“Bintang sekarang sudah segar ya, sudah ganteng. Hari ini, kita akan pulang ke rumah. Tapi oma sedih deh, karena nggak akan bisa bebas lagi bertemu dengan Bintang.” Nora sedikit cemberut. Namun manyun itu malah membuat Bintang tertawa.“Siapa bilang jeng Nora dan mas Prakas tidak bisa bebas datang ke rumah. Kalian bisa datang kapan pun untuk bertemu dengan Bintang. Selama di rumah sakit, kami sadar kalau ikatan darah tidak dapat dipisahkan begitu saja,” ucap Rita.“Iya, Tante. Tante dan om boleh kok datang kapan saja dan bertemu dengan Bintang.” Rania menggenggam lembut tangan kanan Nora.Nora tersenyum lembut. Ia belai pipi Rania sekali, lalu ia pun kembali mengalihkan pandangan ke arah Bintang. “Terima kasih, Rania. Kamu memang sangat baik

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Patah Hati

    Setelah beberapa jam berada di ruang observasi pascaoperasi, Bastian dan Bintang akhirnya dipindahkan ke ruang rawat inap. Mereka ditempatkan di satu ruangan yang sama, kamar VVIP terbaik di rumah sakit itu, yang telah disiapkan sebelumnya oleh keluarga mereka. Meski keduanya sudah sadar, kondisi mereka masih sangat lemah. Namun, Bastian terlihat lebih baik dibandingkan dengan Bintang yang masih tampak pucat dan lemah.Rania duduk di samping tempat tidur Bintang, menggenggam tangan kecil putranya dengan lembut. Matanya berkaca-kaca melihat kondisi anaknya yang masih begitu rapuh. Sesekali, ia mengusap rambut Bintang dengan penuh kasih sayang. Di tempat tidur sebelah, Bastian menatap ke arah mereka dengan senyum tipis. Meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat operasi, hatinya terasa lebih ringan karena telah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan putranya.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Rania lirih, suaranya penuh perhatian.Bastian mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja. Jangan khaw

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Operasi pun Dimulai

    “Hasilnya..." dokter berhenti sejenak, melihat ekspresi cemas mereka. Semua orang yang ada di ruangan itu menahan napas, menunggu kelanjutan dari kalimat dokter."Bastian cocok menjadi donor untuk Bintang."Ruangan itu seketika dipenuhi helaan napas lega. Rania menutup wajahnya dengan tangan, menangis tanpa suara. Bastian mengangguk mantap, matanya berkaca-kaca. Namun, dokter belum selesai. "Namun, ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan lebih lanjut. Operasi ini harus dilakukan secepat mungkin."Rania menghapus air matanya dengan cepat. "Secepat mungkin? Seberapa cepat, Dok?""Idealnya, dalam 24 jam ke depan. Kondisi Bintang semakin melemah. Jika kita menunda lebih lama, risiko kegagalan akan semakin besar. Kami akan segera menyiapkan jadwal operasi dan memastikan semua persiapan berjalan lancar."Bastian langsung mengangguk. "Saya siap, Dok. Kapan pun operasi akan dilakukan, saya siap."Dokter tersenyum tipis. "Baik. Kami akan segera mempersiapkan ruang operasi dan tim bedah. Un

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Hasil Pemeriksaan Bastian

    Di dalam ruangan dokter, suasana terasa begitu tegang. Rania menggenggam jemarinya sendiri, sementara Bastian duduk dengan wajah serius menatap dokter ahli yang akan menangani transplantasi hati Bintang."Sebelum kita melanjutkan ke tahap pemeriksaan, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu risiko yang mungkin terjadi dalam operasi ini," ujar dokter dengan nada hati-hati.Bastian mengangguk mantap. "Tolong jelaskan, Dok. Saya ingin tahu semua risikonya."Dokter menarik napas sejenak sebelum mulai berbicara. "Pertama, operasi transplantasi hati merupakan prosedur besar yang memiliki risiko komplikasi. Bagi pasien penerima, dalam hal ini Bintang, ada kemungkinan tubuhnya menolak organ baru meskipun sudah cocok secara medis. Jika ini terjadi, kita harus segera mengambil langkah medis tambahan untuk mengatasinya."Rania menelan ludah, hatinya semakin gelisah. "Lalu bagaimana dengan risiko untuk pendonor? Maksud saya... untuk Bastian?"Dokter menatap keduanya dengan tenang. "Sebagai pendono

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Berat

    Ruangan rumah sakit dipenuhi keheningan yang mencekam. Jam dinding menunjukkan pukul dua siang ketika pintu kamar terbuka dan seorang dokter spesialis masuk dengan raut wajah serius. Semua mata langsung tertuju padanya.Dokter itu berjalan mendekati ranjang tempat Bintang terbaring lemah. Ia memeriksa kondisi bocah itu dengan seksama, mencatat beberapa hal di berkasnya sebelum akhirnya menatap seluruh keluarga yang berkumpul di dalam ruangan.“Saya ingin membicarakan hasil pemeriksaan terbaru Bintang,” kata dokter dengan suara tenang namun tegas.Rania menggenggam tangan kecil putranya yang terasa dingin. Hatinya berdebar kencang. Begitu pula dengan Rita, Boby, Nora, Prakas, dan tentu saja Bastian yang berdiri dengan wajah tegang di sudut ruangan.Dokter menarik napas dalam, lalu berkata, “Hasil menunjukkan bahwa Bintang mengalami gagal hati akut. Kondisinya cukup serius, dan kami harus bertindak cepat untuk menyelamatkannya.”Ruangan kembali sunyi. Pernyataan itu seperti petir di sia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status