Share

4. Harapan Yang Tersemat

Sejak pertemuan Megan dengan Mikail dan Kiano tiga hari yang lalu, Megan sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Jelita benar-benar sudah kehilangan akal untuk membujuk sang supermodel tersebut untuk menurunkan kaki dari tempat tidur.

Megan-benar sudah kacau. Tak hanya penampilan, pikiran waras wanita itu sudah lenyap. Membatalkan beberapa pemotretan dan harus membayar biaya ganti rugi yang tak sedikit. Akan tetapi, berkat reputasi dan bujukan maut Jelita, -yang seharusnya mendapatkan hujan pujian dari Megan- ganti rugi tersebut berhasil ditangguhkan dan semua menginginkan perubaha jadwal hinga suasana hati dan kesehatan Megan Ailee kembali membaik.

Akan tetapi, Jelita tak bisa terus-menerus membentengi ketidak profesionalan Megan. Kali ini, ia harus berhasil membujuk Megan turun dari tempat tidur. Setidaknya.

Dan ... satu-satunya cara adalah dengan menggunakan anak wanita itu. Pagi itu, dengan rencana dan penyelidikan yang lumayan akurat, Jelita duduk di pinggiran tempat tidur. Menyentuh pundak Megan yang tertutupi oleh selimut tebal. Menghela napas panjang dan perlahan sebelum memulai pembicaraan serius mereka.

"Sampai kapan kau akan meratapi nasib menyedihkanmu ini, Megan?"

Megan hanya bergeming, matanya tetap terpejam meski ia tidak pernah tidur selama beberapa malam. Dan ia yakin kantung hitam menggantung di bawah kelopan matanya dan butuh beberapa kali perawatan untuk kembali normal.

Lalu, sampai kapan ia akan meratapi nasibnya ini?

Megan hanya bisa menjawab kata 'selamanya' dengan kepedihan yang tak mampu melewati bibirnya.

"Apa kau juga ingin membatalkan kontrak dengan perusahaan Mikail?"

Megan ingin menjawab ya, tetapi ... sesuatu menahan dadanya. Tak yakin apakah sekali lagi ia mampu melepaskan Mikail dan Kiano dari hidupnya sekali lagi?

"Au tak tahu apakah ide ini buruk atau tidak. Tapi, jika kau memutuskan untuk melanjutkan kerjasama ini, mungkin kita memiliki beberapa kesempatan untuk memperbaiki dan mengurangi penyesalanmu, Megan."

Megan masih bergeming, tetapi kali ini dadanya diselimuti ketertarikan yang perlahan memanjat naik ke dadanya akan ide yang diberikan oleh Jelita.

"Anakmu. Dia selalu ikut dengan Mikail ke kantor. Bukankah jika kau melakukan pemotretan ini. Setidaknya kau bisa melihat putramu dari kejauhan?"

Megan tetap terdiam. Tampak mempertimbangkan informasi Jelita. Ya, kerjasama ini tak sepenuhnya buruk. Ia bisa melihat Kiano dari kejauhan. Sekali lagi Megan mencerna ide Jelita dengan saksama.

"Lagipula, jika Mikail mengijinkanmu bertemu dengan Kiano, tentu saja kau akan kesulitan untuk menjelaskan siapa dirimu yang sebenarnya pada anakmu, kan?" Kalimat Jelita berhasil membuat Megan menyingkap selimut dan bangun terduduk. Dengan kedua mata yang bersinar cemerlang meski kantung hitam di bawah kelopak mata wanita itu tampak begitu jelas.

Jelita tersentak pelan dengan Megan yang tiba-tiba beranjak terduduk dan mengagetkan wanita itu. Harapan yang teramat besar terlihat menyelimuti wajah pucat dan kucel Megan. "B-bagaimana?"

"Kau benar. Batalkan kerja samaku dengan semua pihak,kecuali dengan perusahaan Mikail. Aku harus menjadi dekat dengan putraku,"putus Megan kemudian, dengan penuh tekad yang kuat.

***

Dengan harapan yang bertumpu terlalu banyak di hatinya, Megan akhirnya turun dari tempat tidur. Memulai paginya dengan sempurna. Menyuruh Jelita memanggil seseorang untuk melakukan perawatan tubuhnya dari atas ke bawah dari spa paling ternama di pusat kota.

Tubuhnya menjadi rileks dengan perawatan tubuh, sekaligus mengembalikan ketenangan emosi serta pikirannya. Megan mempersiapkan mentalnya untuk pertemuan pertamanya secara professional dengan Mikail Matteo esok siang. Sebagai Megan Ailee, supermodel yang akan menjadi brand ambassador untuk perusahaan Mikail.

Sekali lagi, Megan mematut penampilan sempurnanya di depan cermin tinggi. Rambutnya yang dicat merah dan bergelombang dikuncir miring ke samping. Karena cuaca hari cukup panas, Megan memutuskan mengenakan celana jeans pensil berwarna biru mudanya dengan off shoulder blouse putihnya. Dilengkapi stiletto putih yang semakin menampilkan kejenjangan kakinya.

Wajah Megan terlihat sempurna cerah, dengan kulit yang terlihat berkilau. Sesempurna perasaannya yang ditata seapik mungkin untuk pertemuan makan siang hari ini. Dengan Mikail Matteo, CEO mall M-King.

Tepat jam satu siang, mobil Megan sudah terparkir tepat di halaman restoran tempat janji temu disepakati. Akan tetapi, Jelita menahannya untuk turun dari mobil.

"Kenapa kita harus menunggu?" protes Megan ketika Jelita mengatakan bahwa mereka harus menunggu.

Jelita mendecakkan lidahnya. "Jangan membuat dirimua semudah itu, Megan. Kau harus membuat dirimu layak ditunggu."

Kening Megan berkerut tak mengerti. Jelita adalah teman terdekat yang merangkap sebagai manager, yang memiliki obsesi berlebih pada waktu. Untuk setiap jadwal yang sudah sempurna diatur, wanita itu akan memastikan dirinya datang dan berada di tempat yang tepat dan seharusnya dirinya berada. Tidak terlambat satu detik pun. Dan tidak sekali dua kali, Jelita secara terang-terangan menyindir klien atau rekan kerja mereka jika jadwal pertemuan yang sudah mereka sepakati akan terlambat satu menit pun.

Lalu sekarang, Jelita malah sengaja membuat dirinya terlambat, agar dirinya tidak menjadi mudah dan layak ditunggu. Yang masih berusaha Megan cerna arti di balik arahan Jelita. Dan tetap tak bisa Megan pahami setelah mereka menunggu hampir setengah jam di dalam mobil. Keduanya pun akhirnya turun dan berjalan masuk ke dalam restoran. Begitu Jelita mengatakan keperluan mereka pada greeter restoran, pria muda dengan penampilan rapi dan sopan itu mengarahkan Jelita dan Megan menuju salah satu sudut restoran, melewati dinding air mancur yang mengarah ke lorong pendek. Melewati beberapa pintu dan berhenti di pintu nomor dua sebelah kanan. Setelahnya, Jelita menyuruh greeter tersebut untuk kembali dan biarkan mereka mengambil alih.

Megan menghela napas panjang dan dalam sebelum Jelita mengangkat tangan untuk mengetuk pintu ruang pribadi yang ada di depan mereka, memandang Megan dan menangkap isyarat anggukan singkat sang model. Lalu mengetukkan pintu dan suara bass dari dalam membuatnya mendorong pintu di depannya untuk Megan. Megan pun melangkah masuk lebih dulu, disusul Jelita.

Pada akhirnya, sekuat dan sekeras apa pun usaha Megan untuk tidak terpengaruh dengan keberadaan Mikail. Berakhir dengan sia-sia. Begitu pandangan Megan menangkap Mikail yang berdiri dengan senyum yang terpasang apik di kedua sudut bibir pria itu, meruntuhkan pertahanan dirinya. Jantungya berdegup kencang akan ketenangan yang pria itu tampilkan. Seolah tak ada apa pun yang pernah dan masih ada di antara mereka. Jauh berbeda dengan dirinya. Masa lalu dan apa yang tengah Megan rasakan tentang mereka, masih begitu memengaruhi dirinya.

"Selamat siang, Nona Ailee." Mikail membentangkan kedua lengannya dan maju dua langkah demi memberikan pelukan sambutan untuk Megan.

Sambil menahan napasnya, Megan tak diberi pilihan selain membiarkan tubuhnya masuk ke dalam pelukan pria itu dan membiarkan pria itu mencium pipi kanan dan kirinya dengan sikap yang begitu formal. Dalam hati, Megan mengeluhakn sikap hangat dan terlalu intim yang diberikan Mikail pada dirinya. Yang artinya, pria itu juga sering melakukan hal semacam ini tidak hanya pada dirinya.

Megan bergegas menepis pemikiran semacam itu di dalam benaknya. Tak ada yang perlu ia pikirkan, apalagi ia khawatirkan dengan sikap Mikail terhadap wanita mana pun. Terhadap siapa pun. Ia tak perlu peduli pada kehidupan Mikail. Tujuannga datang di pertemuan ini hanyalah ingin menjadi lebih dekat dengan Kiano. Yang tidak dibawa oleh Mikail dalam pertemuan siang ini.

Dengan sudut matanya, Megan mencari keberadaan Kiano. Tetapi hanya Mikail dan seorang wanita yang tengah berdiri di samping kursi Mikail dengan sebuah berkas yang diletakkan di pelukan wanita muda itu.

"Mencari seseorang, Nona Ailee?" senyum Mikail menangkap pencarian di kedua mata Megan.

Megan mengerjap dan kembali memusatkan perhatian pada Mikail sembari melepaskan diri dari kedua lengan Mikail yang masih setengah menyentuh tubuhnya. Menggeleng singkat sembari melemparkan satu tatapan singkat pada Jelita yang segera mengalihkna pembicaraan.

"Maafkan kami datang terlambat, Tuan Matteo."

Masih dengan senyum lebarnya, Mikail mengedikkan bahunya singkat. "Tidak apa-apa. Kami juga baru saja memeriksa salinan berkas kontrak kita dan memastikan semuanya menguntungkan kita berdua. Tepat seperti yang Anda inginkan?"

Jelita mengangguk dengan senyum sopannya. Ya, karena berkas kerjasama yang sudah mereka tanda tangani dirobek oleh Megan saat pikiran wanita itu masih dikacaukan oleh kemunculan mantan suami dan anak laki-laki wanita itu. Memaksanya membuat kebohongan bahwa salah satu asistennya melakukan kecerobohan terhadap kontrak tersebut sebelum mereka membuat salinan untuk Mikail Matteo.

“Terima kasih, Tuan Matteo."

Mikail mengangguk. Kemudian mempersilahkan Megan dan Jelita duduk, memulai pembicaraan. Jelita dan sekretaris Mikail yang bernama Lisa saling berbincang, sesekali Mikail menimpali dan lebih banyak mendengarkan dan memastikan semuanya poin-poin secara detail. Sedangkan Megan, wanita itu sama sekali tidak membuka mulutnya. Jelita sudah mewakilia segala hal yang ia inginkan di setiap patah katanya.

Hingga sampai pada akhir kesepakatan dan tanda tangan dari kedua belah pihak dibubuhkan di masing-masing salinan. Pertemuan pun berakhir dengan hidangan makan siang yang disajikan oleh pelayan memenuhi meja mereka. Saat itulah Mikail mendapatkan panggilan.

"Di mana?" tanya Mikail pada seseorang yang ada di seberang.

"..."

Mikail mengangguk mengerti, kemudian sedikit menurunkan ponsel dari telinganya dan bertanya pada Megan dengan nadanya yang formal. "Bolehkah saya mengudang seseorang untuk bergabung bersama ?"

Megan segera mengangkat wajahnya, begitu pun dengan Jelita. Megan menahan napasnya ketika tatapannya bertemu dengan Mikail. Seseorang? Tentu saja Megan keberatan, tetapi ...

"Tentu saja, Tuan Matteo," jawab Jelita mendahului Megan dan mengabaikan protes yang menyeruak di kedua mata Megan.

Megan menoleh dan melemparkan tatapan sengitnya pada Jelita. Sungguh, pertemuannya dengan Mikail sudah membuatnya harus menahan napas dan kekurangan oksigen meski ia tak melakukan apa pun di ruangan ini selain duduk manis dan menandatangani berkas perjanjian kontrak mereka. Dan Megan tak butuh ditekan oleh segala macam emosional lain dengan wanita yang akan diundang oleh Mikail untuk bergabung bersama mereka di meja ini.

Mikail merasa tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Jelita pun beralih menatap Megan. Meminta persetujuang secara langsung dari sang model.

"Sepertinya di ruangan ini sudah ada terlalu banyak wanita." Megan sama sekali tak menutupi kesengitan dalam jawabannya ketika diberi kesempatan menjawab.

Seringai tersamar di ujung bibir pria itu dan salah satu alis pria itu terangkat. "Saya tidak pernah mengatakan bahwa seseorang yang saya maksud adalah seorang wanita, Nona Ailee."

Ekspresi di wajah Megan seketika membeku. Sebelum kemudian berubah menjadi merah padam. Dan merasakan kakinya diinjak oleh Jelita. Menyadari bahwa dirinya telah mempermalukan dirinya sendiri.

Jelita memecah keheningan di antara Megan dan Mikail dengan suara tawa yang dibuat-buat. "Maafkan kata-kata Megan, Tuan Matteo. Megan tidak tahu apa yang dikatakannya. Terkadang dia mengucapkannya begitu saja karena terlalu senang. Kesepatakan yang sudah kita sepakati membuatnya begitu senang."

Mikail tak mengatakan apa-apa meski pun tahu dalih yang diucapkan oleh Jelita hanyalah omong kosong. Dengan senyum yang masih bertengger di kedua ujung bibirnya, Mikail menjawab, "Tidak apa-apa. Jika Nona Ailee keberatan dengan tamu undangan saya, apakah mengundang anak saya ke meja ini dibolehkan?" Kali ini pertanyaan Mikail diaujukan tepat dan hanya untuk Megan. Yang seketika membuat seluruh tubuh Megan membeku.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status