Share

5. Emosional

Megan tak bisa menahan perhatiannya kepada Kiano hanya sekedar menjadi lirikan biasa. Sejak anak kecil itu masuk ke ruang pribadi mereka dan duduk di samping Mikail.

"Ah, ada tante cantik," sapa Kiano dengan senyum yang segera memenuhi wajah mungil dengan pipi gembul anak itu.

Megan tercengang, karena Kiano masih mengenalinya. Bahkan setelah dua kali ia meninggalkan anak itu. Karena tak mampu menghadapi emosi yang ditimbulkan Kiano pada dirinya. Yang lebih besar dari yang Megan harapkan.

Pandangan Megan beralih pada Mikail. Bahkan pria itu sama sekali tak menegur cara memanggil Kiano padanya. Atau setidaknya Mikail memberi tahu Kiano siapa namanya, meski Megan sama sekali tak keberatan Kiano memanggilnya dengan 'tante cantik.'

"Kemarilah, Jagoan." Mikail mengangkat tangannya ke arah Kiano yang terhenti di samping kursi Megan. Anak laki-laki itu pun langsung menghambur ke pangkuan Mikail. Mencium pipi kiri dan kanan sang papa sebelum kemudian bercerita singkat.

"Tante Alicia sedang pergi menemui temannya di lantai bawah."

Mikail hanya mengangguk. Kemudian mendudukkan Kiano di kursi kosong yang tempat sekretarisnya duduk dan sudah berpamit lebih dulu karena harus mengatur pertemuan selanjutnya sang tuan. "Papa sudah memesan seperti yang kau inginkan."

"Es krim coklat mint?"

Pertanyaan tersebut seketika membuat tubuh Megan menegang dengan wajah yang memucat. Es krim coklat mint? Megan menoleh ke samping, dan langsung bertatapan dengan Jelita yang sama terkejut dengan dirinya.

Hingga ketegangan tersebut dipecahkan oleh suara tegas Mikail. "Hanya setelah kau menghabiskan makan siangmu, Jagoan."

Kiano tampak memprotes, tetapi tak punya pilihan selain harus berpuas diri dengan penawaran sang papa. Anak laki-laki itu pun mengangguk dengan patuh. "Baik, Papa."

Mikail mengangguk dengan puas setelah mengusap kepala sang putra. Mendekatkan piring kosong dan menawarkan beberapa menu makanan yang memenuhi meja besar. Dengan sikap yang penuh perhatian dan sangat lembut. Seolah sudah terbiasa memenuhi dan melayani kebutuhan sang putra.

Berbanding dengan Megan, yang masih menegang menyaksikan interaksi ayah dan anak yang terpampang jelas di hadapannya. Cara anak laki-laki itu yang menjadi pemilih untuk setiap makanan dan bahkan makanan favorit Kiano. Sama persis seperti dirinya. Tak hanya penampilan fisik mereka yang mirip. Secara keseluruhan, Kiano Matteo adalah replika dirinya dalam versi laki-laki.

"Sangat kebetulan, anak saya menyukai kepiting asam manis," ucap Mikail ketika Megan menatap piring berisi kepiting asam manis miliknya. Satu-satunya makanan yang dipesan oleh Megan sendiri di antara banyaknya menu sayuran dan buah yang sehat diet yang dipilihkan oleh Jelita untuknya.

Megan menangkap kilat yang melintasi kedua mata Mikail. Hatinya menggeram dengan jengkel. Mikail sengaja mengundang Kiano makan satu meja dengannya bukan kebetulan semata, tetapi karena pria itu ingin mengejeknya. Sengaja menampilkan kebahagiaan yang pria itu miliki bersama Kiano, dengan tanpa dirinya. Bahwa mereka sangat baik-baik saja setelah Megan mencampakkan keduanya.

Ialah yang menjadi menyedihkan setelah membuang Mikail dan Kiano. Ialah yang terbuang dari kehidupan Mikail dan Kiano. Kehidupan Mikail terus berjalan, bahkan pria itu sudah memiliki pengganti dirinya. Tengah menyambut anak kedua Mikail dan wanita lain.

Hanya hidupnya yang menetap di tempat. Berkubang dengan penyesalan dan kehilangan yang tiada henti. Kesepian dan selalu sendirian di tengah-tengah keramaian dan perhatian begitu banyak orang terhadap dirinya.

"Tante sangat cantik." Suara mungil Kiano membuyarkan lamunan Megan. Di tengah-tengah anak kecil itu yang sibuk melahap daging kepiting yang sudah dikeluarkan oleh Mikail untuk anak itu. Dan sekarang Mikail sedang sibuk membersihkan tangan dengan tisu.

Megan mengerjap, mengangkat pandangannya dan langsung bertemu dengan kedua mata bulat Mikail yang mungil. Jantung Megan sekali lagi berdegup dengan kencang.

Ribuan pujian menghujaninya, tetapi tak pernah Megan merasaka degupan seintens ini hanya karena sebuah pujian dari putra kandungnya. Sekali lagi wanita itu mengerjapkan matanya demi mengurai air mata yang menggenang di kedua kelopak matanya. Hatinya serasa disentil dan Megan tak bisa menahan keharuan di dalam dada yang menyeruak.

"T-terima ..." Megan berhenti, menelan ludahnya karena suaranya keluar dengan kering. "Terima kasih, Tuan Matteo junior."

Kiano terdiam sejenak, keningnya berkerut tak suka dengan nama panggilan yang diucapkan oleh Megan. "Tante bisa memanggil Kiano dengan jagoan. Seperti yang papa lakukan," ucap Kiano dengan lugas. Yang mengejutkan Megan dan Mikail.

Mikail menoleh ke arah Kiano, dengan keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Bahkan Alicia, yang sudah beberapa bulan tinggal di rumah mereka tak membuat Kiano menjadi seterbuka ini.

Dalam hati Mikail mendengus sinis akan ikatan darah yang tak bisa berbohong. Ia akui darah memang selalu lebih kental dari air.

Megan tak bisa menahan gejolak yang menekan dadanya lebih banyak lagi. Akan keinginan Kiano yang lugas dan ringan, tetapi memiliki dampak yang luar biasa terhadap dadanya.

"Kiano, kau tidak bisa meminta hal semacam itu pada rekan kerja papa."

"Kenapa? Bukankah tante cantik teman papa?"

Mikail menoleh ke arah Megan, melemparkan satu tatapan tajamnya sebelum kemudian beralih kepada sang putra dan menolak gagasan polos Kiano. "Tante ini adaah rekan kerja papa."

Megan kembali mengerjapkan mata, mengurai kaca yang menggenang di kedua mata. Tetapi karena gejolak di dadanya yang terasa semakin mengembang dan tak tertahankan, Megan melompat bangun dari duduknya dan menghilang dari ruang pribadi tersebut dalam hitungan detik.

"Megan?!" panggil Jelita, tetapi ketika ia menyelesaikan memanggil nama wanita itu, pintu sudah tertutup rapat dan melenyapkan sosok Megan.

Kiano menatap sedih ke arah pintu, membeku dalam keterkejutannya. "Tante cantik?" gumamnya lirih. Kemudian memutar kepala ke arah Mikail, dengan kepedihan yang terlihat begitu nyata.

Mikail menekan kuat-kuat amarah di dalam dadanya akan kekecewaan di wajah Kiano yang disebabkan oleh sikap pengecut Megan. Untuk yang kesekian kalinya. Sejak di pesta itu, kehadiran Megan memengaruhi Kiano. Pada awalnya, Mikail tak terlalu serius menanggapi kekecewaan Kiano saat melihat Megan yang pergi dari hadapannya dalam hitungan detil. Kedua di ruangannya dan sekarang, sekali lagi Megan mengecewakan putranya.

Mikail tak bisa membiarkan hal ini terus berlanjut. Ia benci dampak yang dibawa oleh Megan di hidupnya dan anaknya. Ia harus meluruskan permasalahan ini dengan lebih jelas dan tegas pada Megan.

"Apa tante cantik keberatan dengan keinginan Kiano? Atau ... tante cantik tidak menyukai Kiano?"

Sekali lagi kalimat Kiano yang dilumuri kesedihan tersebut membuat kemarahan Mikail mendidih di ubun-ubun. Megan Ailee, wanita itu benar-benar perlu diberi pelajaran.

***

Megan menatap dengan gugup pantulan wajahnya di depan cermin. Wajahnya terlihat begitu pucat meski polesan make up berusaha menutupi segala macam emosi yang terbentuk di hatinya tidak tertampil segamblang itu di permukaan wajahnya. Megan hanya bisa melihat seorang wanita menyedihkan yang menggantungkan segalanya pada harapan setipis kulit ari.

Wajah mungil putranya tergambar begitu jelas di benak Megan. Cara anak mungil itu menatapnya, tersenyum dan segalanya. Segalanya tentang Kiano begitu menyentuh hatinya, membuat hatinya terharu sekaligus melayang oleh kebahagiaan. Membuatnya menginginkan lebih dan lebih. Yang Megan yakin akan memberinya kekecewaan yang lebih dan lebih lagi. Yang tak yakin akan sanggup ia tampung di dalam hatinya yang sudah sesak oleh jumbalan emosi yang bercampur aduk.

Megan mengerjapkan matanya beberapa kali, mengurai dan menahan butiran bening jatuh ke pipinya sekali lagi. Dan ternyata butuh waktu lebih banyak untuk menenangkan emosinya, mengurai kaca-kaca yang menggenali kedua kelopak matanya. Megan masih terus berusaha, hingga kemudian suara langkah kasar yang entah bagaimana Megan hafal nadanya, bergerak semakin mendekat. Ia tahu milik siapakah langkah tersebut. Megan memutar kepalanya tepat ketika sosok Mikail muncul dari baik pintu toilet. Tatapan wanita itu langsung mengarah pada wajah Mikail yang mengeras dan merah padam. Kedua mata pria itu terlihat berapi-api.

Megan tak sempat mencerna keterkejutannya ketika Mikail langsung menghambur ke arahnya. Dari kemarahan yang menyelimutii wajah Mikail. Megan tahu Mikail tidak melihatnya sebagai seorang supermodel yang menjadi brand ambassador untuk perusahaan pria itu. Melainkan seorang Megan Ailee, seorang mantan istri yang telah mencampakkan pria itu.

"Apa yang kau lakukan, Mikail?" desis Megan tajam. Mengarahkan tubuh menghadap Mikail, siap menghadang untuk apa pun yang akan dilakukan pria itu padanya.

Dengan tatapan yang melekat pada kedua mata Megan, Mikail melangkah semakin dekat. Membuat Megan terpaksa mundur. Bahkan pria itu tidak berhenti ketika punggung Megan sudah menyentuh dinding. Jantung Megan berdebar dengan kencang.

Hanya sedetik Megan berpikir untuk menyelipkan tubuh rampingnya di antara dinding dan tubuh tinggi Mikail, detik berikutnya Mikail menangkap pinggang Megan dan mengembalikan wanita itu dalam posisi semula. Berada dalam himpitan tubuhnya. Wajahnya tertunduk, agar sejajar dengan wajah Megan.

"Apa yang kau lakukan, Mikail?" Suara Megan lebih tajam dan tatapan peringatannya ketika Mikail semakin merapatkan tubuh mereka. Bahkan kepala pria itu bergerak semakin turun, menyisakan jarak setipis mungkin di antara bibir mereka. Yang membuat Megan berpikir bahwa pria itu akan benar-benar menciumnya, karena pikiran Mikail yang sedang tidak waras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status