Share

Kamu Ayah Bayiku?

Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk.

Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini.

"Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya.

"Yoo... Jonathan, bagaimana kabarmu? Aku sudah berada di rumahmu, sekarang. Cepatlah pulang!"

Ryan di seberang telepon sedang duduk bersantai di sofa empuk rumah Jonathan. Dia adalah sahabat karibnya, oleh karena itu dia dengan mudah masuk ke dalam rumah Jonathan karena para pelayan yang sudah mengenalinya.

"Aku sedang di jalan pulang, duduk yang tenang dan jangan buat kekacauan, di rumahku! Sebentar lagi aku sampai." Jonathan menutup telepon begitu dia memperingatkan Ryan dan tidak memberi kesempatan lelaki itu untuk membalas. Sekarang keheningan kembali terjadi, syukurlah rumah Jonathan sudah mulai terlihat dan mereka sebentar lagi akan sampai.

"Aku masuk dulu, supirku akan mengantarmu pulang sampai rumah. Hati-hati di jalan!" Jonathan keluar mobil setelah mengatakan itu. Lelaki itu meminta supir untuk jangan mengebut dan berkendara dengan hati-hati saat mengantar Liora, setelah itu mobil mulai berjalan pergi. Jonathan kemudian masuk ke dalam rumah dan menemukan Ryan yang sedang mengacak-ngacak kulkasnya, mencuri makanannya.

"Hei...." Ryan yang menyadari keberadaan Jonathan seketika terkekeh, saat ini mulut dan pipinya penuh dengan sisa krim dari kue yang dimakannya dari dalam kulkas milik Jonathan. Lelaki itu kemudian memanggil pelayan untuk mengambilkannya tissu, kemudian dia membersihkan wajahnya dan menyuruh pelayan untuk membereskan kekacauan yang dia buat.

"Bukannya aku sudah bilang duduk yang tenang!" Tatapan Jonathan begitu dingin dan tajam, Ryan tahu bahwa perasaan Jonathan saat ini pasti sedang tidak baik.

"Apa yang terjadi? Wajahmu terlihat tidak baik. " mendengar itu Jonathan segera menghela nafas berat, dia berjalan menuju sofa dan merebahkan badannya di sana. Apa wajahnya saat ini benar-benar terlihat buruk?

"Haa... aku sedang dalam masalah besar! Aku menghamili seorang gadis." ucap Jonathan membuat temannya itu langsung melotot terkejut.

"Apa!! Bukannya kau bilang batas toleransimu hanya sampai cuddle?" tanyanya berjalan maju, kini duduk di samping Jonathan.

"Itu masalahnya, saat itu aku mabuk dan tanpa sadar melakukannya." Lelaki itu terlihat pusing memijit-mijit kepalanya, untuk seseorang yang berkomitmen untuk tidak menikah, menghamili seorang gadis adalah sebuah bencana.

"Eh~ kau kan punya penjaga super, dimana sekretarismu? Biasanya 'kan dia yang akan menyelamatkanmu dari para gadis, saat mabuk." tanya Ryan bingung. Dia melihat Jonathan yang menggeleng, kemudian lelaki itu menghela nafas.

"Haa... harusnya begitu, tapi masalahnya... gadis yang kutiduri adalah sekretarisku sendiri." Ryan yang sedang mengunyah apel seketika tersedak, dia buru-buru mengambil minum untuk melegakan tenggorokannya.

"APA!!"

"Tutup mulutmu, jangan berteriak di dalam rumahku!" peringat Jonathan merasa kupingnya sakit mendengar Ryan yang berteriak sekeras itu.

"... bukan begitu, maksudku. Tapi bagaimana kalian berdua bisa--" Ryan menggantung perkataannya dengan tidak yakin, kemudian dia diam menunggu Jonatnan kembali melanjutkan ceritanya.

"Kami berdua sama-sama mabuk, dan lebih sialnya lagi... dia sekarang sedang mengandung, anakku!"

Prangg...

Suara vas yang pecah membuat Jonathan dan Raka yang sedang mengobrol lantas menengok. Seketika mata Jonathan membelalak terkejut, dia tidak menyadari bahwa Larissa sejak tadi berdiri di pintu dan mendengar percakapan mereka. Tangannya memegang beberapa lembar map dokumen, tatapan gadis itu kosong. Sepertinya dia tidak sengaja menyenggol vas bunga di sebelahnya karena terkejut.

"Sekretaris Lio..?" Jonathan berjalan mendekati Liora, gadis itu masih saja diam mematung sembari mulutnya terus saja menggumankan sesuatu yang tidak bisa Jonathan dengar dari jauh.

"...an...."

Perlahan kata yang keluar dari mulut gadis itu mulai terdengar samar, Jonathan terus berjalan mendekat ingin mendengar lebih jelas apa yang di katakan Liora, sekarang.

Plakk...

"...Laki-laki sialan!!" Jonathan memegangi pipinya dengan terkejut, dia tidak menyangka tamparan yang akan di dapatkannya sesaat setelah dia menghampiri sekretari Lio. Padahal, sebelumnya dia bahkan tidak pernah marah ataupun menangis di hadapannya, dia selalu tersenyum profesional, membantu Jonathan menyelesaikan semua permasalahannya.

Kali ini robot wanita pekerja itu telah berubah, Jonathan dapat melihat bibirnya yang gemetar dengan mata yang berkaca-kaca. Dari kejauhan Ryan hanya bisa menutup mulutnya dengan syok melihat kejadian di depan matanya, sepertinya sebentar lagi akan terjadi perang besar.

"Kamu tampar saya?" Tanya Jonathan tidak percaya, seumur hidupnya dia tidak pernah di tampar oleh wanita. Mereka selalu yang mendatanginya, bergelayut manja padanya meminta di permainkan olehnya. Tapi wanita ini... dia bahkan tidak menurunkan pandangannya barang sedetikpun. Setelah itu... dia terus melontarkan sumpah serapah untuk Jonathan, tanpa membiarkannya berkata apapun.

"Jadi anda anda monster yang telah menghancurkan hidup saya!? Anda bahkan diam saja seperti orang bodoh, sementara saya sudah hampir gila memikirkan siapa ayah dari bayi dalam kandungan saya." Teriak Liora dengan marah.

"Bos sialan!! Mulai hari ini saya mengundurkan diri, dari perusahaan!" Liora melemparkan dokumen yang ada di tangannya tepat ke wajah Jonathan, kemudian sebelum air matanya sempat tumpah di hadapan lelaki itu, dia segera berbalik dan meninggalkan rumah itu dalam kemarahan. Liora menghentikan taksi di jalan, tidak mempedulikan supir yang tadi mengantarnya, kebingungan melihatnya yang menangis.

Di dalam taksi, gadis itu mulai leluasa menumpahkan semua air matanya. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak dan sakit, kenapa harus dia? kenapa harus Jonathan yang telah menidurinya malam itu. Dia tidak menyangka... seseorang yang dia pikir tidak akan berani menyentuhnya, dia justru menidurinya dan tidak mau bertanggung jawab!

Sekarang... perasaan benci yang sudah perlahan hilang kembali muncul lagi seperti duri yang tumbuh dalam daging. Rasa sakitnya beribu kali lipat dari pada tertusuk dari luar, lelaki playboy dan brengsek itu... harusnya dia memukulinya sampai puas dulu sebelum pergi.

Di dalam rumah Jonathan, lelaki itu yang masih terus bergeming di tempatnya, tidak bergerak sampai Ryan kemudian menepuk pundaknya. dia tidak percaya, dia benar-benar tidak menyangka akan ada hari dimana Liora akan menamparnya dengan keras. Gadis itu benar-benar terlihat marah dan membencinya, padahal sebelumnya jika dia berbuat salah, gadis itu akan duduk dengan tenang dan mendengarkan.

"Bagaimana rasanya ditampar?" Tanya Ryan cuek. Dia merasa Jonathan memang pantas mendapatkannya. Wanita mana yang tidak akan marah, saat dia ditiduri tanpa tahu siapa yang menidurinya, sementara lelaki yang menidurinya malah ingin pura-pura tidak tahu dan enggan bertanggung jawab.

"Pergi kau, sialan!" marah Jonathan mengibas tangan Ryan.

"Haih... biar ku beri satu nasihat. Lelaki yang jantan, tidak pernah takut mempertanggungjawabkan perbuatannya." Setelah mengatakan itu, Ryan bersiul santai sembari memutar-mutar kunci mobilnya pergi ke luar, dia memang tidak bisa memberi nasihat yang terdengar enak di telinga atau berpidato panjang memberikan perkataan-perkataan baik dan menenangkan. Tapi saat Jonathan terpuruk, Ryan adalah satu-satunya teman yang mendatanginya, dia selalu memberikan satu baris kalimat, kemudian pergi membiarkan Jonathan merenungkannya.

Di dalam taksi yang hampir sampai rumahnya, Liora buru-buru menghapus air matanya dan merapihkan penampilannya. Orang tuanya tidak boleh tahu keadaannya, gadis itu mulai tersenyum untuk menutupi kesedihannya barusan.

"Ayah... Ibu... aku pulang..!" Liora masuk tanpa membawa koper. Karena terlalu marah, gadis itu sampai lupa mengambil kopernya dari bagasi mobil Jonathan. biarlah, toh itu hanya beberapa potong baju, di sana. Liora merasa tidak perlu repot kembali, untuk mengambilnya.

Suasana di rumah terasa hening... di jam segini yang biasanya tercium bau semerbak masakan kedua orang tuanya untuk menu katering, sekarang terasa hampa, Liora tidak mencium bau apapun apalagi mendengar suara ayah dan juga ibunya yang sedang sibuk, di dapur.

Kriett...

Suara pintu terbuka.

Liora menengok ke belakang, melihat wajah kedua orang tuanya yang terkejut sampai menjatuhkan barang belanjaan mereka. Gadis itu kemudian tersenyum, namun tiba-tiba saja Salim dengan marah mendatanginya dan melayangkan satu tamparan, di pipinya.

Plakk...

"ANAK KURANG AJAR!!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status