Share

Kertas Kusut Di Bawah Ranjang.

Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini.

"Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar.

"Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel.

"Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.

Tok... tok...

Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, Jonathan muncul dengan pakaian yang belum sepenuhnya terkancing dengan benar, Liora menghela nafas dan segera masuk untuk membantu merapihkan penampilan Jonathan.

"Sarapannya sebentar lagi akan di antar. Biarkan saya membantu anda memakai pakaian!" Liora berdiri di hadapan Jonathan sembari mulai mengancingkan pakaiannya satu persatu. Lelaki itu begitu patuh berdiri dengan tenang membiarkan Liora melakukannya.

Gadis itu mengambil dasi di atas kasur dan ingin memakaikannya, tapi Jonathan terlalu tinggi, dia kesulitan untuk memasangkan dasinya.

"Emm... pak, bisa sedikit menunduk?" Ucap Liora masih memegang dasi itu di tangannya. Jonathan mengerti, dia mengangguk kemudian mulai membungkukkan badannya hingga wajah mereka kini setara dan berhadapan.

Liora sudah terbiasa melakukan ini, dia memasangkan dasi Jonathan dengan tenang sampai selesai. Berbeda dengan Jonathan, badannya membeku di tempat dan dia berkeringat dingin, ingatan malam itu tiba-tiba terngiang-ngiang di dalam pikirannya.

"Sudah selesai!" Liora menepuk dada Jonathan, bangga dengan hasil ikatan dasinya yang rapih. Tak lama setelah Jonathan siap, sarapan yang di tunggu pun akhirnya datang.

...

Layla dan Salim sedang membereskan rumah seperti biasa, mereka masuk kedalam kamar Liora yang terlihat rapih seperti biasanya. Namun tetap saja, mereka harus menyingkirkan debu-debu yang masuk lewat celah pintu dan jendela, selama di tinggal Liora untuk pergi dinas keluar kota.

"Eh, ini kertas apa?" Saat sedang membersihkan lantai sesuatu menarik perhatian Layla, wanita itu melihat sebuah gumpalan kertas yang di remas dengan kusut di bawah ranjang Liora. Layla kemudian membukanya dengan penasaran, sesuatu yang tertulis di dalamnya membuatnya syok sampai jatuh pingsan.

"LAYLA!!" Salim berlari dengan panik saat mendengar suara dari arah kamar Liora tempat istrinya sekarang berada, apa yang terjadi? Lelaki itu menemukan istrinya terbaring pingsan di atas lantai sembari memegang selembar kertas kusut di tangannya.

"Ini...." Salim melotot dengan syok membacanya. Apa ini? Positif hamil! Putrinya, Liora?

Salim merasa terkejut, tapi sekarang yang terpenting adalah kondisi istrinya yang sedang pingsan. Ia harus segera mengangkatnya dan memindahkannya ke atas kasur.

Di dalam kamar putrinya Layla terbaring tidak sadarkan diri untuk waktu yang lama, wanita itu mengernyit saat menghirup bau minyak kayu putih yang menusuk hidungnya. Perlahan wanita itu membuka matanya, dia melihat suaminya sedang duduk disampingnya memegangi tangannya dengan sangat khawatir.

"Kau sudah sadar?" Tanya Salim, namun dengan cepat Layla bangkit dan memeluk Salim sembari menangis. Dia terus-terusan menyebut nama putrinya dalam tangisannya yang mendalam, putrinya itu... apa yang telah terjadi, dengannya? kenapa dia bisa hamil padahal belum melangsungkan pernikahan?

...

"Huekk...." Liora berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua sarapannya pagi ini. Semua ini benar-benar menyiksa, bahkan hanya makan dengan tenang pun dia tidak bisa.

"Sekretaris Lio, kau baik-baik saja?" Jonathan mengetuk pintu merasa khawatir. Saat berbicara dengan klien tadi Liora tiba-tiba saja berlari pergi dengan wajah yang pucat, apa dia sakit?

Liora keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat, dia memegangi pintu kamar mandi agar dia tetap seimbang dan tidak jatuh pingsan.

"Ada apa, kau sakit?" Jonathan dengan sigap memegangi tubuh Liora yang hampir jatuh, gadis itu menggeleng, dia berusaha untuk tetap berdiri namun tubuhnya terasa tidak bertenaga, dia tidak sanggup berjalan lagi.

"Saya baik-baik saja." Tentu saja Jonathan tidak percaya dengan perkataan itu, dia mengatakannya dengan tubuh yang hampir ambruk dan wajah yang pucat. Jonathan tanpa pikir panjang melingkarkan tangan Liora dilehernya kemudian mulai mengangkatnya dan menggendongnya menuju kamar untuk istirahat.

"Pak, jangan bawa saya ke rumah sakit, ya...." Liora mengatakan itu dengan lirih, kemudian tidak lama dia jatuh pingsan. Jonathan panik dan buru-buru sampai ke kamar hotel, dia takut terjadi sesuatu pada Liora, lelaki itu sungguh tidak bisa jika harus membayangkannya.

...

"BOCAH SIALAN!"

Satu pukulan mendarat tepat di wajah Maxime. Lelaki yang jatuh tersungkur itu memegangi wajahnya yang memar dengan kaget melihat Salim yang saat ini sedang melihatnya dengan penuh amarah. Hari ini pekerjaannya seperti biasanya, tapi tiba-tiba saja Salim dan Layla masuk ke ruang kerjanya dan langsung melayangkannya satu pukulan.

"Paman...." Maxime tidak mengerti apa yang terjadi, dia ingin bertanya tapi Salim keburu naik pitam dan menghajarnya terus-terusan. Suara gaduh memancing perhatian dari luar, beberapa orang datang dan segera melerai mereka berdua, sementara Layla terlihat menagis diam di sudut melihat bagaiman Salim memperlakukan Maxime. Dia terlihat tidak tega, tapi tatapan kekecewaan di matanya seolah menjadi alasan baginya tidak menghentikan suaminya.

"LEPASKAN SAYA!" Salim memberontak saat beberapa orang datang dan menghentikannya, dia terus mengutuk Maxime dengan berbagai macam cacian, Maxime yang sudah babak belur sama sekali tidak mengerti apa yang membuat salim sampai semarah itu.

"Ada apa, paman? Tolong beri saya penjelasan agar saya dapat memperbaiki diri, jika saya ada salah, dengan paman." Maxime berusaha berbicara dengan tenang walau sekarang ujung bibirnya terasa perih. Bagaimanapun... Salim adalah calon mertuanya, minggu depan Maxime berencana untuk melamar Liora agar menikahinya.

"Dasar bajingan, kau Max. Apa yang mau kau perbaiki? Martabat keluarga kami yang hancur?" Salim berjalan dengan marah menuju Layla dan mengambil selembar kertas kusut itu dan melemparkannya ke wajah Maxime. Lelaki itu sampai sekarang tidak mengerti, tapi setelah membacanya dia akhirnya mengerti alasan kemarahan Salim.

"Bagaimana... ini tidak mungkin, Liora...." Maxime jatuh syok menjatuhkan kertas itu di lantai. Dia tidak pernah merasa sekalipun menyentuhnya, bagaimana... bagaimana bisa gadis itu sampai hamil?

...

"Ini gejala yang wajar, bagi ibu hamil. Cukup perbanyak istirahat dan minum suplemen ibu hamil, itu sudah cukup." Mata Jonathan membelalak saat dokter yang ia panggil secara khusus ke hotel mengatakan itu. Hamil... jadi Liora hamil! Kalau begitu.....

Liora terlihat mulai membuka matanya, dokter itu juga sudah berpamitan untuk pergi, sekarang hanya tinggal mereka berdua di kamar itu. Jonathan segera bergegas mendekat menanyakan kondisi gadis itu, dia terlihat masih lemah, tapi dia mengangguk mengatakan kalau dia baik-baik saja.

Dalam ruangan yang hening mereka sama-sama terdiam, Jonathan dan Liora sama-sama sedang berkelut dengan pikirannya masing-masing.

(Bagaimana sekarang.....)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status