Share

Bab 3

Author: Anfisor
last update Last Updated: 2024-09-05 20:54:22

Kaki Calderon bergerak gusar, membuat beberapa orang yang ada di sana menatap heran Tuan mereka.

Sejak kejadian malam itu, Calderon tampak tidak tenang seakan baru saja melakukan aksi penghilangan nyawa. Berkali-kali bawahannya memergoki Calderon termenung di taman belakang atau salah menandatangani berkas. Dia tampak kacau usai berita gagal menikah dengan Camelia terdengar ke seluruh penjuru rumah. Mereka pikir, Calderon patah hati karena kekasihnya selingkuh. Ah, tentu saja mereka juga tau mengenai fakta itu.

Padahal, Calderon sama sekali tidak peduli dengan Camelia dan pernikahan yang batal. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan perempuan yang telah mengkhianatinya. Beberapa hari yang lalu, rumah yang Calderon berikan untuk Camelia bahkan sudah dia bakar. Perempuan tidak tahu malu itu mesti diberi pelajaran. Dia harus tau dengan siapa dia berurusan.

Yang menjadi beban pikiran Calderon adalah gadis bermata biru yang dia tiduri pada malam itu. Entah pelet seperti apa yang gadis itu miliki, bayang-bayang gadis itu akhir-akhir ini memenuhi kepalanya. Calderon tidak lagi memperoleh ketenangan. Rasanya tidak ada lagi kenyamanan untuk beraktivitas seperti biasa. Sepertinya Calderon harus bertemu dengan perempuan itu. Dia harus memastikan bahwa perempuan itu baik-baik saja usai kejadian itu. Meski presentasenya hanya sekitar 1 persen.

"Tuan, ada yang ingin bertemu dengan anda." Max-orang kepercayaan Calderon memberitahukan.

"Siapa?" tanya Calderon merasa tak punya janji temu.

"Saya juga tidak tahu, Tuan."

Calderon beranjak dari kursi kayu di pinggir kolam. Siapa tamu yang berani datang tanpa membuat janji? Biasanya tamu-tamu asing akan diusir dari lingkungan rumahnya. Tapi kali ini, mumpung suasana hati Calderon sedang baik, dia akan menemui tamunya.

Ada seorang wanita dengan kisaran umur 40 tahunan dan seorang gadis kisaran umur dua puluhan duduk di ruang tunggu, di dekat pos penjaga. Calderon menatap kedua manusia itu sejenak dan dia memang tidak kenal dengan mereka.

"Ada perlu apa?" tanya Calderon, membuat dua perempuan itu menoleh cepat ke arahnya.

Seketika Calderon terpaku. Mata abunya bertemu dengan mata biru milik gadis yang akhir-akhir ini memenuhi kepalanya seakan Calderon baru saja melakukan dosa besar terhadapnya.

Perl menunduk, memberikan salam hormat. Almora yang sama terkejutnya dengan Calderon hanya bisa terdiam. Perl tidak memberitahunya bahwa mereka akan datang ke rumah Calderon Mosaka. Wanita itu hanya mengatakan bahwa mereka akan berkunjung ke rumah seseorang yang bisa membantu mereka. Katanya rumah Tuan Anggara, sahabat ayah. Tapi lagi-lagi wanita itu berbohong.

Apa jangan-jangan dia berniat mengulangi perbuatannya? Menjual Almora pada Calderon seperti dia menjual Almora pada Tuan Sam?

"Maaf karena kedatangan kami menganggu, Tuan," ucap Perl memulai.

Calderon menatap wanita itu tidak minat. Matanya justru sering kali mengarah pada Almora yang tak bersuara. Gadis bermata biru safir itu tampak gelisah.

"Langsung saja," pinta Calderon tidak ingin berbasa-basi.

"Hm... begini Tuan, saya mendapat kabar bahwa tiga hari yang lalu Tuan menjadikan putri saya sebagai teman tidur, Tuan. Jadi, saya ingin menagih bayaran untuk putri saya," ucapnya gugup.

Almora menatap ibu tirinya cepat dan tajam. Apa-apaan wanita itu? Dia benar-benar tidak punya otak. "Apaan sih, Perl?"

"Maksudnya?" tanya Calderon tidak mengerti.

"Tuan harus membayar tubuh putri saya. Tuan menidurinya waktu itu kan?" jelas Perl lebih berani.

"Perl!" teriak Almora.

"Butuh berapa?" tanya Calderon.

"Satu miliar," jawab Perl tidak tanggung-tanggung.

Almora menatap Perl tidak menyangka. "Jangan gila, Perl!"

Calderon tersenyum miring. "Baiklah. Berikan nomor rekening anda pada asisten saya. Dia yang akan mengurusnya nanti."

Wajah Perl langsung cerah. Orang kaya memang tidak akan mempermasalahkan uang. Bagi mereka itu adalah hal yang mudah. Lain dengan Almora yang pucat pasi. Ibu tiri yang gila. Almora menyesal hidup bersama wanita itu.

"Tapi ada syaratnya," sambung Calderon kembali menatap Almora.

"Apa?"

"Berikan gadis itu pada saya," pinta menunjuk Almora.

Gadis yang ditunjuk terpaku, dengan mulut sedikit terbuka. Jantungnya langsung berhenti berdetak. Dilihat nadi, detaknya malah menggila. Jadi, Almora dijual lagi?

"Apa? Saya gak mau! Jangan libatkan saya, Perl!" tolak Almora cepat.

Bukan hanya tentang harga dirinya yang diinjak-injak, tapi juga tentang apa yang terjadi di antara Almora dan Calderon. Tidak ada yang tahu mengenai trauma Almora usai malam itu. Dia bahkan enggan untuk keluar dari rumah. Tidak percaya dengan siapapun. Takut berlama-lama di tengah keramaian dan putus dengan kekasihnya karena takut kejadian buruk itu terulang lagi. Lalu dengan santainya Perl menyerahkan Almora pada Calderon. Yang benar saja? Almora jelas tidak mau.

"Almora," bisik Perl menekan nama tersebut.

"Gak!" tolak Almora. Dia tidak ingin berurusan dengan laki-laki yang telah merenggut kesuciannya.

Calderon menampilkan smirk. "Kalau tidak berkenan, saya juga tidak bisa memberikan uang 1 miliar itu."

Calderon berbalik, diikuti Max. Dia yakin, wanita itu tidak akan membiarkan uang satu miliar hangus begitu saja.

"Tunggu, Tuan! Gadis ini bisa Tuan ambil," sergah Perl menggenggam pergelangan tangan Almora.

"Apaan sih, Perl?! Saya gak mau!" Almora berusaha melepaskan cengkraman Perl.

Calderon menghela napas, lalu berbalik. "Silahkan bawa gadis itu ke hadapan saya."

Almora memberontak kala Perl menyeretnya ke arah tempat Calderon berdiri. Sekuat tenaga dia mencoba lepas hingga akhirnya menggigit tangan Perl agar bisa lepas.

"Anak kurang ajar!" teriak Perl memegangi tangannya.

Almora meninggalkan tempat itu. Halaman yang luas membuatnya harus berlari secepat mungkin agar bisa lolos dari kejaran anak buah Calderon.

"Almora!" Perl bersiap menyusul Almora yang telah jauh dari pandangan mata, tapi Calderon menahannya, meminta Perl untuk tidak kemana-mana.

"Biarkan saja," ucap Calderon.

"Ta-tapi bagaimana dengan uangnya, Tuan? Kami benar-benar membutuhkannya untuk membayar hutang ayah Almora," jelas Perl menatap Calderon memohon.

"Berikan saja nomor rekening anda pada Max," acuh Calderon.

"Lalu, Almora?"

"Saya tidak membutuhkannya, jadi silahkan bawa pulang," jawab Calderon seraya berbalik memasuki rumah.

"Terima kasih, Tuan!"

Calderon tidak menjawab. Dia terus melangkah hingga tubuh tegapnya hilang di balik pintu.

"Biru safir," gumam Calderon menutup rapat pintu kamarnya, "indah sekali."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 83

    Optima 434.Calderon berdiri di balkon, menatap hamparan kota di bawah kukungan langit biru. Kota tampak begitu jelas, seperti susunan rumah di game minecraft. Ini adalah bagian paling menyenangkan saat berkunjung ke Optima. Calderon bisa merasa tenang hanya dengan melihat bangunan-bangunan itu."Tumben mengajak saya ke sini," kata Max yang muncul dari balik punggung Calderon. Dia memang meminta pria itu untuk datang juga. Membosankan rasanya bila hanya sendirian di flat ini."Tidak suka?" Calderon menatap pria itu tajam. Selalu saja berkomentar. Nurut saja apa susahnya?"Suka, tapi kan aneh."Calderon mengabaikan. Dia memilih mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia tidak bisa leluasa merokok di rumah. Selain karena dilarang Nyonya besar, keberadaan Camelia yang sedang hamil juga menjadi alasannya. Calderon tentu tidak ingin anak itu meregang nyawa karena bapak tirinya hobi menghembuskan asap nikotin."Masih ngerokok?" heran Max.Calderon menyelipkan rokok itu di bibirnya l

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 82

    Camelia rasa tubuhnya sudah agak mendingan. Tadi pagi hanya sedikit pusing karena tidur terlalu lama, tapi Calderon dan seluruh manusia di rumah itu menganggap dirinya sedang demam tinggi. Padahal hanya butuh berbaring sebentar, Camelia bisa pulih.Usai makan siang, Camelia berencana untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama Camelia tidak berkunjung ke rumah. Kedua orang tuanya juga jarang memberi kabar seolah lupa dengan anaknya yang satu ini."Mau kemana?"Langkahnya dihadang oleh Calderon yang tiba-tiba muncul. Berdiri di depan pintu utama seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ah, magic. Pria itu penyihir. Sekejap di kamar, sekejap di ruang kerjanya dan sekejap lagi ada di depan mata."Ke rumah orang tuaku." Camelia menatap Calderon.Salah satu alis pria itu terangkat. "Sendiri?""Memangnya kamu mau ikut?" tanya Camelia, sangsi. Calderon benci sekali dengan ayahnya. Mana mungkin pria itu mau ikut dengannya bertemu mama dan papa.Sesuai dugaan, Calderon menggelengkan

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 81

    "Kenapa? Apa sudah kalian temukan bajingan itu?" tanya Calderon melihat beberapa anak buahnya datang dengan napas tak beraturan. Mereka berlari dari gerbang utama seperti dikejar anjing gila.Yang paling besar, mengangkat tangan pertanda butuh beberapa detik untuk bisa bernapas normal. Yang satu lagi, menatap Calderon dengan napas yang mulai teratur. Apa yang mengejar sampai bernapas saja terlihat sulit? Roh mereka seakan tercabut dari tubuh hanya karena berlari dari gerbang."Ada berita buruk." Kalau tidak salah namanya Rob, entah Robert entah Roblok. Calderon tidak bisa mengingat nama-nama anak buahnya.Berita buruk sudah menjadi makanan sehari-hari Calderon. Jadi, dia tidak terkejut bila akan ada kabar buruk lagi yang dia dengar."Apa?""Ternyata Kaleo punya hubungan kerja sama dengan kartel di Kroasia," jawab Rob.Ah, masalah kartel lagi. Calderon malas sekali mengurus orang-orang yang terlibat kartel. Hal itu benar-benar memuakkan."Kroasia? Ada kartel di sana?" tanya Calderon. D

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 80

    Calvin beringsut menaiki tempat tidur, merebahkan tubuh di sebelah Almora yang sudah lebih dulu berbaring. Mereka tidak punya kegiatan apapun lagi sebab tadi siang sudah menghabiskan banyak waktu dengan bermain game dan menonton beberapa film komedi rekomendasi dari Calvin sendiri. Sebenarnya Calvin masih punya beberapa pekerjaan yang mesti diselesaikan. Akan tetapi dia merasa tidak tenang jika Almora belum tidur. Pekerjaan yang menumpuk itu bisa diselesaikan nanti atau saat mepet deadline. Namun menemani Almora tidur tidak sama dengan pekerjaan yang bisa ditunda."Mau dibacain dongeng apa?" Calvin menatap Almora sembari mengembangkan sebuah buku cerita."Kamu pikir aku anak kecil?" Almora balik menatap Calvin. "Eh, itu buku dongeng siapa yang kamu curi?""Enak aja." Calvin menutup buku cerita dengan judul kisah petualangan seru kancil dan teman-temannya. "Ini aku beli di Indonesia. Sudah lama sih."Almora tertawa pelan. "Kok bisa kepikiran buat beli buku dongeng itu? Mana judulnya m

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 79

    "Bayinya sehat. Ibunya juga sehat."Senyum di wajah Calvin tak luntur kala kalimat dokter yang memeriksa Almora tadi pagi terus bergema di kepalanya. "Bayinya laki-laki."Semakin senang hati Calvin mendengarnya. Bayi mereka laki-laki. Terlepas dari siapa sebenarnya ayah kandung dari bayi itu, untuk saat ini yang bertanggung jawab dan akan mengemban peran bapak adalah dirinya. Tentu saja Calvin bersuka cita mendengar kabar baik itu.Ibunya sehat, bayinya sehat dan bayinya laki-laki."Bahagia banget kayaknya," ucap Almora. Matanya tak luput dari wajah pria yang sedang berkutat di pantry itu. Katanya dia ingin memasak makan siang untuk Almora. Sekalian mencoba resep baru untuk kue yang tadi malam baru saja diriset oleh pria itu.Dia produktif sekali jadi suaminya. Dan semenjak kehamilan Almora memasuki masa menuju pembukaan, pria itu memutuskan bekerja dari rumah saja. Katanya dia takut meninggalkan Almora di rumah sendirian.Calvin sangat siap untuk menjadi seorang suami."Iya dong. An

  • Menjadi Istri Cadangan Sang Tuan   Bab 78

    Katanya tidak cinta, tapi begitu menemukan Camelia di dekat salon, Calderon langsung memeluknya. Dia cemas kala tau Kaleo berkeliaran di sekitar mereka. Entah kenapa, disaat Tuan Saka berkata Kaleo ingin kembali merebut Camelia, ada rasa khawatir yang luar biasa dalam diri Calderon. Mungkin karena Calderon tau bahwa kemunculan Kaleo adalah alarm bahaya bagi Camelia. Pria itu memang ayah kandung dari bayi yang Camelia kandung tapi mengingat bagaimana sepak terjangnya sebagai manusia, Calderon tidak bisa menyerahkan Camelia pada pria itu."C-Cal, are you okay?" Camelia yang dipeluk secara tiba-tiba jelas terkejut. Calderon masih belum melepaskan pelukannya. "Saya pikir kamu kenapa-kenapa."Setelah berminggu-minggu pernikahan mereka, ini kali pertama Calderon menunjukkan kepeduliannya secara tulus. Bukan karena terpaksa, bukan karena ayahnya, bukan karena orang-orang dan media yang meliput mereka tapi karena diri Calderon sendiri. Camelia terharu melihat Calderon mengkhawatirkannya. Ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status