Patah hati membuat Calderon putus asa dan memutuskan bermalam di sebuah club usai menegak habis dua botol wine dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Kehilangan akal sehat membuat Calderon masuk ke sebuah kamar yang ditempati oleh perempuan tak dikenal. Kabut nafsu menutupi kedua matanya, membuat Calderon tidak pikir dua kali untuk melakukan hal tidak senonoh, hingga kemudian menjadi bayang-bayang menakutkan, yang mengharuskan Calderon mencari perempuan itu dan menjadikannya miliknya.
View More"Perl, tahu betul seperti apa tipeku."
Seorang pria tua yang merupakan teman ibu tirinya, mencoba mencium leher Almora, penuh nafsu.
Tak ia pedulikan Almora yang begitu ketakutan.
"Lepaskan aku!" teriak gadis itu.
Sekuat tenaga, Almora berusaha menjauhkan diri.
Dia sampai menyilangkan kedua tangannya di depan dada yang bahkan tertutup kain tebal.
Sungguh, ia tak menyangka sang ibu tiri tega menjebaknya.
Dia diminta datang ke sebuah club malam untuk menemui teman ayah yang katanya bisa membantu melunasi hutang-hutang mereka.
Almora tidak menaruh curiga, percaya saja bahwa pria yang dimaksud benar-benar ada dan datang membantu keluarga Almora terbebas dari jeratan hutang.
Namun siapa sangka, bayaran atas hutang itu bukanlah uang kertas yang akan diberikan dalam bentuk cek atau disimpan di dalam koper?
Melainkan Almora sendiri.
Tawa pecah di sekitar Almora menyadarkannya dari lamunan.
"Ayo, minum dulu, sayang," kata pria tua mesum itu lagi.
"Gak!" Almora mendorong gelas berisi wine yang disodorkan ke mulutnya. Sayangnya, Almora kalah.Ia direcoki minuman keras oleh beberapa orang tak dikenal. Semuanya laki-laki.
Dirasa Almora sudah kehilangan kesadaran, mereka membawa Almora ke dalam sebuah kamar.
Menjatuhkan tubuhnya di sana dan meninggalkan pria tua yang Almora kenali sebagai teman ibu tirinya--berdua saja.
Dia tidak bisa melakukan apa-apa sekarang.
Sebentar lagi Almora akan kehilangan kesadaran. Kehilangan hidupnya.
Drrt!
Suara ponsel berbunyi menghentikan aksi pria mesum tadi.
"Keparat! Siapa lagi yang mengganggu?" decaknya.
Terpaksa, ia menyingkir sebentar dari tubuh tak berdaya Almora.
Entah apa yang terjadi, Almora tak tahu.
Yang jelas, pria itu meninggalkan kamar.
Lantas, di sisa-sisa kesadarannya, Almora mencoba bangkit.
Meski kepalanya pusing dan tubuhnya tak bertenaga, ia meraih bajunya yang tercecer di lantai.
Namun sayang, Almora justru terjatuh di tepi ranjang.
Menatap nanar langit-langit kamar, Almora hanya bisa berdoa agar dirinya selamat dari pria jahat itu.
Tanpa terasa air matanya jatuh. Andai saja ayah masih ada, Almora tak akan bernasib seperti ini.Sang ayah tak pernah menimbun banyak hutang. Tapi di setiap cerita nama ayah selalu buruk karena ibu tirinya menumpuk hutang dan mengatakan itu hutang peninggalan ayah.
Padahal, ibu tirinya itu yang gila harta dan judi.
Kriet!
Pintu kembali terbuka.
Pria itu mencoba menggapai tubuh ringkih Almora.
"Tolong... jangan sentuh aku..." lirihnya. Tapi lagi-lagi, Almora tak didengar, sampai ... seorang pria mabuk mendobrak pintu kamar secara tiba-tiba!
Raut wajahnya sungguh kacau saat berteriak, "Menjauh dari kekasih saya! Dia milik saya!"
Bugh!
Lalu tanpa memberi aba-aba, dia memukul kepala pria tua itu menggunakan botol wine di tangannya.
"Rasakan kau!"
"Akhh..." erang sahabat ibu tiri Almora kesakitan. Pria tua itu sontak melepaskan Almora, lalu turun dari ranjang. "Apa-apaan ini? Siapa kamu?!""Siapa saya?" Pria tak dikenal itu terkekeh. "Saya Calderon Mosaka."
Deg!
Seperti mendengar isu tsunami, bulu kuduk pria itu langsung merinding.Calderon Mosaka? Ia tahu siapa pria yang berdiri di hadapannya, pebisnis yang paling disegani di seluruh negeri.
Apakah dia telah salah mencari mangsa? Tapi bagaimana bisa Almora yang setahunya miskin, bisa mengenal pria berkuasa ini?
"Minggir! Dia kekasih saya. Jangan coba-coba menyentuhnya!" Belum sempat menyelesaikan keraguan hati, Calderon yang masih dalam pengaruh alkohol, kembali menghardiknya. Pria tua itu tidak butuh pikir panjang untuk memakai kembali kemejanya dan melangkah meninggalkan kamar.Meski kesal, dia sadar bahwa tidak bisa melawan Calderon.
Dia bukan orang sembarangan. Bahkan, pria muda itu bisa membunuh siapa saja yang menurutnya mengganggu hidupnya.
Di sisi lain, Almora terperangah dengan apa yang terjadi di hadapannya.
"Terima kasih, Tuan! Terima kasih!" ucap Almora penuh rasa syukur.Ia tak menyangka akan diselamatkan pria asing bernama Calderon ini.
Entah apa yang harus Almora lakukan untuk membalas budinya.
Namun, itu tak bertahan lama.
Calderon terkekeh dan sudut bibirnya terangkat.Netra abunya juga menatap Almora penuh gairah, hingga membuat Almora merinding.
"Tidak perlu minta maaf. Itu sudah tugasku sebagai kekasihmu, Camelia," ujarnya seiring dengan langkah yang mendekati Almora, "Ayo, kita juga harus tidur bersama. Tak mungkin hanya dia yang tau bagaimana caramu bermain kan?"
Tunggu... Camilla?
Jangan bilang, pria ini salah mengenali orang?
"Tu-tuan." Almora waspada, " Saya bukan Camelia." Namun sayang sekali, Calderon tidak mengindahkan ucapan perempuan itu. Tidak ada perempuan lain di mata Calderon selain Camelia. "I love you," bisik Calderon mulai mencumbu Almora dan mencari kenikmatan dari tubuhnya.Air mata kembali mengalir di pipi Almora.
Sebenarnya, apa salahnya, hingga harus berakhir seperti ini?
Almora pikir kehadiran pria bernama Calderon Mosaka itu akan mengakhiri penderitaannya.
Namun ternyata, pria itulah yang membuat Almora menderita.
Pria bermata abu itu menyentuhnya, merusak tubuhnya. Sekarang tidak ada yang tersisa bagi Almora selain tubuh yang kotor.
Dia benci dengan hidupnya. Tidak ada lagi artinya dia hidup setelah ini.
Entah berapa lama permainan itu berlangsung. Almora tak tahu. Yang jelas ia pingsan dan baru terbangun keesokan harinya kala suara berat pria itu terdengar jelas dari samping tubuh mereka yang tak ditutupi satu benang pun.
"Siapa kamu?" Netra abu itu menatapnya tajam. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"
Optima 434.Calderon berdiri di balkon, menatap hamparan kota di bawah kukungan langit biru. Kota tampak begitu jelas, seperti susunan rumah di game minecraft. Ini adalah bagian paling menyenangkan saat berkunjung ke Optima. Calderon bisa merasa tenang hanya dengan melihat bangunan-bangunan itu."Tumben mengajak saya ke sini," kata Max yang muncul dari balik punggung Calderon. Dia memang meminta pria itu untuk datang juga. Membosankan rasanya bila hanya sendirian di flat ini."Tidak suka?" Calderon menatap pria itu tajam. Selalu saja berkomentar. Nurut saja apa susahnya?"Suka, tapi kan aneh."Calderon mengabaikan. Dia memilih mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia tidak bisa leluasa merokok di rumah. Selain karena dilarang Nyonya besar, keberadaan Camelia yang sedang hamil juga menjadi alasannya. Calderon tentu tidak ingin anak itu meregang nyawa karena bapak tirinya hobi menghembuskan asap nikotin."Masih ngerokok?" heran Max.Calderon menyelipkan rokok itu di bibirnya l
Camelia rasa tubuhnya sudah agak mendingan. Tadi pagi hanya sedikit pusing karena tidur terlalu lama, tapi Calderon dan seluruh manusia di rumah itu menganggap dirinya sedang demam tinggi. Padahal hanya butuh berbaring sebentar, Camelia bisa pulih.Usai makan siang, Camelia berencana untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama Camelia tidak berkunjung ke rumah. Kedua orang tuanya juga jarang memberi kabar seolah lupa dengan anaknya yang satu ini."Mau kemana?"Langkahnya dihadang oleh Calderon yang tiba-tiba muncul. Berdiri di depan pintu utama seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ah, magic. Pria itu penyihir. Sekejap di kamar, sekejap di ruang kerjanya dan sekejap lagi ada di depan mata."Ke rumah orang tuaku." Camelia menatap Calderon.Salah satu alis pria itu terangkat. "Sendiri?""Memangnya kamu mau ikut?" tanya Camelia, sangsi. Calderon benci sekali dengan ayahnya. Mana mungkin pria itu mau ikut dengannya bertemu mama dan papa.Sesuai dugaan, Calderon menggelengkan
"Kenapa? Apa sudah kalian temukan bajingan itu?" tanya Calderon melihat beberapa anak buahnya datang dengan napas tak beraturan. Mereka berlari dari gerbang utama seperti dikejar anjing gila.Yang paling besar, mengangkat tangan pertanda butuh beberapa detik untuk bisa bernapas normal. Yang satu lagi, menatap Calderon dengan napas yang mulai teratur. Apa yang mengejar sampai bernapas saja terlihat sulit? Roh mereka seakan tercabut dari tubuh hanya karena berlari dari gerbang."Ada berita buruk." Kalau tidak salah namanya Rob, entah Robert entah Roblok. Calderon tidak bisa mengingat nama-nama anak buahnya.Berita buruk sudah menjadi makanan sehari-hari Calderon. Jadi, dia tidak terkejut bila akan ada kabar buruk lagi yang dia dengar."Apa?""Ternyata Kaleo punya hubungan kerja sama dengan kartel di Kroasia," jawab Rob.Ah, masalah kartel lagi. Calderon malas sekali mengurus orang-orang yang terlibat kartel. Hal itu benar-benar memuakkan."Kroasia? Ada kartel di sana?" tanya Calderon. D
Calvin beringsut menaiki tempat tidur, merebahkan tubuh di sebelah Almora yang sudah lebih dulu berbaring. Mereka tidak punya kegiatan apapun lagi sebab tadi siang sudah menghabiskan banyak waktu dengan bermain game dan menonton beberapa film komedi rekomendasi dari Calvin sendiri. Sebenarnya Calvin masih punya beberapa pekerjaan yang mesti diselesaikan. Akan tetapi dia merasa tidak tenang jika Almora belum tidur. Pekerjaan yang menumpuk itu bisa diselesaikan nanti atau saat mepet deadline. Namun menemani Almora tidur tidak sama dengan pekerjaan yang bisa ditunda."Mau dibacain dongeng apa?" Calvin menatap Almora sembari mengembangkan sebuah buku cerita."Kamu pikir aku anak kecil?" Almora balik menatap Calvin. "Eh, itu buku dongeng siapa yang kamu curi?""Enak aja." Calvin menutup buku cerita dengan judul kisah petualangan seru kancil dan teman-temannya. "Ini aku beli di Indonesia. Sudah lama sih."Almora tertawa pelan. "Kok bisa kepikiran buat beli buku dongeng itu? Mana judulnya m
"Bayinya sehat. Ibunya juga sehat."Senyum di wajah Calvin tak luntur kala kalimat dokter yang memeriksa Almora tadi pagi terus bergema di kepalanya. "Bayinya laki-laki."Semakin senang hati Calvin mendengarnya. Bayi mereka laki-laki. Terlepas dari siapa sebenarnya ayah kandung dari bayi itu, untuk saat ini yang bertanggung jawab dan akan mengemban peran bapak adalah dirinya. Tentu saja Calvin bersuka cita mendengar kabar baik itu.Ibunya sehat, bayinya sehat dan bayinya laki-laki."Bahagia banget kayaknya," ucap Almora. Matanya tak luput dari wajah pria yang sedang berkutat di pantry itu. Katanya dia ingin memasak makan siang untuk Almora. Sekalian mencoba resep baru untuk kue yang tadi malam baru saja diriset oleh pria itu.Dia produktif sekali jadi suaminya. Dan semenjak kehamilan Almora memasuki masa menuju pembukaan, pria itu memutuskan bekerja dari rumah saja. Katanya dia takut meninggalkan Almora di rumah sendirian.Calvin sangat siap untuk menjadi seorang suami."Iya dong. An
Katanya tidak cinta, tapi begitu menemukan Camelia di dekat salon, Calderon langsung memeluknya. Dia cemas kala tau Kaleo berkeliaran di sekitar mereka. Entah kenapa, disaat Tuan Saka berkata Kaleo ingin kembali merebut Camelia, ada rasa khawatir yang luar biasa dalam diri Calderon. Mungkin karena Calderon tau bahwa kemunculan Kaleo adalah alarm bahaya bagi Camelia. Pria itu memang ayah kandung dari bayi yang Camelia kandung tapi mengingat bagaimana sepak terjangnya sebagai manusia, Calderon tidak bisa menyerahkan Camelia pada pria itu."C-Cal, are you okay?" Camelia yang dipeluk secara tiba-tiba jelas terkejut. Calderon masih belum melepaskan pelukannya. "Saya pikir kamu kenapa-kenapa."Setelah berminggu-minggu pernikahan mereka, ini kali pertama Calderon menunjukkan kepeduliannya secara tulus. Bukan karena terpaksa, bukan karena ayahnya, bukan karena orang-orang dan media yang meliput mereka tapi karena diri Calderon sendiri. Camelia terharu melihat Calderon mengkhawatirkannya. Ini
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments