Di ruang kerja Reyvan.BRAKKK! Pintu ruang kerja terbuka keras."Ma!"Nafas Reyvan memburu berat. Mata nyalangnya menyapu isi ruangan dan langsung menancap pada sosok wanita paruh baya yang berdiri tak tenang di dekat meja.Tania sontak berbalik saat pintu di dorong kuat. Sorot matanya nanar. Jemarinya saling meremas di depan, menggurat kegelisahan. Sungguh dalam hati, dia tengah kacau. Beberapa saat lalu dia sangat percaya diri datang ke perusahaan, ingin menyelesaikan urusan Amber dengan putranya. Tapi tak lama kemudian, malah dapat berita mengejutkan yang membalikkan segalanya. Strategi rapi yang dia siapkan untuk menyingkirkan Amber … hancur lebur."Rey, sudah selesai meeting-nya? Bagaimana hasilnya?" Tania berusaha bersikap tenang, meski dadanya bergemuruh gelisah hebat.Reyvan melangkah cepat, dan satu hentakan keras berhenti tepat di hadapan sang mama. Mata merahnya pun menyorot tajam, rahangnya mengeras. "Benarkah? Benarkah Mama sudah mengusir Amber? Mengusir ISTRIKU?!" teria
"Kita kehilangan klien besar minggu ini! Tahu berapa kerugiannya? Kamu anak anggap perusahaan ini apa?!""Brand image kita rusak parah! Saham anjlok! Kamu masih hilang kita harus duduk manis?""Investor menarik diri, dan kamu bilang masih mau bertahan sebentar lagi?""Ini bukan soal loyalitas lagi! Ini soal kerugian, kerusakan sistem kepemimpinan!""Ganti rugi mencapai miliaran! Siapa yang bertanggung jawab kalau bukan kamu?"Ruangan yang luas itu masih terasa sesak.Akan tetapi, Reyvan tetap tenang. Tubuhnya bersandar ringan di kursi eksekutif. Matanya tajam menyapu satu per satu wajah mereka yang memakinya. Tidak satu pun reaksi emosional muncul dari raut wajahnya.Suasana memanas sampai suara Prama membelah kegaduhan."Cukup! Diam dulu semuanya!" Prama bangkit sambil menepukkan tangan ke meja. "Jangan asal menyudutkan dan membuat keputusan sepihak! Ini belum masuk dead line!"Beberapa suara langsung membalas, lantang dan tak kalah sengit."Menunggu lagi? Itu sama saja bunuh diri!"
Amber menarik napas, menahan emosi. Dia bingung bagaimana cara menggiring Grace. "Jangan kira aku nggak tahu kalau kamu dalang di balik penculikan itu. Kamu yang juga yang melibatkan Dion untuk drama penculikan itu. Grace, Dion sendiri yang cerita padaku. Kamu memang membayarnya, tapi aku punya banyak kartu as nya, jadi tidak sulit bagiku untuk membuatnya jujur." Mata Grace membelalak dan menggebrak meja. "Lancang! Kamu menuduh tanpa bukti?!" teriaknya. Amber menyilangkan tangan. Akhirnya dia bisa memancing Grace. "Aku paham, Dion bukan tipe yang bertindak sendiri. Dia bilang menolongku, tapi dia nggak mungkin mengalahkan banyak orang dengan mudah. Dan dia bilang sering ke tempat itu, yang ada dia selalu ingkar kalau kami janjian. Semua aneh dan aku tebak dia langsung jujur dengan mengancam pakai kartu asnya." Amber tersenyum tipis. Dia asal bicara saja. Grace tercekat. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata keluar. Lalu dia tertawa lantang. "Aku nggak akan terjebak dengan omong kos
Akhirnya, Amber menandatangani surat perceraian itu.Rasanya begitu berat saat tangannya membuat coretan. Gambaran saat saat bersama Reyvan begitu jelas. Meski hanya terisi perdebatan, tapi entah kenapa rasanya berat ingin benar-benar mundur. BRAKKK! Setelah kertas itu ditandatangani Amber. Dia dilempar begitu saja."Bagus! Akhirnya kamu tahu diri! Sekarang tinggalkan rumah ini dan jangan pernah muncul lagi di depan anakku atau Opa!" sentak Tania.Siska menyodorkan koper ke arah tangga. "Ini bajunya, Nyonya!""Ambil ponselnya! Jangan sampai dia menghubungi anakku!"Ponsel Amber diambil paksa. Lalu, Tania menyuruh dua pria itu untuk menyeret Amber keluar.Amber tersenyum miris saat dia diperlakukan seperti binatang.BRAKKK! Amber dilempar dimasukkan mobil "Buang dia ke jalan!" teriak Tania.Dan benar, Amber sungguh dibuang di jalan.BRAKKK! Koper dilempar begitu saja dan mobil itu pergi.Amber terduduk mematung.Dia malah tertawa, menertawakan nasibnya sendiri. "Amber .... Amber ...
"Ini kesempatan bagus untuk menyingkirkan wanita itu. Aku benar-benar nggak tahan lagi dengannya. Sejak dia datang, masalah selalu datang. Papa jadi waspada dan marah padaku. Sekarang Reyvan seperti ini." Tania meremas kepalan tangannya di atas pangkuan. Setelah Opa dinyatakan koma, Tania buru-buru datang ke rumah Reyvan. Dia sudah tidak sabar lagi untuk tidak menemui Amber. Langkah Tania tak pernah secepat itu. Mobil belum sepenuhnya berhenti saat dia sudah membuka pintu dan berlari ke dalam rumah Reyvan. Matanya liar mencari Siska, yang tadi memberinya informasi kalau Amber sudah pulang ke rumah. "Nyonya Tania, akhirnya Anda datang juga." Siska buru-buru menghampiri, menunduk sopan. "Di mana wanita itu?" Matanya nyalang tajam. "Nyonya Amber masih di kamar atas, Nyonya. Nggak turun sejak pulang. Kayaknya dia nggak punya tampang sedih." Siska mendengkus keras. Mata Tania makin tajam. "Reyvan sedang duduk di kursi panas, dia malah enak-enakan di kamar!" desisnya sambil menaiki ta
Prama menarik napas. Setidaknya di tengah kerumitan, ada sedikit hiburan."Pak, perusahaan makin kacau. Mereka sudah mendesak Anda agar cepat turun atau segera bertindak kalau masih mau duduk di kursi CEO. Anda diberi waktu 3 hari. Kalau tidak, mereka sudah siap dengan petisi untuk menurunkan Anda.""Biarkan saja mereka mengoceh." Reyvan dingin, tak peduli. Lalu, dia memijit pelipisnya. Rasanya masih kacau, efek tabrakan mesra.Amber melirik pada Reyvan sebentar, tampak tenang. Tapi, jantung Amber yang masih ada sisa efek tadi, kini malah hampir lompat saat mendengar waktu tenggat hanya 3 hari.Lalu, Amber menunduk. Wajahnya berubah, tatapannya jadi kosong. Dalam hati, dia ikut cemas. Posisi Reyvan bak di ujung tanduk. Dan dia dilema mau mundur atau bertahan.'Aku harus melakukan sesuatu. Dan tanpa kompromi sama suami gila ini. Harusnya aku langsung mundur dan mengambil keputusan cerai, semua akan langsung berakhir. Tapi aku sudah janji sama Opa. Hishh, semakin rumit. Grace ... Dion.