Home / Romansa / Menjadi Istri Dadakan Guru Killer / BAB 1 - Masa Depan Suram

Share

Menjadi Istri Dadakan Guru Killer
Menjadi Istri Dadakan Guru Killer
Author: R.D. Skypigeon

BAB 1 - Masa Depan Suram

last update Last Updated: 2024-11-11 09:15:26

"Viera, pertemuan keluarga ini bermaksud untuk menjodohkanmu dengan Ian." Kalimat itu terus terngiang di kepala Viera, membuatnya merasa bagai tersambar petir di siang bolong. Bagaimana bisa orang tuanya, Robert Hanske dan Tiara Hanske, memutuskan untuk menjodohkannya dengan Ian, guru matematika killer di sekolahnya?

“Oh My God? Bagaimana bisa takdir indahnya harus berakhir tragis seperti ini. Tuhan, apakah Engkau sangat tega menguji anak manis nan cantik sepertiku ini?. Akankah aku kuat menghadapi cobaan ini?” Viera bertanya-tanya dalam hati.

Mereka tengah berada di sebuah restoran Prancis mewah di tengah kota, tempat pertemuan rutin keluarga mereka dan keluarga Ian, Toni Gunawan dan Citra Gunawan, diadakan. Suasana restoran yang elegan dengan dekorasi interior bergaya Eropa abad pertengahan itu tak mampu mengalihkan pikiran Viera dari kenyataan yang baru saja disampaikan oleh Papa dan Mamanya.

Jujur saja, Viera, masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin mereka tega menjodohkannya, yang bahkan masih duduk di bangku kelas 12 SMA, dengan Berlian Gunawan, guru matematika yang sangat killer di sekolahnya? Dia bahkan sering mendapat nilai buruk di mata pelajarannya.

Sebenarnya Viera sangat ingin menolak perjodohan ini, tapi bagaimana mungkin dia bisa menolak kedua orang tuanya yang sangat menyayanginya dan selalu mengabulkan semua permintaannya? Semua barang mewah yang dimilikinya saat ini, mulai dari ponsel terbaru, tas branded, hingga mobil sport sebagai hadiah ulang tahunnya, adalah hasil dari kemurahan hati mereka. Mereka tak pernah sekalipun berkata "tidak" padanya.

"Viera, kami melakukan ini untuk membangun bisnis besar yang sedang kami kembangkan bersama dengan Pak Toni, Papa Ian," ujar Papanya, Robert Hanske, berusaha menjelaskan.

"Kami percaya kalian berdua akan saling melengkapi dan membawa kesuksesan bagi perusahaan kita," tambah Mama Ian, Citra Gunawan, dengan nada optimis.

"Tapi, Pa… Ma. Aku masih baru saja naik kelas 12 SMA. Bukankah ini terlalu buru-buru? Dan juga, Pak Ian adalah guru baru di sekolahku. Bagaimana nanti jika satu sekolah heboh dengan hubungan kami?" Viera mencoba membujuk kedua orang tuanya.

“Sayang, dengarkan Papa. Kami melakukan ini untuk kebaikanmu. Kami tahu apa yang terbaik untukmu dan Ian.” Ujar Papanya sambil mengelus rambut panjang yang sengaja Viera blow di bagian ujungnya.

“Dan juga, kalian bisa merahasiakan hubungan kalian hingga lulus nanti. Pernikahan kalian akan digelar setelah Viera lulus nanti. Sekalian kalian bisa mengenal satu sama lain.” tambah Papa Ian.

“Apa? Demi kebaikanku? Sepertinya hanya untuk kebaikan bisnis Papaku dan Papa Ian saja. Oh Tuhan, kenapa aku harus terjebak dalam situasi yang rumit ini? Aku ingin tahun terakhirku di SMA ini kujalani dengan penuh suka cita bersama teman-temanku.” Tentu saja Viera hanya bergumam dalam hati. Mana mungkin ia berani berkata begitu kepada orang tuanya.

Memang Viera tidak pernah berpikiran untuk pacaran sebelumnya. Kasih sayang dari Papanya sepertinya sudah sangat cukup, hingga Viera memutuskan untuk tidak pacaran.

Meskipun wajah Ian juga bisa dibilang super duper ganteng. Tapi, Viera sama sekali tidak tertarik dengannya. Cara bicaranya, cara berjalannya, semua yang ada pada dirinya Viera tidak suka sama sekali.

Saat pengumuman perjodohan itu selesai, Viera segera beranjak dari tempat duduk dan berjalan cepat menuju toilet.

"Ya Tuhan, apa-apaan ini?" gumamnya sambil membuka pintu toilet.

Ia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya dengan ekspresi frustasi. "Kenapa harus Ian? Kenapa?"

Viera merapikan gaun navy yang ia kenakan, mencoba menenangkan dirinya. "Ini tidak adil! Aku masih muda, masih ingin menikmati masa SMA-ku bersama dengan teman-teman!"

Ia berbicara pada bayangannya sendiri, "Bagaimana mungkin Papa dan Mama bisa setega ini? Dan sekarang mereka menjodohkanku dengan Ian?"

Menghela napas panjang, Viera bergumam, "Oh Tuhan, apakah ini cobaan untukku? Akankah aku sanggup menghadapi masa depan yang super seram ini?"

Ia merapikan rambutnya, berbicara pada diri sendiri, "Aku bahkan selalu dapat nilai jelek di matematika. Dan sekarang aku harus menikah dengan guru matematika yang sangat kubenci? Ini mustahil!"

Tiba-tiba, Viera tertawa getir, "Ini benar-benar seperti cerita drama murahan. Aku tidak percaya ini nyata!"

Ia menyentuh pipinya di cermin, "Apa aku terlihat sekacau yang kurasakan sekarang?"

Kemudian, dengan suara lirih, "Semoga ada jalan keluar dari semua ini."

Setelah beberapa menit, Viera keluar dari toilet dan berjalan kembali ke ruang VIP restoran itu. Betapa kagetnya Viera saat melihat sosok Ian berdiri tepat di depan pintu toilet. Dia memandang Viera dengan tatapan datar, persis seperti saat dia mengajar di kelas. Viera hanya bisa menatapnya dengan sebal. Tidak hanya di sekolah, sekarang Viera pun akan terus bersama dengannya selamanya. Bagaimana mungkin?

"Sedang apa kau di sini?" Viera bertanya ketus.

Ian tersenyum tipis, "Hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

"Baik-baik saja? Kau pikir aku baik-baik saja setelah mendengar kabar gila ini?" Viera membalas dengan nada sarkastis.

"Aku tahu ini sulit," Ian berkata pelan. "Tapi kita bisa mencoba saling mengenal."

Viera mendengus, "Mencoba? Kau guru matematikaku yang selalu memberiku nilai jelek. Bagaimana mungkin kita bisa saling mengenal?"

"Nilai matematika bukan segalanya, Viera," Ian membalas dengan tenang. "Mungkin kita bisa memulai dengan sikap terbuka."

Viera memutar bola matanya, "Terbuka? Ini sama sekali tidak adil!"

“Bukankah kita akan menjadi keluarga?” kata Ian dengan wajah yang tentu saja sangat datar.

Viera menatapnya kesal, "Semoga saja kau tidak seburuk yang kupikirkan."

Ian hanya tersenyum tipis, "Kita lihat saja nanti."

Dengan berat hati, Viera kembali ke meja. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 119 - Janji Suci

    Dua bulan berlalu seperti angin, membawa Viera pada hari yang selama ini hanya bisa dibayangkannya dalam mimpi. Katedral Santo Andreas berdiri megah dengan pilar-pilar tinggi dan jendela kaca patri yang memantulkan sinar matahari dalam spektrum warna-warni. Meski tamu undangan terbatas hanya pada keluarga terdekat, suasana khidmat terasa begitu kental memenuhi ruangan. Viera berdiri di depan pintu gereja, bergandengan tangan dengan Papanya. Gaun putih mewah dan elegan membalut tubuhnya, dengan renda halus di bagian leher dan lengan. Rambut hitamnya disanggul rapi dengan hiasan bunga jasmin putih kecil. Di tangannya, sebuket mawar putih dan baby's breath tergenggam erat. "Kau siap, Sayang?" bisik Papanya, meremas lembut tangan Viera. Viera mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Lebih dari siap, Pa." Pintu gereja terbuka perlahan. Alunan piano lembut memenuhi ruangan saat Viera melangkah masuk bersama Papanya. Di ujung altar, Ian berdiri tegap dalam balutan jas hitam formal. Matanya tida

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 118 - Ujian (2)

    Viera memeriksa kembali semua jawabannya, memastikan tidak ada yang terlewat. Setelah yakin, dia menekan tombol "Kirim" dan menunggu sistem memproses jawabannya. Layar berkedip sejenak, kemudian muncul pesan konfirmasi bahwa ujiannya telah berhasil disimpan dan terkirim.Viera menghela napas lega, melepas headset, dan bersandar di kursinya. Satu ujian telah selesai, masih ada beberapa lagi yang menunggu. Tapi setidaknya, yang pertama telah dilewati dengan baik.Setelah waktu ujian habis, para siswa diizinkan meninggalkan ruangan. Viera bertemu dengan Renna dan Fanny di koridor."Gimana?" tanya Fanny, wajahnya terlihat lelah tapi puas."Tidak buruk," jawab Viera. "Bagaimana dengan kalian?""Soal nomor 35 hampir bikin gue menangis," keluh Renna. "Tapi sisanya oke."Mereka berjalan bersama menuju kantin untuk makan siang sebelum kembali untuk ujian Bahasa Indonesia di sesi siang. Di tengah jalan, Viera merasakan ponselnya bergetar. Pesan dari Ian."Semoga ujian pertamamu lancar. Percaya

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 117 - Ujian (1)

    Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah satu minggu istirahat dan persiapan intensif, ujian akhir resmi di SMA Internasional Nusantara dimulai. Berbeda dengan sekolah konvensional, sekolah mereka menggunakan sistem ujian berbasis komputer—salah satu keunggulan dari sekolah internasional yang sering dibanggakan oleh kepala sekolah di setiap kesempatan. Pagi itu, Viera tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Koridor-koridor masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang tampak sama gugupnya dengan dirinya, membawa buku dan catatan untuk dibaca sekali lagi sebelum ujian dimulai. "Pagi, Ra!" sapa Renna yang berlari kecil mendekatinya. "Siap untuk hari ini?" Viera tersenyum tipis. "Sebisa mungkin. Bagaimana denganmu?" "Rasanya seperti otak mau meledak," keluh Renna sambil memegang kepalanya secara dramatis. "Terlalu banyak yang harus diingat." "Kalian berdua terlalu tegang," Fanny muncul dari belakang, menepuk bahu kedua temannya. "Ini cuma ujian, bukan akhir dunia." "Kata seseo

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 116 - Dua Bulan

    Mereka menghabiskan sisa waktu mereka berbicara tentang hal-hal yang lebih ringan—bagaimana ujian simulasi berjalan, buku baru yang Ian baca, film yang ingin ditonton Viera. Mencoba untuk tidak tenggelam dalam kekhawatiran tentang masa depan, mencoba untuk hidup dalam momen ini.Ketika waktu berpisah tiba, Ian tidak menawarkan untuk mengantar Viera pulang seperti biasanya. Mereka berdua tahu bahwa untuk saat ini, mereka harus lebih berhati-hati."Jaga dirimu," kata Ian saat mereka berdiri di depan kafe. "Fokus pada ujianmu. Setelah itu...""Setelah itu, kita akan mencari jalan," Viera melanjutkan kalimat Ian.Ian tersenyum, matanya memancarkan kelembutan dan janji. "Ya. Kita akan mencari jalan."Mereka berpisah tanpa sentuhan, tanpa bisikan, hanya dengan tatapan yang menyimpan ribuan kata tak terucap. Viera berjalan pulang sendiri, hatinya berat tapi tekadnya kuat.Dia tahu bahwa jalan yang mereka pilih tidak akan mudah. Sudah sejak awal dia menyadarinya. Tapi dia juga tahu bahwa bebe

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 115 - Harus Bersabar

    Balasan Ian datang beberapa detik kemudian. "Tidak ada masalah. Hanya ingin berbicara. Kafe biasa, jam 4?" "Oke. Sampai bertemu nanti." Viera memasukkan ponselnya ke saku, perasaan was-was aneh menyelimuti hatinya. Meskipun Ian bilang tidak ada masalah, ada sesuatu dalam perkataannya yang terasa... berbeda. Atau mungkin itu hanya kekhawatirannya saja? *** Kafe Masa Lalu terlihat lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena hari Jumat, atau mungkin karena banyak siswa yang merayakan berakhirnya ujian simulasi. Viera duduk di sudut yang sedikit terpisah, tempat favorit mereka, segelas matcha latte di hadapannya. Ian terlambat sepuluh menit, hal yang sangat tidak biasa untuk seseorang yang selalu tepat waktu seperti dirinya. Ketika akhirnya dia muncul, wajahnya terlihat sedikit pucat dan ada lingkaran hitam tipis di bawah matanya. "Maaf membuatmu menunggu," katanya, duduk di hadapan Viera. "Rapat guru berlangsung lebih lama dari yang kukira." "Tidak apa-apa," Viera tersenyum ke

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 114 - Simulasi Ujian (2)

    Hari-hari berlalu dengan cepat dalam rutinitas ujian simulasi yang melelahkan. Setiap pagi, Viera bangun dengan kecemasan yang sama—apakah dia cukup belajar, apakah dia siap, apakah dia akan mengecewakan dirinya sendiri, orang tuanya, atau Ian. Setiap malam, dia tertidur dengan kelelahan yang sama—otaknya penuh dengan rumus, teori, dan fakta-fakta yang harus diingat.Tapi hari ini berbeda. Hari ini adalah hari terakhir ujian simulasi, dan atmosfer di sekolah terasa lebih ringan. Meski masih ada ketegangan, ada juga harapan—ujian simulasi akan berakhir, dan mereka akan punya waktu singkat untuk bernapas sebelum ujian sesungguhnya dimulai."Loe kelihatan lebih segar," komentar Renna saat mereka berjalan bersama di koridor sekolah menuju kelas terakhir—Bahasa Inggris.Viera tersenyum kecil. "Gue rasa karena ini hari terakhir. Dan Bahasa Inggris selalu menjadi pelajaran favorit gue.""Bukan karena semalam loe dapat telepon dari Pak guru matematika?" goda Fanny yang berjalan di sisi lain V

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 113 - Simulasi Ujian (1)

    "Tapi kamu menyukai guru matematika itu," balas Ian, dan Viera bisa membayangkan senyuman kecil di wajahnya saat mengetik pesan itu."Ya," Viera mengetik, tersenyum pada dirinya sendiri. "Sangat.""Tidurlah, Viera. Besok akan jadi hari yang panjang.""Oke. Selamat malam.""Selamat malam. Mimpi indah."Viera meletakkan ponselnya, mematikan lampu tidur, dan menarik selimut hingga menutupi dagunya. Di luar, angin malam berbisik di antara dedaunan, menciptakan melodi tidur yang lembut dan menenangkan.Besok adalah ujian simulasi. Lalu ujian sebenarnya. Lalu kelulusan. Lalu...Dalam kegelapan kamarnya, di bawah bintang-bintang plastik yang memudar, Viera memejamkan mata. Untuk saat ini, dia akan mengikuti saran Ian. Tidak berpikir terlalu jauh.Besok adalah besok. Hari ini, setidaknya, dunianya sedikit lebih utuh dari kemarin.***Kelas terasa hening meski dipenuhi oleh puluhan siswa. Hanya suara goresan pensil di atas kertas dan sesekali desahan frustrasi yang terdengar. Ujian simulasi ma

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 112 - Harapan-harapan

    Viera mengangguk, mengeratkan genggamannya pada tangan Ian. "Langkah demi langkah."Mereka berdiam dalam keheningan yang nyaman untuk beberapa saat, menikmati kedekatan yang jarang bisa mereka rasakan di tempat umum."Kamu harus masuk," akhirnya Ian berkata. "Sudah malam."Viera menghela napas, tidak ingin momen itu berakhir, tapi tahu bahwa Ian benar. "Ya, aku tahu."Sebelum keluar dari mobil, Viera berbalik dan menatap Ian. "Terima kasih untuk hari ini. Untuk... membuat duniaku sedikit lebih utuh."Ian tersenyum, matanya berkilau di bawah cahaya temaram. "Terima kasih kembali. Untuk membiarkanku masuk ke dalamnya."Dengan satu anggukan terakhir, Viera keluar dari mobil dan berjalan pulang. Langkahnya terasa ringan, seolah beban yang selama ini dia pikul sedikit terangkat. Di belakangnya, mobil Ian menunggu sampai dia berbelok menuju rumahnya sebelum perlahan melaju pergi, membawa serta bayangan-bayangan yang kini terasa lebih jelas, lebih nyata, dalam kehidupan Viera.Sesampainya di

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 111 - Langkah Demi Langkah

    Dengan itu, suasana canggung mulai mencair. Ian ternyata tidak hanya ahli matematika, tapi juga memiliki pemahaman yang baik tentang ekonomi. Dia menjelaskan konsep-konsep sulit dengan cara yang mudah dipahami, menggunakan contoh-contoh dari kehidupan nyata. "Jadi, rumusnya bisa dikerjakan seperti ini seperti ini," Ian menulis rumus sederhana di kertas. Viera memperhatikan dengan kagum bagaimana teman-temannya perlahan-lahan mulai nyaman dibimbing oleh Ian. Fanny bahkan sudah berani bercanda, sementara Renna menunjukkan ketertarikannya dengan rumus yang mudah dihafal. Sesi belajar itu berlangsung sampai malam. Ketika akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, Viera merasakan campuran emosi yang aneh—bangga melihat Ian berinteraksi baik dengan teman-temannya, tapi juga sedikit cemas. Seolah dua dunianya yang terpisah kini mulai bertabrakan. "Terima kasih untuk bantuannya, Pak Ian," Fanny berkata saat mereka berpisah di depan kafe. "Kamu—maksudku Anda—guru yang hebat." Ian tersenyum

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status