Share

Bab 3. Bunuh Diri

Author: Rifat Nabilah
last update Last Updated: 2024-06-28 18:38:45

Tepat menjelang malam Vea telah di eksekusi oleh William, waktu sangat cepat berlalu membuat wanita itu akhirnya bisa menyatu dengan Wiliam, perasaan hancur, sedih, menyesal menjadi satu, Vea masih tidak percaya dirinya akan tidur dengan pria asing.

"Hiks, kamu sudah memperkosa aku, rasanya aku jijik melihatmu di dekatku, aku minta kamu keluar dari kamar ini, Wiliam! Keluar dan jangan tampakkan wajahmu di hadapan akan!"

Saat Vea sudah sangat lemas dan nyeri diberbagai bagian tubuhnya, Wiliam tidak memperdulikan itu, tugasnya sudah selesai, dia juga mengambil kembali pakaian dan celananya yang ada di lantai, kesedihan Vea menyakitkan dadanya yang terasa sesak.

"Tugasku selesai, istirahatlah jika kamu memang lelah, nanti malam aku mau kamu bisa makan malam denganku di sebuah restoran dekat dari sini, kamu pasti akan menyukainya," ujar Wiliam keluar dari sana.

Tidak peduli dengan ucapan Wiliam, Vea masih meringkuk menangis tersedu-sedu tidak tertahan lagi, tentu apa yang dilakukan Wiliam padanya bukan hal yang mudah diterimanya, selama ini Vea selalu menjaga kehormatannya bagaimanapun caranya. Disamping kesedihannya belum juga mereda, Vea mengambil guci kecil hiasan bunga yang ada di atas lemari laci dekat tempat tidur.

"Ini dia! Selamat tinggal duniaku yang sudah hancur, aku tidak mau menjalani semuanya sendiri lebih hancur daripada kehidupanku yang dulu, pria tua itu berhasil menghancurkan kesucianku, lebih baik aku mati," tuturnya sudah menodongkan guci yang sudah dibanting olehnya.

Tidak ada yang mendengar suara pecahan itu dikarenakan Wiliam sedang mandi dengan shower, apalagi ketiga istrinya yang lain sedang bersiap untuk pergi ke tempat di mana Wiliam telah memesannya. Vea perlahan menutup matanya dengan tubuh dan pergelangan tangannya yang telah keluar darah cukup banyak.

Pukul 19.00

"Oh, tidak! Tolong ...."

"Astaga! Dia bunuh diri Kak Silvi, bagaimana kalau Mas Wiliam tau wanita ini nekat dan kita hanya memergoki sudah terjadi, suami kita pasti marah besar," kata Ria takut juga dengan kemarahan Wiliam.

Silvi masih mematung karena dia sendiri yang pertama membuka pintu, Ria ada di belakangnya terus bicara tanpa memiliki inisiatif berteriak Wiliam datang.

"Kak Ria, Kak Silvi, apa kalian membunuh Vea? Aku tidak menyangka kalau kalian tega membunuh madu kalian, baru aku tinggal untuk mengambil sepatuku, tapi kenapa ada acara bunuh membunuh di rumah ini," ucap Cici panik dengan apa yang dilihatnya.

Ria tidak terima dituduh pembunuh oleh Cici, dia telat masuk kamar sebelum mereka berdua, makanya tidak tahu apa yang terjadi di sana, dirinya juga tidak mengerti kenapa pikiran Vea sangat dangkal melakukan bunuh diri dan menyakiti dirinya sendiri.

"Jangan seenaknya ya, dia bunuh diri tau, kita berdua masuk, lihat Kak Silvi masih syok dengan apa yang dia lihat, aku juga tidak tau apa yang harus dilakukan, Mas Wiliam akan memarahi kita bertiga bukan? Aku juga takut dia mati karena ulahnya sendiri, tapi kita bertiga yang disalahkan," balas Ria menjelaskan pada Cici.

Tidak lama setelah Ria selesai bicara, Wiliam masuk dengan pakaian rapihnya. Namun apa yang dia lihat di dalam kamar Vea, tentu mengejutkan untuknya, tiga orang istrinya berada di depan Vea yang sedang terbaring berlumuran darah.

"Apa yang kalian lakukan padanya? Kalian tidak segera memanggilku, lihat darahnya mengalir terus menerus, ada apa dengan kamu Silvi, kenapa wajahmu terpaku seperti itu?"

Tangannya mengangkat tubuh Vea lebih cepat, Wiliam mengenal betul ketiga istrinya, tidak mungkin mereka tega membunuh Vea, apalagi Vea memang memiliki riwayat yang kurang baik dalam hal mental, dikarenakan Vea selalu hidup sebatang kara.

"Bodoh! Kenapa kamu melakukan hal bodoh seperti ini Vea? Aku minta maaf, aku tidak menuruti apa yang kamu mau sebelumnya, aku menyesal sudah memaksamu," ucapnya sudah memasuki mobil.

Silvi, Ria dan Cici berada di mobil belakang, Cici yang mengendarai mobilnya, Wiliam teramat panik mengendarai mobilnya sendiri, Vea semakin pucat dan suhu tubuhnya begitu dingin.

"Mas Wiliam pasti hancur, aku percaya Vea akan bisa diselamatkan, kita harus berdoa untuknya, walau bagaimana Vea adalah madu kita bertiga, kan? Aku harap tidak terjadi hal serius padanya," kata Silvi yang sudah mulai bersuara kembali.

Pandangan Silvi terhadap pilihan Wiliam mengambil Vea menjadi istrinya sedikit menyulitkan, pasalnya Vea bukan tipe wanita yang gila akan uang dan kehidupan mewah seperti Cici dan Ria.

"Aku rasa Vea akan kritis, kamu bisa lihat kan darah yang keluar dari tangannya sangat banyak. Aku khawatir Mas Wiliam akan menjadi gila kalau Vea kenapa-kenapa," cerocos Ria.

Ria yang paling tidak bisa diam dari tadi, dia yang selalu dengan tabiatnya tukang masak alias koki terkenal itu memang tidak ada henti-hentinya bicara.

Sudah tiba di rumah sakit, Wiliam telah bersama dengan dokter yang menangani Vea, ternyata kondisi wanita itu cukup parah, tetapi masih bisa diselamatkan karena Wiliam cepat membawanya ke rumah sakit.

"Berapa lama Vea akan menjalani pengobatannya dokter? Apa secepatnya, karena dia sedang progam hamil anak kami, dia hanya sedang ceroboh dengan tindakan nekatnya, tapi dia pasti tidak akan mengulanginya lagi," ucapnya pada dokter.

Dokter sudah menduga Vea mendapatkan tekanan batin dari keluarganya, terlebih mengetahui itu adalah Wiliam pengusaha makanan dan minuman terkenal yang banyak dibicarakan orang dan awak media.

"Kami akan melakukan yang terbaik agar pasien bisa secepatnya pulih, nanti kita bisa bicarakan kembali untuk beberapa hari ini melihat kondisi pasien seperti apa? Kita akan kabari secepatnya," balas dokter.

Pria itu meremas tangan kirinya, kebiasaan dirinya sejak masih sekolah dasar ketika dirinya sedang merasakan kecemasan dan rasa takut kehilangan.

"Baiklah dokter, tolong lakukan yang terbaik untuk istriku, aku mau dia normal kembali, tidak bisa dibayangkan kalau progam hamil kami akan gagal gara-gara ini."

Dokter menggelengkan kepala, rupanya Wiliam termasuk orang yang pemaksa menginginkan segala sesuatu. Sedangkan Silvi, Ria dan Cici sudah ada di depan pintu ruangan rawat Vea, ternyata Vea memang cukup parah, mereka hanya diperbolehkan berada di luar ruangan sampai Vea dinyatakan sembuh dari masa kritisnya.

"Lihat baik-baik perbuatan kamu Mas, kamu terlalu memaksanya, apa yang sudah kamu lakukan menekannya sampai berbuat yang seperti ini, kamu harus ingat kalau aku ini juga istrimu yang paling tertua, seharusnya kamu bisa bicara dulu sama aku," protes Silvi berani di depan Wiliam.

Meringkuk tubuh Wiliam berada dalam dekapan Silvi, dia menangis menyesali apa yang dia lakukan pada Vea berakibat fatal, Cici dan Ria diberikan kode oleh Silvi untuk pulang lebih dulu dan membiarkannya berdua dengan Wiliam.

"Aku salah, tapi aku hanya ingin segera diberikan keturunan, kamu tau kan berapa lama kita menikah dan aku juga menunggu dari Ria dan Cici, hasilnya tidak ada, sekarang aku menemukan orang yang tepat, aku sudah mencobanya tinggal tunggu hasil, tapi aku malah membuatnya bunuh diri," lirihnya mengeluarkan butiran-butiran air mata perlahan.

Tangan Silvi menepuk-nepuk bahu suaminya, dalam dekapan itu dia juga menangis, semua terjadi atas dasar idenya agar suaminya memiliki istri lain apabila menginginkan keturunan.

"Sudahlah Mas, jika kamu menyalahkan diri sendiri, kamu juga harus menyalahkan akarnya, yaitu aku yang menyuruh kamu menikah dan menikah lagi, aku yang salah Mas, aku sudah buat kamu berani seperti itu, kamu tau kan, aku cuma mau kamu bahagia."

Dalam dekapan keduanya mengeluarkan segala kegundahannya, Wiliam tidak mengerti kenapa Silvi begitu sedih melebihi dirinya.

"Tapi aku belum bahagia kalau Vea masih tidak bisa memberikan aku anak seperti kamu sayang, kamu tau kan aku membutuhkan keturunan untuk masa depan perusahaan aku, aku capek harus menunggu terus," keluhnya.

Masih Wiliam membahas yang namanya keturunan, padahal Silvi tengah mencoba meredakan kesedihannya, seolah-olah Wiliam juga menyudutkannya sebagai wanita mandul.

"Cukup Mas Wiliam! Kamu terus bicara mengenai anak dan anak! Seolah dunia akan berhenti kalau belum ada anak!" hardiknya geram pada suaminya, Silvi pergi dengan tatapan tak menyukai sikap Wiliam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 126. Akhir Yang Bahagia

    ["Silvi, apa ini kamu?"] ["Benar, Mas. Ini jelas aku, ada yang bisa aku bantu untuk membantu Mas?"] ["Tolong aku, berikan apa yang Vea minta sama kita waktu di rumah sakit, kamu tolong investasi ke tempat kerja Vea, tapi kamu juga harus berikan penjagaan ketat untuk setiap yang masuk ke dalam sana, aturlah bagaimana caranya, itu terserah kamu."] ["Baiklah Mas, aku akan lakukan sekarang."] ["Terima kasih Silvi, kamu bisa aku andalkan, sekarang aku baru sampai di rumah sakit, nanti hubungi aku kalau kamu sudah selesai mengurus semuanya."] ["Ok, Mas."] Wiliam memutus sambungan teleponnya. Ria menunggu apa yang dibicarakan Silvi dengan Wiliam membuatnya penasaran. "Ada apa?" "Mas Wiliam meminta aku membuka kembali tempat kerja Vea, tapi kali ini harus jauh lebih aman daripada kemarin. Aku harus pergi dulu, kamu di rumah sama Cici." "Baik, Kak Silvi." Silvi pergi sesegera mungkin dari rumah itu menuju ke tempat kerja Vea untuk mengecek tempat itu secara langsung dan mencari info

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 125. Bijaksananya Mertua

    "Permisi!" Sumber suaranya ada di depan rumah, dan Silvi berjalan membukakan pintu karena ada di ruang tamu bersama Ria. "Ayahnya Vea, kan?" Tentu Silvi tahu tamunya sekarang adalah ayahnya Vea yang bertemu waktu di rumah sakit, begitu juga Ria yang tahu seperti Silvi begitu melihat wajah tamunya. "Benar, bisa bertemu sama suami kalian?" Silvi berpikir sebelum menjawab permintaan ayahnya Vea, apakah harus saat ini bertemu dengan Aziz atau nanti saja. "Bisa, Pak." Ria yang lebih dulu menjawab karena Silvi diam memikirkan akibatnya nanti. Sekarang Silvi bernafas lega karena yang mengambil keputusan bukan dirinya. "Baiklah, terima kasih." "Sama-sama, aku panggilkan dulu, tapi nanti Bapak silakan tunggu di ruang tamu bersama Kak Silvi." Menurut Ria ini kesempatan suaminya bicara berdua dengan mertuanya untuk meluruskan masalah yang terjadi, karena terlihat Aziz tidak sedang marah. "Mas, kamu ada di dalam?" Ria mengetuk pintu kamar Vea beberapa kali sampai terdengar suara

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 124. Dipaksa Pulang

    "Dengarkan aku, Vea!" Wiliam membentak istrinya dengan penuh kemarahan, selama ini Wiliam sangat sabar terhadap sikap Vea, tetapi kali ini dia tidak mau mengalah lagi. "Dengarkan aku! Kamu akan bersama denganku walaupun kamu masih mau bersama keluarga kamu dan meminta aku mengembalikan apa yang sudah aku tutup. Aku tidak membutuhkan persetujuan kamu, sekarang kamu diam dan turuti kemauan aku, kita akan segera pulang ke rumah kalau kamu sudah membaik." Tatapan tajam Wiliam membuat Vea diam dan tidak berpikir lagi, karena suaminya kalau sudah marah tidak ada yang bisa menahannya. "Baiklah," ucap Vea. Wiliam mengendus kesal di depan istrinya yang terpaksa menurutinya, dia tidak peduli apa pun yang dipikirkan oleh Vea, yang terpenting dirinya bisa membawa pulang Vea. Bahkan jika harus berseteru lagi dengan Aziz dirinya akan memberanikan diri. Pria itu keluar dari ruangan Vea dan segera menemui dokter untuk Vea bisa pulang sebelum kedua orang tua Vea akan datang menjemput istriny

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 123. Tetap Ingin Menjaganya

    "Ayo Mas pulang!" Silvi tetap memaksa suaminya pulang bersama dengan mereka bertiga lagi. Silvi hanya tidak mau juga Vea bertambah parah sakitnya harus marah-marah seperti tadi. "Silvi! Aku masih mau bersama dengan Vea, tolong kamu kalau mau pulang, pulang duluan saja bersama Ria dan Cici, aku masih mau di sini sama Vea." Posisi mereka sudah ada di luar ruangan Vea, dan Vea menghubungi ayahnya untuk menjemput dirinya malam ini juga karena tidak mau bertemu dulu sama suaminya. "Vea sakit Mas, kamu harus mengerti itu," bisik Silvi. Wiliam akhirnya berjalan mengikuti ketiga istrinya pergi dari sana pulang dengan kesalahpahaman lagi. "Wiliam ini, dia selalu bertindak sendiri tanpa meminta pendapat aku, setidaknya dia bisa mengatakan hal ini, pekerjaan itu juga penting buat semua temanku." Vea masih terus marah-marah sendiri di dalam sana, dia sendirian tanpa ada yang menemani, tetapi lebih baik seperti ini daripada dirinya ditemani Wiliam yang selalu membuat dirinya kesal. Wil

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 122. Keputusan Vea

    "Maaf kamu bilang? Bukankah kamu yang mau kita berkumpul? Tapi kenapa kamu mematahkan harapan kedua orang tuamu yang sudah menerima kamu? Aku tidak habis pikir dengan cara pikirmu yang ingin menghargai pernikahan sama menantuku, seharusnya dia paham kalau istrinya mau tinggal sama kedua orang tuanya dulu, tidak akan lama juga, dia bisa menjemput setiap saat." Aziz sungguh tersinggung putrinya tidak mau membahas semua itu langsung di depan Wiliam dan dirinya. Bahkan lebih mau dirinya pergi dengan alasan membeli perlengkapan mandi. "Aku minta Ayah tenang. Karena Wiliam jauh lebih emosi daripada Ayah, aku takut kalau Wiliam bisa melakukan sesuatu lagi pada keluarga kita, biarkan aku tetap tinggal bersama suamiku, dia sangat bertanggung jawab dan memenuhi segalanya, jadi tolong mengerti anakmu ini karena mau bersama kehidupan barunya, aku akan menginap beberapa pekan ke rumah kalian saat Wiliam mengizinkannya, tapi aku tidak janji akan hal itu." Vea menenangkan ayahnya yang mau tingga

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 121. Pilihan Yang Sulit

    Wiliam menunggu tanpa henti di luar ruangan Vea, tetapi keluarga Vea masih belum juga mau pulang setelah dirinya kesal mendengar pembicaraan satu keluarga itu. Sampai subuh Wiliam baru menyadari kalau Vea memanggilnya, "Wiliam, tolong bantu aku," ucapnya sudah melihat suaminya di depan pintu. "Ya," jawab Wiliam singkat karena masih mau bicara berdua dengan istrinya. Saat Wiliam masuk ternyata ibu mertua dan adik iparnya langsung berpamitan, sekarang hanya ada Aziz bersamanya di sana. "Wiliam, tolong jaga anakku," pamit ibu Vea. "Baik," balas Wiliam. Mereka berdua pergi, Vea mau dibantu ke kamar mandi oleh suaminya karena ingin membuang air kecil, apalagi tadi minum banyak sekali membuat Vea tidak nyaman terbaring di tempat tidurnya. "Pelan-pelan sayang." "Iya, Wiliam." Mereka berdua ke kamar mandi, sedangkan Aziz mengamati menantunya begitu menyayangi putri pertamanya itu. "Ternyata Wiliam sayang sama istrinya, aku paham mengapa Vea mau dijadikan istri keempatnya, pa

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 120. Vea Sadarkan Diri

    "Angkat Mas!" Silvi mau suaminya mengangkat panggilan masuk dari rumah sakit tersebut karena mau tahu kabar terbaru Vea. "Baiklah," ucap Wiliam. ["Hello, selamat malam, bisa bicara dengan Bapak Wiliam?"] ["Benar, ini dengan saya sendiri, ada apa ya? Apa ini ada hubungannya dengan kondisi pasien bernama Vea?"] ["Benar Bapak. Pasien sudah sadarkan diri, dia mau suami dan keluarganya datang, apa bisa sekarang ke rumah sakit karena ini permintaan pasien sendiri."] ["Bisa-bisa, terima kasih sudah memberitahukan Informasi ini kepada saya."] ["Sama-sama."] Wiliam menutup panggilan tersebut dan melihat ke arah ketiga istrinya dengan wajah yang bahagia. "Kalian harus ke rumah sakit sekarang," ucap Wiliam. "Ada apa dengan Vea, Mas?" Ria semakin penasaran dengan apa yang didapatkan suaminya, apalagi wajah suaminya berubah ceria. "Vea sudah sadarkan diri. Dia mau kita semua ke rumah sakit, tapi Vea juga mau keluarganya datang, aku akan memberitahukan ini pada Tuan Aziz." "Kalau

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 119. Menunggu Cici

    "Cici!" Silvi berteriak dari luar kaca mobil milik madunya itu. Ada Ria juga yang berusaha membantu untuk mengetuk beberapa kali tetapi Cici tidak juga membukakan pintu mobilnya. "Sepertinya Cici pingsan, Ria." "Benar, Kak Silvi. Mata Cici tidak bangun juga saat kita ketuk-ketuk kaca mobilnya, apa Cici sakit?" "Entahlah, kita harus segera menolongnya, tapi gimana caranya membuka mobil ini sedangkan kuncinya ada di dalam?" Silvi kebingungan begitu juga Ria. Silvi menghubungi Wiliam yang ada di rumah sakit karena Cici belum juga sadarkan dirinya. "Aku akan hubungi Mas Wiliam dulu, kamu jaga Cici." "Kak Silvi, sebaiknya jangan hubungi Mas Wiliam, seperti yang kita tau kalau Mas Wiliam masih mengurus Vea, aku yakin Cici tidak akan lama pingsan di dalam, kita harus menunggu sampai beberapa menit membiarkan Cici sadarkan diri dengan sendirinya." Apa yang dikatakan Ria ada benarnya karena suami mereka tidak mau diganggu oleh siapapun saat sedih atau sibuk, dia mengerti suaminya sen

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 118. Masih Di Rumah Sakit

    "Iya, tadi aku mengikuti kamu, ternyata kamu ke tempat kerja Vea, lihat tempat kerja Vea banyak polisi, ada apa?" Cici menggelengkan kepala, dia juga belum tau apa yang terjadi di tempat itu, tetapi dia akan menceritakan kenapa dirinya ada di sana. "Aku bermimpi Vea pergi jauh, jadi aku datang ke tempat ini. Entahlah ada apa di sini, sebaiknya kita tanya langsung ke polisi." Ria memberanikan diri bertanya sendiri sedangkan Cici masih di tempat tadi yang dekat dengan mobilnya. "Gimana Kak Ria?" "Jadi Vea dibawa ke rumah sakit karena korban menusukkan penjahat yang hampir merampok tempat ini, katanya sudah ada pria dan wanita yang menolongnya." "Jangan-jangan itu Mas Wiliam sama Kak Silvi!" "Kamu benar, kita harus ke rumah sakit sekarang. Aku sudah tau nama rumah sakitnya, kita harus memastikan mereka baik-baik saja." "Iya, Kak Ria." Cici masuk ke dalam mobilnya sendiri, begitu juga Ria yang masuk dan mengendarai di depan mobil Cici yang belum tau tempat rumah sakitnya. "Ki

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status