Share

2

Penulis: Lavender
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-17 21:35:12

Kinar  tidak tahu—kurang memahami—antara nikah siri dan kawin kontrak. Hanya sekadar secara garis besarnya saja. Nikah siri adalah di mana pernikahan tersebut sah secara agama namun tidak tercatat secara negara. Sedangkan kawin kontrak adalah pernikahan terikat waktu yang mana ada tenggang waktunya. Dan dari yang pernah Kinar  temui, beberapa pasangan pernah melakukan perkawinan kontrak entah atas dasar alasan apa.

Yang sedang Kinar  alami saat ini adalah buntu. Sepulangnya bertemu dengan CEO di mana buku barunya harus sudah selesai penandatangan guna segera terbit, nyatanya ngadat lantaran perilaku si pemilik.

Tidak banyak yang bisa Kinar  lakukan selain diam di pojok kamar kostnya dan merenung. Helaan napasnya memberat. Kepalanya penuh dan rasa sakit menghampiri seketika. Kedua mata Kinar  juga memberat namun enggan diajak terpejam.

“Saya akan menjamin kehidupan kamu. Kalau kamu setuju, kita tanda tangani perjanjian yang sudah saya tentukan.”

Ucapan Anan Pradipta terus terngiang di telinganya dan kepala Kinar semakin tercengkeram oleh rasa sakit. Orang kaya memang sebebas itu dalam bertindak. Terkesan arogan dan seenak jidat. Uang yang mereka miliki bisa melakukan apa saja dan membeli apa yang mereka mau. Termasuk kehidupan orang lain.

“Uang? Kamu tidak perlu khawatir. Kamu cuma perlu kawin kontrak sama saya, melayani saya dan menyambut di hari-hari tertentu buat kita ketemu. Kamu bahkan tidak perlu tinggal di kost kamu lagi.”

Bukankah sudah jelas jika selama ini Kinar diintai?

Hoih, membayangkannya saja sudah membuat Kinar  merinding. Terlebih kata 'melayani' di sini membuat otak Kinar  berjalan ke mana-mana. Kinar  nggak bodoh kok. Paham juga ke mana arahnya. Dan kalau itu benar terjadi, bukan hal mustahil untuk Kinar  melakukan tugasnya sebagai istri meskipun hanya kawin kontrak.

“Istri saya suka kamu.”

Ada binaran bahagia yang Anan pancarkan dari wajahnya kala melibatkan istrinya dan Kinar  semakin tidak mengerti dengan cara pikir kedua pasangan ini. Prik banget nggak, sih?

“Dia mau kamu jadi Adiknya dalam ikatan perkawinan.”

Asli, Kinar  masih merekam dengan jelas senyum yang Anan tunjukkan kepada dirinya. Tapi kenapa harus dirinya di antara banyaknya wanita? Kenapa harus Kinar yang biasa-biasa saja dan bukan siapa-siapa padahal istrinya bisa mencari wanita yang lebih mumpuni.

Kinar juga ingin menikah. Ingin punya kehidupan yang isinya cerita bersama pasangan. Tapi kalau konsepnya adalah kawin kontrak ... lidah Kinar  kelu. Itu bukan bagian dari tujuan hidupnya bukan juga kemauannya. Sayangnya itu kehendak Tuhan.

Sekali lagi Kinar  menghela napasnya. Bokongnya yang duduk di pinggiran ranjang mulai Kinar ajak berpindah tempat. Terlalu banyak berpikir, perut Kinar demo karena kelaparan. Sialnya lagi, tadi saat bertemu dengan Anan, Kinar tidak sempat memesan makanan mau pun memakan apa yang ada di dalam kafe.

Fokus Kinar sepenuhnya tersita pada tawaran kawin kontrak yang Anan ajukan. Dan lagi, nominal serta jaminan kehidupannya, Kinar mulai tergiur. Tapi otaknya masih waras atau lebih tepatnya tidak. Kinar  enggan menjalani hidup yang dramatis bak isi dalam novel-novel karyanya. Kinar ingin menikah dengan sah dan di jalur yang benar. Kinar juga ingin hidup dan menjadi bagian dari cerita bersama orang yang dirinya mau.

Menerima tawaran Anan sama saja dengan dirinya menjual diri tidak, sih?

Menggelengkan kepala, Kinar segera duduk di lantai kamar kostnya. Siang hari suasana lingkungan kostnya terbilang sepi. Di samping semua penghuni adalah karyawan, aktivitas lainnya selalu ramai di malam hari. Kawasan Bandung dekat alun-alun selalu ramai saat menjelang sore.

Kinar buka karet pembungkus nasi padangnya. Ini adalah sarapan dan makan siangnya, rapel. Menimang tawaran dari Anan sungguh menguras energinya. Padahal jawabannya cuma ya atau tidak yang sayangnya merugikan bagi Kinar. Maju kena, mundur kena.

Sesuap demi suap nasi yang masuk ke dalam mulut Kinar  dan berakhir di perutnya tidak mengalihkan pikirannya dari tawaran Anan. Sekarang Kinar mempertimbangkan dengan matang. Perihal untung dan ruginya serta perjalanan ke depannya.

Katakanlah Kinar serakah, namun kebutuhan untuk keberlangsungan hidupnya juga perlu dipikirkan. Jika dengan menerima Anan membuat kehidupannya lebih baik lagi, itu bukan suatu kesalahan, ‘kan?

Anggaplah Kinar hanya mujur saja diajak kawin dengan pengusaha tajir. Tidak peduli dengan penilaian orang lain. Toh kita hidup untuk diri sendiri. Walau secara global ada pandangan orang yang menilai perihal tindak-tanduk kita. Namun siapa yang tidak akan tergiur? Kinar tidak memungkiri jika ingin menggantungkan hidupnya pada Anan. Walau hanya sebagai istri siri—katakanlah begitu—pastilah ada banyak keuntungan yang akan Kinar tuai untuk masa depannya. Bisa saja karier menulis Kinar kian cemerlang. Siapa yang tahu, ‘kan tentang nasib seseorang.

Lain halnya dengan Anan yang sudah duduk nyaman di kursi kebesarannya. Beberapa potret foto yang di kirim oleh Teguh—asisten kepercayaannya menyita seluruh waktunya. Siang hari yang terik adalah suatu kondisi yang langka dialami di Bandung.

Anan menggeser satu per satu foto Kinar. Cantik, Anan mengakui itu dan manis meski sikapnya bar-bar. Senyum semili Anan terbit mengingat beberapa potongan obrolan bersama Kinar  beberapa jam yang lalu. Baru kali ini Anan harus pusing kepala dalam mengambil tindakan demi istrinya. Dan hanya Kinar  yang terang-terangan menolak tawarannya.

“Kamu bisa siapkan satu unit apartemen untuk saya?”

Teguh bengong sebentar lalu mengangguk dan mencatat keinginan atasannya di buku notes yang selalu di bawanya. Lelaki jangkung dengan tinggi 175 dan rambut hitam legamnya yang klimis adalah karyawan Anan sejak dua tahun yang lalu.

“Bapak butuh tipe atau asal mewah?”

“Mewah.”

Teguh segera mencari di laman properti kepercayaannya. Ada banyak pilihan di dalamnya yang langsung Teguh sodorkan tabletnya kepada Anan.

“Yang ini aksesnya lebih dekat untuk ke mana saja, Pak.” Sekadar usul saja dari Teguh. “Tapi—“

“Kinar … bagaimana menurut kamu?”

“Ya?” Teguh terkejut dan menggaruk lehernya salah tingkah. “Bu Ivana sangat menyukai Ibu Kinar itu berarti dia pilihan yang paling cocok untuk Bapak.”

Anan mengangguk dan mengusap dagunya.

Ivana Wijaya memang unik. Ada saat di mana Anan menyesali takdir Tuhan yang sudah mempertemukan dirinya dengan Ivana bahkan harus terikat dalam kehidupan rumah tangga. Sayangnya keinginan hati bukan manusia yang bisa mengendalikan. Saat campur tangan Tuhan sudah terjun mengambil alih, Anan bisa apa?

“Saya yang terlalu serakah atau Ivana yang kurang bersyukur?”

Teguh kikuk sendiri mendengar omongan atasannya. Ini bukan kasus baru yang sedang dialami Anan dan istrinya. Karyawan lama yang sudah bekerja di bawah naungan Anan juga tahu masalah apa yang sedang dihadapi keluarganya. Intinya Teguh tidak bisa berkata apa-apa selain menjadi pendengar yang baik.

“Saya suka yang ini.” Anan kembalikan tablet kepada Teguh setelah memberi tahu apartemen mana yang Anan mau. “Urus secepatnya.”

Teguh angguki dan hengkang dari ruangan Anan. Helaan napasnya melonggar. Ini bukan masalah Teguh tapi kepalanya ikut sakit memikirkannya.

“Berat juga hidup orang kaya itu.”

Andai Teguh adalah Ivana, maka yang akan Teguh lakukan adalah menikmati apa yang sudah dijadikan keputusan oleh suaminya. Sayangnya kesempurnaan seorang wanita bukan dinilai dari kepatuhannya semata.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua CEO   127

    “Aduh lupa!”Teriakan Ara membuat Kinar yang sedang santai menikmati minuman dinginnya terpaksa harus menoleh. Ara si pemilik suara kecil agak cempreng dengan rambut berwarna merah gelap membuat Kinar geleng-geleng kepala. Bukan sekali, dua kali Ara menjadi heboh sendiri. Namun terlalu sering sehingga Kinar hafal betul dengan wanita yang lebih muda dua tahun di bawahnya itu.“Nggak kamu catat dulu?” tanya Kinar kalem.“Kamu kalem banget, sih, Nar?” Ara terkekeh dengan kepala bergoyang mirip bolo-bolo. “Padahal aku ini nggak ada kalemnya sama sekali tapi kamu sabar banget menghadapi aku yang super random ini.”“Aku juga random kok.” Kinar membela dirinya sendiri.Kinar sungkan saat ada orang lain yang menilai dirinya hanya dari covernya saja. Kinar selalu mendapat penilaian positif dan itu sedikit membuatnya sungkan. Yang sebenarnya terjadi adalah kebalikannya. Kinar juga punya momen-momen tertentu untuk meledak. Kinar juga bisa marah pada hal-hal kecil yang membuat orang sekitarnya te

  • Menjadi Istri Kedua CEO   126

    Prinsip hidup yang selama ini Anan pegang cukup sederhana. Dengan tidak mencampuri urusan orang lain, arti dari ketenangan yang sebenarnya sudah Anan dapatkan. Tapi namanya manusia memang suka lupa diri dan semena-mena.Di saat Anan bersikeras tidak mau mendengar apa pun masalah dan keluh kesah orang lain, justru Tuhan mempertemukan dengan manusia-manusia yang sifatnya meribetkan. Dan Anan harus menjadi pendengar yang baik sedangkan itu tidak pernah tersemat sedikit pun di dalam dirinya.“Kita terlalu keras, ya?” tanya Kinar sembari merapikan dasi dileher Anan. “Aku terdengar kejam.”“Itu demi kebaikan mereka. Lagi pula mereka datang kepada kita sudah bentuk kesalahan fatal. Kita hanyalah saudara jauh dan yang seharusnya mereka datangi adalah keluarganya.” Anan tetap tidak mau salah dan pendapatnya adalah yang paling benar.Kinar mengembuskan napasnya. Tangan kanannya mengusap jas Anan seolah ada debu yang menempel di sana.“Kalau itu terjadi pada anakmu ….” Kinar tak kuasa melanjutka

  • Menjadi Istri Kedua CEO   125

    Tentang hidup ….Kinar Dewi tidak mengharapkan apa-apa selain baik-baik saja. Maksud dari baik-baik saja di sini bukan sekadar adem ayem dengan segudang uang dan fasilitas yang telah terpenuhi. Namun jauh dari masalah walaupun itu mustahil. Namun setidaknya meminimalisir problem selalu Kinar usahakan.Seperti pagi ini contohnya. Tidak tahu dari mana datangnya. Kinar tidak mau menebak atau menyalahkan salah satu pihak. Bagi Kinar, masalah itu tercipta karena ada pihak-pihak tertentu yang terlibat. Mau dibalas penuh emosi bak kebakaran jenggot, masalah itu telah tercipta. Dan konyol kalau misalnya masalah itu muncul sendiri.“Jadi siapa yang mulai duluan?” tanya Kinar tegas dan jelas.Semua mata yang ada di ruang tamu rumahnya menatap Kinar dengan tatapan mata yang berbeda-beda. Anan yang santai sambil menarik napasnya dalam-dalam. Kinar tahu, semalaman Anan lembur karena ini awal bulan dan baru bisa memejamkan matanya subuh tadi. Sekarang pukul tujuh pagi yang artinya tidur Anan amatla

  • Menjadi Istri Kedua CEO   124

    “Emang orangnya kayak gitu?” tanya Anan sambil mendorong troli belanja. Kinar mengajak Anan berbelanja sayur, buah dan kebutuhan lainnya. Mumpung sekalian dekat dengan supermarket.Anan mendengar ucapan terakhir Rika yang menurutnya amatlah nyelekit. Sedangkan Kinar memberi respons yang santai dan biasa saja. Seakan-akan memang istrinya itu sudah biasa mendengar kalimat tersebut.“Mungkin,” jawab Kinar sekenanya sambil memasukkan buah-buahan ke dalam troli. “Aku ketemu dan kenal Rika di komunitas menulis beberapa tahun yang lalu. Dan kita nggak dekat-dekat banget buat bertukar nasib hidup.”“Kamu nggak kesinggung? Minimal kamu keluarin ekspresi marahlah biar dia sungkan dan jera.”“Buat apa?” Kinar membalikkan tubuhnya ke belakang di mana Anan berdiri. “Kalau aku marah, aku nggak ada bedanya sama dia dan aku punya level yang sama kayak dia sedangkan aku paling anti buat lakuin itu.”“Kenapa?” Anan penasaran dan terus mengejar jawaban dari Kinar. “Sesekali marah nggak akan bikin kamu r

  • Menjadi Istri Kedua CEO   123

    “Sebenarnya titik kehidupan masing-masing orang itu berbeda.” Kinar mengatakan sesuai pengalaman yang pernah dialaminya. “Aku berada di posisi ini karena aku pernah merasakan titik terendah dalam hidupku yang mana aku ingin mati. Tapi aku sadar, semengenaskan apa pun kehidupanku waktu itu, selalu ada takdir milik orang lain yang paling mengerikan. Dan untuk itu aku hanya bisa mensyukuri jalanku.”Rika hanya mengangguk. Rekan sesama penulis Kinar itu sedang mencurahkan isi hati dan pikirannya. Yang jika Kinar menilai itu adalah sebuah ujian yang tiap-tiap orang selalu merasakannya. Kinar enggan berkomentar panjang lebar. Toh masa-masa sulit yang pernah Kinar lalui telah lewat. Sekarang yang tersisa hanyalah secuil nasihat dan kenangan yang memang patut untuk dikenang.“Orang-orang kalau ngomong selalu enak.” Rika seruput es tehnya. “Tau kok soalnya cuma tinggal ngomong doang. Enak ya jadi kamu, seneng ya jadi kamu, nggak perlu effort berlebih hidup kamu udah kejamin. Andai mereka tau g

  • Menjadi Istri Kedua CEO   122

    “Kali ini tentang apa?”Kinar menyeruput cokelat dinginnya dengan santai dan hidupnya memang sesantai itu sekarang. Setelah menjadi Nyonya Pradipta, kegiatan Kinar selain menulis adalah berkumpul bersama para kalangan atas. Yang jika Kinar jabarkan bagaimana rasanya … itu membosankan. Jujur saja, Kinar lebih suka hidupnya yang sederhana dan biasa-biasa saja. Tidak banyak kegiatan selain menulis, rebahan, menonton sendirian di bioskop dan makan nasi padang. Bonusnya jalan-jalan sore di alun-alun dan belie s krim.Dalam benak Kinar terbersit kerinduan masa lalunya yang sangat sulit untuk dirinya ulang kembali. Bukannya tidak mau kembali ke masa itu. Kinar hanya harus bertindak penuh kehati-hatian. Karena siapa, sih, yang nggak kenal sama keluarga Pradipta?Media yang tersembunyi di dalam pelosok saja tahu mereka. Maka dari itu Kinar harus menyamar terlebih dulu jika ingin menikmati masa lalunya. Agar orang-orang tidak tahu identitasnya terlebih wajahnya yang sudah tersorot oleh penjuru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status