Share

ONDE-ONDE

Author: Ri Chi Rich
last update Last Updated: 2023-10-20 12:35:56

Dini berjengit, kaget, tetapi beruntung dia bisa segera mengontrol ekspresinya dan berhasil menemukan jawaban dengan cepat.

"Ah, kurasa itu hanya persepsi Kakak.” Dini memulas senyum tipis untuk mendukung alibinya. “Onde-onde adalah makanan kesukaanku. Aku sering membawanya dan membagi-bagikannya ketika kuliah dulu. Jadi kurasa dia terpengaruh olehku karena ini makanan favoritku."

Tidak lama, seruan seorang bocah membuat Dini menoleh.

"Mama, itu temen Mama yang tolongin Anggia?"

"Oh, iya Sayang. Namanya Om Rio.” Tepat saat itu, Anggia telah menghampiri Rio lebih dulu. “Dia yang membayar pengobatan Anggia kemarin sama minjemin rumahnya buat kita tinggal sementara."

Bocah kecil itu masih memperhatikan Rio yang berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya, menatap pria itu dengan rasa penasaran.

"Om Rio, makasih udah tolongin Anggia di rumah sakit."

Anggia tersenyum lepas, kemudian tanpa diduga mendekat dan mengulurkan tangannya. Sejenak, Rio terlihat terkesiap dengan sikap bocah yang begitu sopan itu.

"Berapa sering kamu mencuci otaknya untuk menarik perhatianku?" Di luar dugaan, ucapan bermakna negatiflah yang lagi-lagi terlontar untuk Dini.

Dengan menahan pilu, juga rasa dongkol karena ucapan tak berdasar Rio, Dini mengepalkan tangan.

Bukan membantah, wanita itu mengiyakan saja perkataan Rio barusan. "Selama tinggal di sini, supaya kami tidak cepat-cepat diusir Kak Rio."

Wanita itu sudah kepalang kesal.

"Ah, begitu rupanya."

Lalu mata Rio pun menatap bocah yang masih mengulurkan tangannya dan tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh dua orang dewasa yang saling berbisik-bisik bicara tanpa menggerakkan bibirnya tadi.

"Halo Anggia. Tidak perlu berterima kasih sama Om. Kita kan teman."

Meski Rio berbicara ketus pada Dini, pria itu justru terlihat begitu hangat pada Anggia.

Dia bahkan memosisikan dirinya sejajar dengan Anggia, serta mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan bocah itu.

"Om bukannya temannya Mama kok jadi teman Anggia?" tanya bocah itu mengerutkan dahinya.

"Jadi teman Mama dan temannya Anggia juga nggak masalah. Dan ... apa Anggia mau makan onde-ondenya sharing sama Om? Karena itu juga makanan favorit Om."

Meski bingung dengan perkataan Rio, bocah itu pun mengangguk. "Iya." Dia bahkan menggandeng tangan Rio ke sebuah sofa dan bersama-sama menghabiskan onde-onde buatan Dini.

Peristiwa manis itu jelas membuat Dini tercengang.

Sejak bertemu lagi dengan Rio, pria itu tidak pernah bersikap lembut padanya dan selalu saja menyindirnya. Tapi dengan Anggia dia bisa bersikap lebih baik.

Meski sikap ramahnya tidak seperti dulu dan sekarang lebih didominasi oleh sikapnya yang dingin, tapi Dini bersyukur pria itu tahu diri untuk tidak melibatkan sang anak.

"Ini Om!"

"Loh, kok dibagi dua?"

Rio pikir, Anggia akan memberikan satu onde-onde untuknya dan satu dimakan sendiri oleh bocah itu.

Tapi dia justru memotong dua dan memberikan satu bagian untuk Rio. Jelas pria itu gagal paham.

"Tadi kata Om kan sharing? Kalau sharing itu biasanya Anggia dibagi dua sama mama kan. Iya kan Ma?" Anggia menatap Dini berharap pembenaran tapi Rio malah terkekeh refleks.

"Haha, tidak salah memang kalau kata orang otak seorang anak itu mengikuti cara berpikir ibunya."

Memerah wajah Dini ketika mendengar ucapan Rio barusan.

Bukankah itu artinya sindiran kalau dirinya mewariskan kebodohannya pada Anggia?

"Kakak tidak perlu berbicara seperti--"

"Ssst! Ini rumahku. Jangan meninggikan suaramu di hadapanku!"

Dini tak melanjutkan bicara. Dia menggigit bibir dalamnya, teringat akan perjanjian mereka.

"Terima kasih, Anggia. Om senang sharing sama kamu. Ini Om makan ya!"

Beruntung Anggia masih berusia lima tahun dan masih belum peka pada sindiran Rio yang dibalut dibalik keramahannya.

"Wah, onde-onde Om sudah habis! Boleh Om minta lagi?"

"Boleh! Mau sharing atau mau satu Om?"

"Satu yang paling besar Anggia!"

"Oke Om!"

Anak itu pun mengambilkan satu dengan tangan kanannya dan kembali menyerahkan pada Rio.

Lagi-lagi sebuah pemandangan yang meski tadi sempat menyebalkan kini terlihat hangat dan membuat Dini tak sanggup untuk melihatnya terlalu lama.

Melihat gelagat Dini yang ingin pergi, Rio pun berbicara agak lantang, “Bikinkan aku kopi, seperti biasa.”

"Iya, Kak."

Meski hatinya menggerutu tapi Dini tetap menjawab sopan karena dia tidak mau Anggia berpikir buruk tentang Rio yang sudah menyelamatkannya.

Dini meninggalkan mereka berdua di belakang dan dia berjalan dengan dua suster Anggia menuju dapur.

Karena onde-onde buatannya dikuasai oleh Dio dan Anggia, Dini pun menawarkan makanan lain untuk dua suster anaknya.

Kemampuan Dini dalam memasak sudah diketahui oleh orang seisi rumah ini. Dini tidak hanya piawai membuat makanan berat, tetapi juga camilan, atau makanan penutup.

Asik berbincang-bincang ... Dini sampai lupa permintaan Rio, hingga membuat pria itu menyusulnya ke dapur.

Pria itu menaruh kedua tangannya di pinggang, lantas berujar sinis. "Pantas saja apa yang kupesan tidak sampai-sampai! Ternyata kamu sedang merumpi di sini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Rio....kenapa kamu masih saja bicara ketus pada Dini?.......Bicaralah lebih ramah....
goodnovel comment avatar
Yuli Yazid
namanya juga emak2 kalo udh ngobrol lupa DECH jangan galak2 amat ya om Rio bikin takut nanti Anggianya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku    MUNGKINKAH?

    "Kamu nih--"UWEEEEEK! UWEEEEK!Siapa suruh Rio tadi tak mau menuruti Dini?Kan tadi sudah dibilang kalau Dini ingin ke kamar mandi tapi dikiranya hanya berpura-pura saja.Yang ada keluarlah semua yang membuat Dini merasa mual. Dan Rio tidak lagi bisa menghindar ketika muntahan itu mengenai roti sobek perutnya yang terpahat sempurna.Dia bahkan tidak bisa berkata-kata lagi ketika Dini masih terus memuntahkan semua yang membuatnya tak nyaman hingga wanita itu terlihat lemas."Sudah?""Hm. Maaf," dan sejujurnya Dini juga merasa tidak enak.Alhasil, Dini tak berani menatap Rio tapi dia juga tidak mau disalahkan. Apalagi Rio masih diam setelah tadi dia meminta maaf."Aku kan sudah mengingatkan dari awal kalau aku ingin muntah. Tapi kamu yang tidak mau menyingkir.""Kapan tanggal menstruasimu?""Eh, itu--"Dini juga tidak bisa menjawabnya dia diam karena tanggalnya sering sekali berubah-ubah."Sudahlah tak perlu menjawab!""Eh, turunkan aku!"Rio seperti frustasi sendiri menunggu Dini menj

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   KERAS KEPALA

    "Sudah. Tapi karena Om Rio-nya Anggia sudah besar dan bukan kakak Mama, jadi lebih baik Mama panggilnya Pak Rio. Karena kalau mama panggilnya Kak Rio, orang akan risih dan istrinya Om Rio akan terganggu, Anggia. Itu gak boleh." Dini yakin jawabannya sudah sangat diplomatis dan seharusnya tidak ada celah! Lagian dia masih ingat betul yang dikatakan Rio kalau pria itu risih dengan panggilan Dini dulu padanya. Tak ada alasan lagi untuk Dini membiarkan mulutnya memanggil dengan cara yang sama. Dini tahu putrinya pasti ingin bertanya lagi makanya jarinya sudah menunjuk ke arah kue ulang tahun. "Mama udah bikin kue ulang tahun loh buat Anggia. Jadi gimana nih? Mau tiup lilin dulu atau mau makan dulu?" Ada senyum yang kelewat manis diberikan Dini pada putrinya. Buat Dini Anggia adalah segalanya. Tanpa Anggia mungkin dia tidak punya harapan untuk hidup sekarang. Bisa saja dia khilaf dan bunuh diri. "Makan kue dulu, habis itu potong kuenya ya Ma!" "Oke sayang! Ayo kita nyanyi dulu y

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   PLAY VICTIM

    "Pak Rio, kumohon. Hari ini adalah hari ulang tahun putriku. Dan aku ingin merayakan dengannya dulu. Tolong, jangan buat aku kesakitan sekarang.""Tak ada yang bisa melarangku!""Tidak melarang. Hanya menunda. Saya mohon Pak, jika Anda masih punya hati maka Anda akan mengizinkan saya merayakan hari jadi putri saya dulu dan nanti saya akan lakukan apapun untuk Anda setelah acara ini."Masih dengan tangannya yang menahan tangan Rio supaya tidak mengganggu intinya, Dini lagi-lagi kembali merendahkan dirinya di hadapan Rio demi putrinya.Entah sudah keberapa kali dia mengalah dan berusaha untuk membuat pria itu sedikit saja mengerti tentang kondisinya.Tapi apakah permohonan tulus Dini yang sekarang bisa menahan Rio memenuhi keinginannya lebih lanjut? Apa pria itu bisa mengerti?"Lalu bagaimana dengan diriku? Apa pernah kamu memberikan waktu untuk mengerti alasanmu pergi?""Pak Rio, itu-""Tidak pernah. Kamu tidak memberikanku waktu dan penjelasan. Kamu pergi begitu saja meninggalkanku di

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   PLAN B

    Dini: Terima kasih Mas ucapannya. Nanti akan aku sampaikan pada Anggia dia pasti senang sekali dapat hadiah itu. Tapi saat Rio sedang mengenang apa yang dikatakan Darsa dalam ruangan Teddy, tiba-tiba pikirannya terdistraksi oleh suara Dini yang masih bicara dengan Darsa.Rio tak tahu apa yang ditawarkan oleh Darsa sebagai hadiah untuk Anggia tapi rasa di dalam hatinya tidak suka saja apalagi sudah melihat senyum di wajah Dini.Emosi dan pikiran Rio jadi ngelantur kemana-mana. Tapi untung saja matanya menatap ke sesuatu yang dikenakan Dini. Sebuah ide pun muncul di dalam benaknya. Dia tak akan membiarkan Dini enak-enakan bicara dengan seseorang yang menjadi orang nomor satu yang tak disukainya saat ini. Rio mendekat pada Dini dan tangannya menyingkap dress dengan bawahan bentuk A yang dikenakan Dini."Hentikan!"Darsa: Eh, ada apa Dini?Dini: Eh, enggak Mas, anu, aku lagi sambil nonton TV. Ada dramanya dan aku kaget saja waktu tadi tokoh prianya mengganggu tokoh wanita.Mata Dini aw

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   ANGKAT JANGAN?

    "Pak Rio, tidak puaskah Anda melecehkan saya tadi malam dan saat ini melakukannya lagi di hari ulang tahun putri saya?""Apa seorang suami menyentuh istrinya itu namanya pelecehan?"Rio membalikkan badan Dini dan menatap wajah wanita itu dengan posisi yang sangat dekat sekali. Jadi saja Dini yang tingginya cuma sebahu Rio jadi nervous.Apa lagi pas dirinya mendongak, tepat sekali mata Dini mengarah ke bibir Rio."Kenapa memperhatikan bibirku? Ingat kecupan semalam dan ingin lagi?"Ah, sial sekali. Dini sama sekali tidak menginginkan itu. Tapi ya kenapa juga dia malah mengarahkan matanya ke sana? Pandai saja Rio memanfaatkan keadaannya."Boleh juga, Anda mau melayani saya dengan kecupan itu lagi? Mumpung Anda belum menceraikan saya, kayaknya saya bisa menikmati itu dulu. Sebelum nanti, kalau saya sudah melahirkan anak itu kan saya tidak bisa lagi merasakan service plus-plus dari Bapak Rio Ravindra."Masa bodolah Rio mau suka atau tidak suka yang penting Dini sudah membalasnya. Enak saj

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   UNDANGAN

    "Iya Mama, tadi pagi juga aku yang mandiin Om Rio. Iya kan Suster Titi?""Iya, Kak Anggia."Sebenarnya yang salah itu telinga Dini atau memang dia masih ada di alam mimpikah?Diam-diam, Dini mencubit kecil punggung tangannya dan merasakan perihnya.Rasanya dia tidak mimpi. Jadi benar Rio menemani Anggia? Tapi Kenapa ini sulit diterima olehnya?Apalagi mengingat perlakuan Rio tadi malam. Wah, Dini yakin, pasti ada yang konslet dengan pikiran pria itu. Bahkan dia rela memberikan mainan-mainan mahal pada putrinya.Tapi ... kenapa Rio masih ada di rumah ini semalam? Lalu bagaimana nasib orang yang menghubunginya?Apa Rio berbohong pada Dini? Apa telepon itu palsu? Tapi kenapa dia harus berbohong? Iseng sekali bukan? Atau ... apa mungkin ini semua dilakukannya karena Rio merasa sangat bahagia setelah menyiksa Dini?Cuma semakin dipikirkan semakin pikiran Dini tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu. "Mama, Anggia nanti dapet kado apa dari Mama?"Dan sudahlah! Tidak perlu dipikirk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status