Share

RODA KEHIDUPAN

Author: Ri Chi Rich
last update Last Updated: 2023-10-20 12:35:30

Semua berjalan begitu cepat dan ijab kabul pun sudah terjadi. Penghulu dan saksi sudah pergi, kini hanya menyisakan Dini dan Rio yang masih sama-sama berdiam diri.

Tidak tahan dengan situasi yang kaku antara dirinya dan Rio, Dini pun memutuskan untuk keluar dari salah satu kamar rumah sakit yang disewa Rio hanya untuk pernikahan mereka.

"Permisi, Kak."

"Memang siapa yang menyuruhmu pergi?"

Sayangnya suara Rio yang otoriter itu menahan langkahnya.

"Apa ada yang ingin Kak Rio bicarakan?"

Kemudian, tatapan elang milik Rio mengedar ... menatap Dini dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sadar dilihat dengan saksama oleh mantan kekasihnya, Dini pun menunduk ... merasa minder dengan perbedaan penampilan mereka kini.

"Apa yang terjadi padamu? Ke mana kembang kampus yang dulu cantik itu?”

"Ah, itu....” Sesaat, Dini termangu, bingung. Hingga kemudian dia hanya berujar singkat, tanpa berusaha bercerita lebih lanjut. “Roda kehidupan berputar, Kak.”

Rio menganggukkan kepalanya nyaris tak kentara. "Memang kehidupan itu sangat adil. Dua manusia yang dulu berbeda kasta, kini justru seolah bertukar posisi.”

Dini tahu ucapan Rio ini menyindir dirinya. Dulu, Dini adalah orang kaya, sementara Rio adalah orang biasa.

Namun, wanita itu enggan menjelaskan apa yang terjadi dan membiarkan Rio dengan asumsinya sendiri. Dini merasa, percuma menjelaskannya pada Rio, sementara pria itu masih memiliki penilaian buruk yang tak lekang tentangnya karena masa lalu.

"Jadi kapan kita mulai prosesnya, Kak?”

Tidak memperpanjang topik masa lalu, Dini pun langsung bertanya seputar perjanjian pernikahan mereka.

"Kamu yakin tubuhmu bersih untuk membawa anakku?” tanya Rio dengan pandangan menelisik.

“Maksud Kakak?”

Lalu, tanpa perasaan Rio berujar, “Melihat badanmu yang dekil kayak gitu ... aku jadi ragu apakah proses itu bisa dimulai secepatnya."

Jleb. Perkataan Rio yang tajam itu lagi-lagi menggores hatinya. Dini tahu, pakaiannya memang masih sedikit basah karena hujan-hujanan hasil tadi mengemis bantuan pada Satrio.

Badannya memang terlihat kotor, dekil dan mungkin sedikit tidak sedap karena bau pakaian yang tidak kering.

Namun, dia yakin ... Rio menyindirnya untuk perkara lain.

“Kakak tidak perlu khawatir. Meski bajuku sedikit basah, kulitku sedikit terbakar karena tidak lagi dirawat dan tersengat matahari ... aku berani jamin jika rahimku sehat.”

"Kapan terakhir kali cek kesehatan rahimmu?"

Dini kembali termangu. "I-itu ... aku tidak pernah cek, tapi—“

"Terus dari mana kamu yakin kalau kamu sehat?" sahut Rio dengan seringai sinis.

Dini memang belum pernah melakukan cek kesehatan lengkap seperti yang diminta Rio. Namun, dia yakin kalau dia dalam kategori sehat karena jadwal menstruasinya masih teratur.

Baru Dini ingin menjawab, tetapi Rio kembali menyela. "Kalau memang kamu sehat, bagaimana anakmu bisa terkena thalasemia? Kalau anakku ada di dalam rahimmu apa nanti tidak akan terpengaruh juga dengan kondisi kesehatanmu?"

Kalau Dini punya keberanian untuk mengajak orang di hadapannya ribut, maka dia ingin memakinya. Tapi, semua itu masih dia tahan, sebab pria itu baru saja menolong anaknya.

Meski begitu, Dini menunjukkan sedikit rasa kesalnya pada Rio.

"Kalau begitu talak aku saja. Mungkin bisa cari wanita lain yang bisa menjadi Ibu pengganti untuk bakal anak Kak Rio?" ujarnya kali ini dengan tatapan yang lebih berani.

"Lalu, apa aku harus mengeluarkan darah yang sekarang sudah masuk ke dalam tubuh anakmu?"

Dini tak tahu kalau sesulit itu bicara dengan Rio sekarang. Lama sudah mereka tidak berjumpa dan benar kata orang kalau sikap seseorang pasti bisa berubah.

Lagi-lagi Rio sukses membuat Dini menunduk dan tak bisa menjawab. Entah apa mau Rio, Dini pasrah.

"Akan ada beberapa pemeriksaan dan prosesnya tidak langsung satu hari langsung bisa tanam benih. Aku juga harus bicara dengan istriku sambil melihat kondisi kesehatan fisikmu.” Lagi, Rio menilai penampilan Dini dengan saksama. “Lagi pula melihat tubuhmu yang kurus kering seperti tengkorak hidup, kurasa aku harus menunggu beberapa bulan lagi, karena aku tidak mau sampai anakku bermasalah dalam tubuhmu."

"Beberapa bulan? Kak, aku-"

"Ingat, di sini aku yang menentukan. Kamu ikuti saja apa yang sudah kutentukan. Jangan protes. Karena alasanmu juga tidak akan kudengar!" Selepas bicara, Rio mengambil handphone di saku celananya dan menghubungi seseorang.

“Ted, kalau Anggia sudah selesai cuci darahnya langsung bawa ke ambulans dan pindahkan ke rumah yang sudah kusiapkan. Hire beberapa perawat untuk mengasuhnya juga.”

Rio rupanya menghubungi Dokter Teddy. Dan mendengar perkataan Rio barusan, membuat Dini membulatkan matanya, terkejut.

"Kamu ikut ambulance itu. Tinggal di rumah yang sudah kutentukan.” Usai teleponnya berakhir, Rio kembali menatap Dini dengan otoriter. “Aku akan menemuimu di sana nanti. Jangan pernah berpikir kamu bisa kabur, sebab orang-orangku akan mengawasimu.”

Setelah itu, pria itu meninggalkan Dini seorang diri.

‘Bagaimana aku bisa kabur, kalau dia yang sudah menyelamatkan anakku?’

*

"Mama, ini rumah temennya Mama yang ngobatin Anggia? Bagus banget."

Dari tadi saat di ambulans, Anggia juga sudah bertanya dirinya mau dibawa ke mana. Dini hanya bisa mengatakan kalau akan pergi ke rumah temannya yang meminjamkan uang untuk berobat.

Dini sudah membuka kondisi keuangannya pada Anggia sehingga anak berusia lima tahun itu sudah paham kalau mereka saat ini tidak punya uang.

Anggia paham, sebab gadis kecil itu juga sering ikut Dini pergi ke toko emas untuk menjual perhiasan yang mereka pakai untuk biaya pengobatannya.

Makanya, Dini hanya mengangguk saja menimpali ucapan Anggia.

Tidak lama, dua orang berseragam perawat yang dipekerjakan oleh Rio menghampiri mereka. "Ibu silakan bisa beristirahat dan Anggia akan kami jaga."

"Tapi saya biasa tidur dengan putri saya."

"Kami mengerti. Tapi Ibu sekarang harus mandi dulu dan ganti baju, bukan? Kami akan menjaganya dulu dan nanti Ibu bisa ke kamarnya Anggia dan tidur bersama dengannya."

Tidak bisa mengelak lagi, Dini pun pasrah. "Baiklah terima kasih."

Kemudian, setelah Anggia dibawa oleh dua suster itu, Dini dengan tubuh kotornya masuk ke kamar mandi.

Melihat kamar mandi di dalam kamar barunya ini, Dini merasa seakan-akan seperti kembali ke rumah orang tuanya.

Rumah itu mewah, sama seperti rumah orang tuanya dulu. Semua perlengkapan yang ada di dalam kamar mandi ini bahkan benar-benar persis seperti yang sering dia gunakan dulu.

Hal itu sontak membuat Dini menjadi lebih emosional. “Kak Rio sengaja menyiapkan semua sabun-sabun perlengkapan mandiku sama seperti yang biasa aku gunakan dulu kah?”

Tidak hanya itu ... Pakaian-pakaian juga sudah tersedia di dalam wardrobe pun kembali menguatkan pemikiran Dini.

Style yang sama seperti yang dulu Dini sering gunakan sewaktu tinggal di rumah papanya. Ini juga membuatnya speechless. Apalagi saat menemukan sebuah ponsel baru, juga debit, lengkap dengan catatan pinnya di meja rias.

Tidak mau terbuai dengan segala perhatian Rio, Dini mengedikkan bahu.

"Mungkin dia mau mengirim uang untuk biaya cuci darah nanti? Dan handphone ini supaya dia bisa menghubungiku kan? Aku tidak punya handphone soalnya."

Dua minggu sudah Dini berada di rumah Rio dan dia bisa melihat Anggia tersenyum cerah hampir sama seperti hari-harinya dulu saat masih di rumah peniggalan papanya.

Sementara itu, Rio tidak pernah menampakan batang hidungnya, kendati pria itu berkata akan menemuinya di sini kala itu. Tentu hal itu membuat Dini merasa lega, sebab dia tidak perlu merasa canggung dengan kehadiran Rio di rumah yang sama dengannya.

Merasa kerasan, Dini bahkan seolah lupa jika ini bukan rumahnya sendiri. Wanita itu dengan lihainya memasuki dapur dan menyiapkan sendiri makanan untuk dirinya juga sang anak.

"Anggia, Mama buat makanan kesukaan Anggia, sini dimakan dulu mumpung masih hangat."

Tanpa Dini sadar saat dia berkata begitu ada seseorang yang berjalan mendekat dan kini tengah melihat ke arah makanan yang dipegang wanita itu.

"Apa saat kamu hamil Anggia, kamu merindukan mantan kekasihmu sampai-sampai mereka punya makanan kesukaan yang sama??”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Rio.....tajam sekali ucapanmu menyindir Dini....
goodnovel comment avatar
Yuli Yazid
clbk terkadang bikin bahagia kadang bikin nyesek yg kuat ya Dini demi Anggia
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku    MUNGKINKAH?

    "Kamu nih--"UWEEEEEK! UWEEEEK!Siapa suruh Rio tadi tak mau menuruti Dini?Kan tadi sudah dibilang kalau Dini ingin ke kamar mandi tapi dikiranya hanya berpura-pura saja.Yang ada keluarlah semua yang membuat Dini merasa mual. Dan Rio tidak lagi bisa menghindar ketika muntahan itu mengenai roti sobek perutnya yang terpahat sempurna.Dia bahkan tidak bisa berkata-kata lagi ketika Dini masih terus memuntahkan semua yang membuatnya tak nyaman hingga wanita itu terlihat lemas."Sudah?""Hm. Maaf," dan sejujurnya Dini juga merasa tidak enak.Alhasil, Dini tak berani menatap Rio tapi dia juga tidak mau disalahkan. Apalagi Rio masih diam setelah tadi dia meminta maaf."Aku kan sudah mengingatkan dari awal kalau aku ingin muntah. Tapi kamu yang tidak mau menyingkir.""Kapan tanggal menstruasimu?""Eh, itu--"Dini juga tidak bisa menjawabnya dia diam karena tanggalnya sering sekali berubah-ubah."Sudahlah tak perlu menjawab!""Eh, turunkan aku!"Rio seperti frustasi sendiri menunggu Dini menj

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   KERAS KEPALA

    "Sudah. Tapi karena Om Rio-nya Anggia sudah besar dan bukan kakak Mama, jadi lebih baik Mama panggilnya Pak Rio. Karena kalau mama panggilnya Kak Rio, orang akan risih dan istrinya Om Rio akan terganggu, Anggia. Itu gak boleh." Dini yakin jawabannya sudah sangat diplomatis dan seharusnya tidak ada celah! Lagian dia masih ingat betul yang dikatakan Rio kalau pria itu risih dengan panggilan Dini dulu padanya. Tak ada alasan lagi untuk Dini membiarkan mulutnya memanggil dengan cara yang sama. Dini tahu putrinya pasti ingin bertanya lagi makanya jarinya sudah menunjuk ke arah kue ulang tahun. "Mama udah bikin kue ulang tahun loh buat Anggia. Jadi gimana nih? Mau tiup lilin dulu atau mau makan dulu?" Ada senyum yang kelewat manis diberikan Dini pada putrinya. Buat Dini Anggia adalah segalanya. Tanpa Anggia mungkin dia tidak punya harapan untuk hidup sekarang. Bisa saja dia khilaf dan bunuh diri. "Makan kue dulu, habis itu potong kuenya ya Ma!" "Oke sayang! Ayo kita nyanyi dulu y

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   PLAY VICTIM

    "Pak Rio, kumohon. Hari ini adalah hari ulang tahun putriku. Dan aku ingin merayakan dengannya dulu. Tolong, jangan buat aku kesakitan sekarang.""Tak ada yang bisa melarangku!""Tidak melarang. Hanya menunda. Saya mohon Pak, jika Anda masih punya hati maka Anda akan mengizinkan saya merayakan hari jadi putri saya dulu dan nanti saya akan lakukan apapun untuk Anda setelah acara ini."Masih dengan tangannya yang menahan tangan Rio supaya tidak mengganggu intinya, Dini lagi-lagi kembali merendahkan dirinya di hadapan Rio demi putrinya.Entah sudah keberapa kali dia mengalah dan berusaha untuk membuat pria itu sedikit saja mengerti tentang kondisinya.Tapi apakah permohonan tulus Dini yang sekarang bisa menahan Rio memenuhi keinginannya lebih lanjut? Apa pria itu bisa mengerti?"Lalu bagaimana dengan diriku? Apa pernah kamu memberikan waktu untuk mengerti alasanmu pergi?""Pak Rio, itu-""Tidak pernah. Kamu tidak memberikanku waktu dan penjelasan. Kamu pergi begitu saja meninggalkanku di

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   PLAN B

    Dini: Terima kasih Mas ucapannya. Nanti akan aku sampaikan pada Anggia dia pasti senang sekali dapat hadiah itu. Tapi saat Rio sedang mengenang apa yang dikatakan Darsa dalam ruangan Teddy, tiba-tiba pikirannya terdistraksi oleh suara Dini yang masih bicara dengan Darsa.Rio tak tahu apa yang ditawarkan oleh Darsa sebagai hadiah untuk Anggia tapi rasa di dalam hatinya tidak suka saja apalagi sudah melihat senyum di wajah Dini.Emosi dan pikiran Rio jadi ngelantur kemana-mana. Tapi untung saja matanya menatap ke sesuatu yang dikenakan Dini. Sebuah ide pun muncul di dalam benaknya. Dia tak akan membiarkan Dini enak-enakan bicara dengan seseorang yang menjadi orang nomor satu yang tak disukainya saat ini. Rio mendekat pada Dini dan tangannya menyingkap dress dengan bawahan bentuk A yang dikenakan Dini."Hentikan!"Darsa: Eh, ada apa Dini?Dini: Eh, enggak Mas, anu, aku lagi sambil nonton TV. Ada dramanya dan aku kaget saja waktu tadi tokoh prianya mengganggu tokoh wanita.Mata Dini aw

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   ANGKAT JANGAN?

    "Pak Rio, tidak puaskah Anda melecehkan saya tadi malam dan saat ini melakukannya lagi di hari ulang tahun putri saya?""Apa seorang suami menyentuh istrinya itu namanya pelecehan?"Rio membalikkan badan Dini dan menatap wajah wanita itu dengan posisi yang sangat dekat sekali. Jadi saja Dini yang tingginya cuma sebahu Rio jadi nervous.Apa lagi pas dirinya mendongak, tepat sekali mata Dini mengarah ke bibir Rio."Kenapa memperhatikan bibirku? Ingat kecupan semalam dan ingin lagi?"Ah, sial sekali. Dini sama sekali tidak menginginkan itu. Tapi ya kenapa juga dia malah mengarahkan matanya ke sana? Pandai saja Rio memanfaatkan keadaannya."Boleh juga, Anda mau melayani saya dengan kecupan itu lagi? Mumpung Anda belum menceraikan saya, kayaknya saya bisa menikmati itu dulu. Sebelum nanti, kalau saya sudah melahirkan anak itu kan saya tidak bisa lagi merasakan service plus-plus dari Bapak Rio Ravindra."Masa bodolah Rio mau suka atau tidak suka yang penting Dini sudah membalasnya. Enak saj

  • Menjadi Istri Kedua Cinta Pertamaku   UNDANGAN

    "Iya Mama, tadi pagi juga aku yang mandiin Om Rio. Iya kan Suster Titi?""Iya, Kak Anggia."Sebenarnya yang salah itu telinga Dini atau memang dia masih ada di alam mimpikah?Diam-diam, Dini mencubit kecil punggung tangannya dan merasakan perihnya.Rasanya dia tidak mimpi. Jadi benar Rio menemani Anggia? Tapi Kenapa ini sulit diterima olehnya?Apalagi mengingat perlakuan Rio tadi malam. Wah, Dini yakin, pasti ada yang konslet dengan pikiran pria itu. Bahkan dia rela memberikan mainan-mainan mahal pada putrinya.Tapi ... kenapa Rio masih ada di rumah ini semalam? Lalu bagaimana nasib orang yang menghubunginya?Apa Rio berbohong pada Dini? Apa telepon itu palsu? Tapi kenapa dia harus berbohong? Iseng sekali bukan? Atau ... apa mungkin ini semua dilakukannya karena Rio merasa sangat bahagia setelah menyiksa Dini?Cuma semakin dipikirkan semakin pikiran Dini tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu. "Mama, Anggia nanti dapet kado apa dari Mama?"Dan sudahlah! Tidak perlu dipikirk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status