"Takdir macam apa ini?" Air mata Kanaya yang belum sempat mengering, kini kembali menetes menyusuri lekuk wajah cantiknya. Bibirnya terkatup rapat lantaran merasa kehabisan kata-kata. Seluruh syaraf di tubuh serasa membeku ketika mendengar Nyonya Emily kembali bersuara."Aku sengaja membiarkan cucuku yang membawamu pulang ke rumah dengan tujuan membuatnya sadar. Aku ingin dia bertanggung jawab atas perbuatan buruknya di masa lalu." Nyonya Emily kemudian mengangguk yakin.Cukup lama Kanaya tertegun. Jauh di lubuk hati gadis itu sedang memberontak ditandai dari pancaran matanya yang menyala."Tapi tidak seharusnya saya menjadi cucu Anda, Nyonya besar. Saya tidak ingin merusak rumah tangga orang lain,” sanggahnya tidak setuju. Bagi Kanaya, kegagalan masa lalu akan menjadi pelajaran berharga dan dia harus lebih berhati-hati setiap kali mengambil keputusan. Namun, Emily tampak tersenyum kecil lalu menggeleng tegas."Mulai detik ini, ganti semua sebutan yang kau tujukan padaku. Panggil a
"Ya! Saya ikhlas, Nyonya Besar." Kanaya meracau pasrah dengan suara sengau dan mata sembap. Baru beberapa menit lalu, Arkana Andromeda suami dadakannya itu mengatakan kalau dirinya orang asing yang mencoba menyusup masuk kamar dengan tujuan mencelakai ayahnya. Padahal, fisik Kanaya saja nyaris terluka saat menghadapi dengan perilaku aktif Julio. Susah payah Kanaya berdiri, mempertahankan bobot badan dengan tungkai melemah karena sekujur raganya terasa remuk redam. Nyonya Emily memandang sayu gadis itu."Kemarilah." Dua tangannya menangkup bahu dan mengajak Kanaya untuk duduk bersama di sofa sambil membetulkan pakaian yang dia kenakan. Akibat ulah brutal Arkana hingga benturan keras dalam kejadian tadi, beberapa kancing blus warna coral miliknya terlepas, menyebabkan penampilan Kanaya terlihat sangat kusut.Kanaya membiarkan perlakuan manis Emily. Hatinya sedikit menghangat walau tubuhnya masih menggigil hebat. Rasa
Setelah itu, Arkana melepas kasar leher Kanaya dan segera berlalu menyusul para asisten yang membopong sang ayah ke rumah sakit. Masih terdengar suara beratnya berkata lantang "Tunggu sampai aku pulang!" Sementara Kanaya nampaknya masih susah payah mengatur napas sambil meraba leher yang sakit akibat cekikan tangan Arkana. Di sela perjuangan meredam rasa sakit, dia mendengar suara angkuh yang muncul dari arah ranjang. Rupanya Shindy masih berada di sana."Kerja bagus!" ujarnya sambil bertepuk tangan ala pebisnis andal. Seringai puas memancar di wajahnya yang sengaja dia miringkan. "Ini baru permulaan, Gadis Pintar. Masih ada beberapa tantangan lagi yang wajib kau lewati agar membuktikan kehadiranmu di tengah keluarga kami, benar-benar tiada maksud tersembunyi." Shindy bangkit dari ranjang, berjalan mendekat, lalu berhenti tepat di depan Kanaya sambil melipat dua tangan di depan dada.Kanaya tertunduk dalam. Hatinya berkecamuk memikirkan ulah licik Shindy. Gadis itu bisa merasakan a
Bunyi alarm darurat membuat Arkana panik dan segera berlari memutar gagang pintu. Namun, pintunya terkunci dari dalam. Dia segera merogoh saku demi mencari kunci serep.Sementara beberapa menit sebelumnya di dalam kamar, Kanaya sangat terkejut melihat pergerakan limbung lelaki itu sambil menyebut namanya."Naya, oh, Naya! Aku mohon, Naya." Tak ayal, tubuhnya pun tersungkur ke lantai. "Paman Leo!" pekik Kanaya."Malik?! Jangan pergi, Malik. Kenapa kau tega meninggalkanku?" Julio kembali meracau, suaranya terdengar sendu dan menusuk jiwa. Sementara raga ringkih miliknya nampak menelungkup lemah.Kanaya bergerak cepat menuju meja dan meletakkan nampan yang susah payah dia pertahankan sejak tadi. Lalu bergerak mendekati Julio kemudian turun meraba pundak pundaknya. Akan tetapi, lelaki itu sigap menepis lantaran enggan disentuh."Paman kenapa? Naya sudah di sini dan berjanji akan menjagamu hingga pulih." bujuk Kanaya dengan air mata berlinang di pipi lalu mencoba membantunya untuk duduk.
Kembali ke Kanaya, gadis itu masih terjebak di ruang gelap. Mati lampu membuatnya tidak bisa bergerak leluasa. Ditambah suara-suara berisik di sekitar yang terdengar menakutkan memicu rasa ciut dihatinya."Selamat malam!" ucapnya memberanikan diri. Beberapa kali dia memberi salam yang sama sekali tidak mendapatkan jawaban."Apa ada orang?" panggilnya lagi dengan suara rendah, tetapi cukup jelas sebab suasana sangat hening.Melihat pintu tadi sudah tertutup, perasaan Kanaya bertambah resah. Kakinya seolah tertanam di bumi dan cukup lama dia tertahan di tempat hingga lampu kembali menyala. Kanaya tersentak. Sorot matanya menangkap sosok pria jangkung berambut gondrong sedang duduk di tepi ranjang. Matanya tajam memandang dinding. Sosok itu terkikik seram sambil memainkan janggutnya yang lebat."P-paman Julio?!" Kanaya menatap tidak percaya pada apa yang baru saja dia dilihat. Dalam bayangannya tentang seorang Julio Atmaja atau biasa disapa Paman Leo sangat berbeda dengan saat ini. Pria
Sementara itu di apartemen, Arkana terlihat sedang membujuk istri pertamanya yang merajuk berat. "Tenang, Bella. Kau tahu sendiri bagaimana karakter Nenek, kan?"Sejak memilih kabur dari ruang makan di rumah mereka tadi, istrinya itu terus saja uring-uringan."Aku tidak terima semua ini, Kanna!" jerit wanita itu histeris. Mengingat perlakuan Nenek Emily yang menghinanya di depan semua orang terlebih Kanaya, membuat harga diri wanita itu seperti diinjak-injak."Dia bahkan menghinaku di depan pembantu sok pintar dan cari muka itu!"Dengan kasar Bella mengempaskan tubuh di sofa. Wajahnya terlihat penuh air mata dan pandangannya tajam, pertanda menyimpan dendam besar. Arkana menghela napas berat lalu kembali menenangkan."Aku tahu itu. Bahkan Ibu, Paman Martin dan Bibi Elis juga tidak terima melihatmu diperlakukan demikian. Kita semua tidak menginginkannya, Sayang."Sejujurnya sudah dua tahun Arkana meni