Share

6. Alergi

Author: Alya Feliz
last update Huling Na-update: 2024-06-06 10:30:33

Sepanjang perjalanan, Ajeng dan Evan saling diam. Bukan berarti sebelumnya mereka terbiasa berbincang dengan akrab. Tidak. Hanya saja, aura di dalam mobil terasa dingin karena perkataan Evan tadi.

Ajeng berusaha untuk tidak menangis. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang berkaca-kaca. Lagi-lagi dia merasa seperti wanita murahan. Menurut saja ketika Evan menyentuhnya, sedangkan pria itu justru mengaku hanya sedang khilaf.

"Aku minta maaf," ucap Evan memecah keheningan.

Ajeng tidak menjawab. Dia buru-buru membuka pintu mobil agar bisa segera menemui Ella dan menanyakan apa maksud wanita itu memintanya untuk datang ke rumah.

"Ajeng, tunggu." Evan mencekal lengannya, tapi Ajeng tidak menoleh. "Aku...maaf, aku pria normal. Sudah lama Ella tidak..."

"Tidak usah dibahas lagi. Aku sadar diri kok, menikah dengan kamu karena apa," potongnya.

Tanpa menunggu balasan dari Evan, Ajeng pergi meninggalkan pria itu dan bergegas memasuki rumah Evan yang jauh lebih besar dari rumah yang dia tempati.

Setelah ini, Ajeng akan mencari tahu kenapa Ella memaksanya untuk menjadi istri kedua Evan. Tidak mungkin hanya karena penyakitnya. Ella terlihat sudah mempersiapkan semuanya secara matang. Pasti ada sesuatu yang membuat sahabatnya itu mengambil keputusan yang tidak masuk akal.

"Ajeng! Akhirnya kamu datang juga!" seru Ella dari kursi rodanya.

"Ella!" Ajeng setengah berlari ke arah Ella dan memeluk wanita itu dengan erat. Ia menjauhkan tubuhnya untuk melihat wajah Ella yang terlihat pucat meskipun bibirnya diolesi dengan lipstik.

"Kalian belum sarapan, kan? Yuk, sarapan dulu. Eh, kamu kok memakai baju kerja?" tanya Ella sambil menaikkan alis.

"Dia harus masuk kerja, atau orang-orang akan curiga," balas Evan yang sudah berdiri di belakang Ajeng.

"Curiga kenapa?"

Tubuh Ajeng langsung menegang. Tante Puspa, ibunya Ella yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri, tiba-tiba muncul di ruang tamu. Ajeng mendadak seperti maling yang kepergok.

"Kamu kenapa tegang begitu, Jeng?" tanya Tante Puspa.

Lidahnya langsung kelu. Diam-diam melirik Ella untuk meminta pertolongan. Entah kenapa Ajeng merasa sewaktu-waktu Tante Puspa bisa saja melabraknya karena diam-diam menikah dengan Evan.

"Kemarin Ajeng bolos kerja gara-gara nganter Ella ke rumah sakit waktu makan siang, Ma. Kalau sekarang dia nggak masuk lagi, tentu saja atasannya curiga." Untungnya Ella mau bekerja sama.

"Oh, kirain kamu diam-diam mengambil sesuatu dari kantor kamu atau gimana," kata Tante Puspa.

Rasanya Ajeng seperti tertampar dengan perkataan wanita seumuran ibunya itu. Padahal wanita itu pasti tidak sengaja, tapi Ajeng merasa tersindir. Lagi-lagi ia merasa seperti pencuri.

"Ayo sarapan. Kamu kenapa malah nungguin kami?" Evan membalikkan kursi roda Ella dan mulai mendorongnya.

"Eh, kok kalian bisa ke sini barengan? Kamu kenapa bisa semobil sama Ajeng? Habis dari mana memangnya?"

Kali ini Evan yang menegang. Sementara Ajeng menelan ludah. Kenapa mereka seperti pasangan selingkuh alih-alih pasangan suami istri? Bawaannya was-was terus.

"Ma, tadi Ella yang nyuruh Mas Evan untuk menjemput Ajeng. Kan Ella yang minta Ajeng ke sini. Ya dia harus dijemput dong," jawab Ella.

Ajeng hanya diam saja mengikuti mereka dari belakang. Ternyata menjadi istri simpanan itu tidak enak. Ajeng harus sewaktu-waktu menyiapkan mental jika ada yang menuduhnya pelakor. Dan ia benar-benar tidak siap jika tuduhan itu datang dari Tante Puspa.

Mereka menuju ke ruang makan sambil terus berceloteh, sedangkan Ajeng memilih untuk langsung duduk di kursi dalam diam begitu mereka sampai.

"Jeng, kenapa duduk di situ? Sini, sebelahnya Mas Evan." Perkataan Ella yang terdengar keras membuat seluruh mata menatap ke arahnya.

Tante Puspa mengernyitkan alis ketika Ajeng menurut dan duduk di sebelah kanan Evan, sementara Ella di sebelah kiri. Dalam hati ia mengutuk sahabatnya itu. Seharusnya jangan bersikap terlalu mencolok.

"Jeng, ambilkan Mas Evan nasi gorengnya, dong. Aku udah nggak bisa berdiri," kata Ella lagi.

Mau tak mau, Ajeng terpaksa menurut. Ingat, tujuannya menikah dengan Evan adalah untuk melayani pria itu sekaligus membayar hutang. Sabar, Ajeng.

Bukannya dia tidak sadar dengan tatapan elang milik Tante Puspa yang sejak tadi mengamati gerak-geriknya melayani Evan. Hanya saja, Ajeng berusaha menebalkan muka agar tidak terlihat mencurigakan.

Mereka akhirnya makan dalam diam. Ajeng sendiri heran kenapa di depan Ella sudah ada sepiring nasi goreng, sedangkan lainnya harus mengambil sendiri dari wadah khusus.

"Kamu kok kelihatannya terbiasa melayani Evan, Jeng?"

Uhuk! Uhuk!

Ajeng buru-buru meminum segelas air untuk meradakan batuknya. Pertanyaan Tante Puspa benar-benar di luar dugaan. Bagaimana dia harus menjawab pertanyaan itu?!

Tangannya mulai gemetar sekarang. Dia benar-benar takut ketahuan. Ajeng tahu betul bagaimana sikap Tante Puspa jika sedang marah.

"Mama ini kepo banget sih? Aku sama Mas Evan tuh sering double date sama Ajeng dan Dimas dulu. Ajeng itu sahabat aku, jadi ya udah biasa," sahut Ella.

Orang bodoh pun tidak akan percaya dengan perkataan Ella. Mana ada seorang istri yang melayani suami wanita lain?

Ajeng pura-pura kembali fokus pada nasi goreng di piringnya, sampai ia tidak sengaja melihat sepotong udang di balik gundukan nasi itu. Matanya langsung membelalak.

Refleks ia menoleh ke arah Evan yang lehernya mulai memerah. Tangannya menahan tangan Evan yang hendak menyuapkan sesendok nasi goreng. Membuat Tante Puspa lagi-lagi menatap interaksi mereka dengan kening berkerut.

"Jangan dimakan! Nasi gorengnya ada udangnya!" pekik Ajeng panik.

Tanpa sadar, Ajeng menolehkan wajah Evan dan meraba pipi pria itu. "Mas, wajahmu mulai bengkak! Obat kamu mana?"

Evan tidak menjawab. Pria itu mulai terlihat sesak nafas.

"Kita ke rumah sakit sekarang. Ayo!" Ajeng menarik tangan Evan dan menuntunnya menjauhi ruang makan.

Dia benar-benar panik sekarang. Evan memang alergi udang, dan sialnya Ajeng tidak tahu di mana Evan menyimpan obatnya. Dengan terburu-buru menuju ke mobil Evan, Ajeng memasukkan pria itu ke sisi penumpang sebelum berlari menuju ke sisi pengemudi.

"Tahan dulu ya. Aku akan mencari rumah sakit terdekat." Ajeng melajukan mobil dengan kencang, apalagi ketika Evan mulai terlihat lemas.

Untungnya ia cepat sampai di rumah sakit terdekat dan meminta tolong pada tim medis untuk segera membawa Evan ke IGD. Ajeng bahkan tidak sadar ketika ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.

Seseorang itu mulai mendekat, hingga akhirnya berdiri di depan Ajeng yang sedang duduk di kursi tunggu.

"Ajeng? Gimana kabar kamu?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 6

    H-1 sebelum pesta dilaksanakan di sebuah kapal pesiar mewah, Siska mengetuk pintu kamar Ajeng untuk menanyakan tentang kepastian acara besok. Dia lupa pesta diadakan jam berapa, karena betapa banyaknya pekerjaan di kantor yang harus dia selesaikan sebelum akhirnya naik ke kapal pesiar demi menghadiri pesta pernikahan sang sahabat."Jeng, kamu lagi sibuk nggak?" teriaknya setelah mengetuk pintu beberapa kali.Dia tadi melihat Evan bersama Dana sedang bercengkerama dengan bos besar dan nyonya besar Braun, jadi dia pikir Ajeng mungkin sedang berada di kamar untuk mempersiapkan segala sesuatu."Jeng?"Tidak ada jawaban. Dia mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci."Aku buka ya. Maaf kalau aku mengganggu," ucapnya sambil tersenyum. Tidak sabar untuk bergosip ria dengan Ajeng. "Besok pestanya jam bera...pa..."Siska langsung menganga dengan mata membelalak ketika melihat tubuh yang hanya dibalut dengan handuk di bagian bawah pinggul. Dia terengah kaget dan hal itu membuat sang pemilik

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 5

    Siska menatap mantan calon mertuanya tak percaya sekaligus geram. Padahal selama dia menjalin hubungan dengan Bayu, wanita itu begitu baik padanya. "Apa selama ini Tante hanya berpura-pura baik di depan saya? Kalau memang Bayu sudah bertunangan sejak kuliah, kenapa Tante menerima saya sebagai calon menantu?" tuntutnya.Ibu Bayu langsung gelagapan ketika Meliana mengerutkan kening, lalu menatap wanita itu curiga."Eh, ng-nggak kok Mel. Nggak usah percaya sama dia. Mama nggak kenal siapa dia. Bayu selalu setia sama kamu kok," kata ibu Bayu cepat-cepat.Hati Siska sakit sekali mendengarnya. Seandainya saja pernikahan itu sudah terlanjur terjadi, apakah dia akan ditindas oleh wanita itu? Dia jadi teringat dengan nasib Ajeng ketika menikah dengan Dimas. "Ck, ternyata memang bener ya. Orang jahat itu manipulatif dan pinter berpura-pura. Untung saya nggak jadi menikah sama Bayu. Nggak kebayang saya menjadi perempuan yang dibodohi oleh suami dan keluarganya."Siska beralih menatap Meliana.

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 4

    Siska terus menangis entah sudah berapa lama. Dadanya sesak sekali dan rasanya dia ingin menghilang dari dunia ini. Cintanya pada Bayu begitu besar. Dia sudah menyerahkan seluruh hatinya pada pria itu karena berpikir bahwa Bayu adalah belahan jiwanya."Kenapa pria yang terlihat baik dan setia seperti Bayu ternyata bajingan?" tanyanya setelah tangisnya reda, namun masih sesenggukan."Biasanya kan memang begitu," jawab Raka dengan santai.Siska langsung melotot pada pria yang telah bertahun-tahun menjadi rekan kerjanya menjadi orang kepercayaan Evan. Raka langsung mengangkat kedua tangannya."Biasanya memang begitu. Pria yang terlihat kalem dan nggak neko-neko tuh justru menyimpan banyak rahasia. Coba lihat Mr. Evan. Dia itu dingin, kelihatan nggak peduli sama perempuan. Eh tahu-tahu istrinya dua kan? Tapi kasusnya kan beda. Diam-diam dia bucin akut sama Ajeng."Siska menyeka air mata di wajahnya, tak peduli dengan make-up yang ikut luntur."Rasanya sakit banget, Ka. Kenapa aku nggak ja

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 3

    "Semua dokumen sudah lengkap?""Sudah, Mr.," jawab Siska dengan antusias. Jantungnya berdegup kencang karena sebentar lagi akan bertemu dengan tunangannya. Kesibukannya sebagai sekretaris CEO di perusahaan multinasional membuatnya begitu sibuk dan sering pulang malam, sehingga waktu untuk bertemu dengan tunangannya sangat sedikit."Semangat banget yang mau ketemu tunangan," goda Raka ketika mereka sampai di lobi perusahaan.Siska hanya tersenyum, namun debar dalam dadanya semakin kencang. Padahal mereka sebentar lagi menikah, tapi Siska merasa seperti baru saja jadian dengan sang tunangan.Mereka masuk ke dalam mobil dinas khusus CEO yang disediakan oleh perusahaan. Mobil mewah keluaran terbaru yang anti peluru, karena keselamatan Evan Braun sangatlah penting."Gimana liburannya di Malang, Pak?" tanya Raka membuka percakapan sambil fokus melihat jalanan di depannya."Menyenangkan. Istri saya pintar memilih tempat liburan yang bagus," jawab Evan sambil tersenyum.Siska yang duduk di s

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 2

    Dari sekian banyak orang yang mengenalnya, kenapa justru wanita itu yang datang menjenguknya? Bahkan orangtuanya sudah tidak peduli lagi, apalagi kekasihnya."Maaf ya baru bisa menjenguk kamu. Nih, aku bawain makanan kesukaan kamu," kata Ajeng sambil tersenyum."Kenapa?"Wanita itu mendongak. Gerakan tangannya meletakkan dua kotak makanan dan satu gelas minuman terhenti."Aku pengen bawain kamu makanan yang enak. Nggak aku kasih racun kok, udah diperiksa juga sama petugas," jawab Ajeng."Kenapa kamu mau repot-repot datang?" jelasnya.Ajeng menghela nafas panjang. Wanita itu terlihat lebih bercahaya dan tetap awet muda, persis seperti ketika dia pertama kali dikenalkan pada wanita itu oleh Ella dulu.Hanya Ajeng yang tidak pernah mengusiknya, meskipun tahu bahwa dia membawa pengaruh buruk pada sahabat wanita itu. Jadi ketika Ella ikut terjerumus ke dalam sekte sesat demi bisa menghancurkan Ajeng, Johan tidak mendukung Ella sama sekali.Baginya, Ajeng itu seperti kertas putih yang sayan

  • Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku    Extra Part 1

    "Kamu juga harus mati, Johan. Enak saja kamu masih hidup dengan tenang, sedangkan aku harus menjadi bulan-bulanan mereka."Johan membelalak ketika melihat Nadia mendekatinya dengan pakaian yang sama seperti terakhir kali dia melihat wanita itu. Rambut panjang Nadia acak-acakan. Perut wanita itu berlubang dan mengeluarkan banyak darah. Lalu di tangan kanan wanita itu....Janin merah yang tiba-tiba saja melihat ke arahnya dengan mata melotot. Bibir janin itu tertarik membentuk senyuman dengan gigi-gigi runcing yang terlihat tajam."Ayah."Johan menjerit ketakutan. Dia langsung berlari dengan sekuat tenaga. Nadia sudah mati, dia yakin itu. Dia sendiri yang mengatakan pada Ansel di mana keberadaan Nadia sebelum kabur ke Australia. Belum jauh dia berlari, kakinya tersandung. Membuatnya jatuh dengan keras. Dua orang berjubah hitam dan bertudung menarik tangannya dan memaksanya untuk berdiri. "Nggak! Nggak lepasin aku! Aku udah bukan bagian dari kalian lagi!""Siapapun yang menjadi pengkhi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status