Home / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

Share

Bab 2 : Perpisahan yang Membekas

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2025-01-24 16:54:19

Daniel Alexander Williams, pria berusia 30 tahun dengan aura kharismatik yang sulit diabaikan menatap pelayan bar itu dengan santai, seolah-olah kekacauan yang baru saja terjadi bukanlah masalah besar. Pria yang memiliki wajah tegas dengan rahang kuat, dan mata gelap yang selalu sulit ditebak, segera merogoh dompet kulit hitam dari sakunya, lalu menarik beberapa lembar uang tunai. Tanpa tergesa, ia menyerahkannya kepada pelayan. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan mengganti kerugiannya.”

Pelayan itu terlihat ragu, tapi akhirnya menerima uang tersebut. “Terima kasih, Tuan.” Ia membungkuk sedikit, kemudian pergi.

Sementara itu, Sophia berdiri terpaku. Tubuhnya ramping dengan gaun merah yang membungkusnya sempurna, menonjolkan kulitnya yang sehalus porselen. Matanya, yang biasanya lembut seperti cokelat hangat, kini menatap Daniel dengan sorot terluka. Jantungnya masih berdetak kencang, bukan karena kejadian barusan, tetapi karena intensitas Daniel yang selalu membuatnya sulit bernapas. Namun, sebelum ia sempat berkata apa-apa, tangan Daniel sudah melingkari pergelangan tangannya.

“Daniel, apa yang kamu lakukan?”

“Kita pergi dari sini.” Nada suara Daniel tidak memberi ruang untuk penolakan.

Ia menarik Sophia keluar dari bar, melewati kerumunan yang kembali sibuk dengan urusannya masing-masing. Sepatu hak tinggi Sophia mengetuk lantai kayu, melawan tarikannya, tetapi ia tahu itu sia-sia. Daniel tidak pernah membiarkan siapa pun menentangnya.

Begitu mereka tiba di luar, angin malam yang dingin menerpa wajah mereka. Sophia menggigil sedikit, tetapi ia terlalu marah untuk memedulikannya. “Lepaskan, Daniel!” serunya, mencoba menarik tangannya.

Daniel berhenti melangkah, tetapi tidak melepaskannya. Ia berbalik, menatap Sophia dengan mata gelap yang kini terlihat dingin dan tajam. “Kenapa? Apa kamu takut aku akan melakukan sesuatu?”

Sophia mendongak, menatap langsung mata pria itu. “Apa lagi yang kamu mau dariku, Daniel? Aku sudah cukup lelah dengan ini semua. Lepaskan aku!”

Daniel tertawa getir mendengar itu. “Lelah?” Suaranya tajam seperti belati.

Sophia memejamkan matanya sejenak, mengingat kembali lima tahun terakhir. Bagaimana ia jatuh cinta pada pria yang dulu terlihat begitu menjanjikan—pria dengan senyum menawan yang bisa membuat siapa pun lupa akan dunia. Tetapi semakin lama ia bersama Daniel, semakin ia menyadari bahwa cinta itu seperti penjara. Pria itu selalu dingin, tidak pernah benar-benar mencintainya dengan tulus.

“Tolong biarkan aku pergi, Daniel. Aku bukan boneka yang bisa kamu mainkan sesukamu. Aku lelah … lelah selalu menuruti semua tuntutanmu, lelah menghadapi sikap dinginmu yang tidak pernah berubah.”

“Jadi, kamu ingin memutuskan hubungan denganku hanya karena aku tidak memenuhi harapanmu?”

“Bukan karena itu. Aku ingin memutuskan hubungan ini karena aku sadar aku pantas mendapatkan yang lebih baik. Kamu tidak pernah menghargai apa pun yang aku lakukan, Daniel. Jadi, lebih baik kita akhiri semua ini.”

Daniel menatapnya lama, sebelum ia berkata, “Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan. Tapi ingat, Sophia, jika suatu saat kamu kembali menemuiku, aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi.”

Mencoba menahan rasa sakit yang menghujam hatinya. Sophia tahu ini akan sulit, tetapi ia harus melakukannya. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan menemuimu lagi, Daniel. Tidak kali ini.”

Sophia berbalik untuk pergi, tetapi sebelum melangkah lebih jauh, ia berhenti. Tanpa menoleh, ia berkata, “Apa kamu tidak akan menahanku?”

Daniel tersenyum, tetapi senyum itu lebih dingin dari angin malam. “Untuk apa aku menahanmu? Aku tahu kamu tidak akan pernah bisa hidup tanpaku.”

Ucapan itu menusuk Sophia, tetapi kali ini, ia tidak membiarkan dirinya jatuh. Ia memutar tubuhnya lagi menghadap Daniel, mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. “Aku yang tidak bisa hidup tanpamu, atau kau yang tidak bisa hidup tanpaku?”

Daniel terdiam sesaat. Ia hanya menatap Sophia nanar. “Kita lihat saja nanti.”

Sophia menelan ludah, menahan rasa sakit di dadanya. “Baiklah, kita lihat saja nanti. Selamat tinggal, Daniel.”

Dengan langkah tegap, ia berjalan menuju taksi yang menunggunya di pinggir jalan.

Sementara Daniel tetap berdiri membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menatap ke arah taksi yang perlahan menghilang. Namun, di balik ekspresinya yang dingin, ada sesuatu yang bergemuruh di dalam dirinya—sesuatu yang tidak pernah ia akui bahkan kepada dirinya sendiri.

***

Langkah kaki Sophia terdengar berat saat ia memasuki rumah. Kunci pintu yang diputar dengan hati-hati seolah berusaha menyembunyikan kepulangannya. Namun, tidak cukup untuk menghindari tatapan kedua orang tuanya yang duduk di sofa ruang tamu. Lampu ruang tengah yang terang memperlihatkan raut serius Robert dan Rose, yang langsung mengalihkan perhatian dari koran dan televisi saat putri mereka muncul.

“Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang,” tanya Robert dengan tegas, khas seorang ayah yang tak mentolerir kesalahan.

Sophia terdiam sejenak, menggantungkan tas di gantungan dekat pintu. Napasnya masih terasa berat setelah perjalanan pulang.

“Jangan bilang kamu menemui lelaki itu lagi,” selidik Robert, kali ini dengan nada lebih tajam.

Sophia mengangkat wajahnya, menatap langsung ayahnya. “Iya, Ayah benar. Aku memang menemui dia.”

Mendengar itu, Robert menghempaskan koran yang dipegangnya ke meja. Bunyi keras koran menghantam permukaan kayu membuat ruangan terasa lebih sunyi. “Sudah berapa kali ayah katakan? Kamu tidak boleh menemui lelaki itu! Dia tidak baik untukmu, Sophia!”

“Tenang saja, Ayah,” jawab Sophia dengan napas berat. Matanya terlihat lelah, tetapi bibirnya melengkungkan senyum getir. “Ini terakhir kalinya aku menemui dia.”

“Apa maksudmu, Sophia?” Kali ini Rose yang berbicara.

Sophia tersenyum, tetapi senyumnya tidak mampu menyembunyikan luka yang mengendap di dalam hatinya. “Aku dan dia sudah berakhir.”

Mendengar itu, Robert menghela napas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa, lalu mengangguk puas. “Hm, baguslah. Akhirnya putriku sadar juga. Lelaki miskin seperti dia memang tidak pantas untukmu.”

Rose ikut menimpali, “Iya, ayahmu benar. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik.”

Namun, di balik wajah Sophia, sesuatu terlihat retak. Ia mengalihkan pandangannya sejenak, memandangi lantai rumah yang terasa lebih dingin dari biasanya.

“Jadi, bagaimana dengan perjodohan yang sudah ayah tawarkan untukmu, Sophia?” Robert berkata lagi ketika melihat anaknya terdiam.

Pertanyaan itu menghentikan napas Sophia. Ia mendongak, menatap ayahnya dengan mata lebar. Jantungnya berdegup kencang, seperti baru saja dihantam badai.

“Ayah bercanda, ‘kan?”

Robert menggeleng, matanya menatap putrinya dengan serius. “Ayah tidak bercanda. Calon pasanganmu sudah dipilih, dan dia jauh lebih baik daripada lelaki yang baru saja kamu tinggalkan.”

“Siapa?” Sophia bertanya dengan tajam.

Robert tersenyum, senyum kemenangan yang membuat Sophia merasa seperti pion dalam permainan catur. “Kamu akan tahu besok.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 3 : Pertemuan Tak Terduga

    Cermin besar di sudut kamar memantulkan bayangan Sophia yang tengah bersiap. Jemari rampingnya dengan cermat mengancingkan perhiasan sederhana di lehernya—sebuah kalung perak kecil dengan liontin berbentuk bunga yang pernah diberikan almarhum neneknya. Gaun satin biru langit yang ia kenakan pas di tubuh, mengalir anggun hingga menutupi lutut. Rambut hitam yang biasanya tergerai, kali ini digulung ke atas dengan beberapa helaian dibiarkan jatuh.Namun, matanya yang cokelat gelap menyiratkan kegelisahan. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Di seberang kamar, Rose berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengamati putrinya yang tengah berdandan. “Kamu terlihat cantik, Sophia.” Sophia hanya mengangguk. “Apakah aku harus bertemu dengannya sekarang?” Rose menghela napas. “Ini untuk masa depanmu, Sophia.” Robert muncul di ambang pintu, mengenakan setelan jas hitam yang tidak terlalu sering ia pakai. “Waktunya berangkat,” katanya tegas. “Jangan membuat keluarga in

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

    Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.Daniel.Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.Daniel menghentikan langkahnya tepat di teng

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

    “Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang. Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya. “Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya. Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia. Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuanny

    Last Updated : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

    Last Updated : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 8 : Keinginan Terlarang Sophia

    Selepas kepergian Jane, Daniel tetap berdiri di tempatnya, menatap Sophia tanpa berkedip. Pandangannya begitu tajam, seolah mencoba menembus setiap lapisan pertahanan yang mungkin masih tersisa dalam diri wanita itu. Sophia yang biasanya selalu anggun dan berkelas, kini tampak begitu rapuh. Rambutnya tergerai berantakan, sebagian jatuh menutupi wajahnya yang pucat. Napasnya terdengar pelan, nyaris tak beraturan, sementara tangannya yang lemah masih mencengkeram gelas kosong di depannya. Aroma alkohol bercampur dengan parfumnya yang khas menyeruak ke udara, membuat Daniel mengerutkan kening. Baru kali ini ia melihat Sophia sepuruk ini. Lima tahun mereka bersama, dan tak sekalipun ia melihatnya kehilangan kendali seperti ini. Sophia selalu menjadi wanita yang kuat, yang selalu tersenyum meskipun hatinya terluka, yang selalu bangkit meskipun ia jatuh berkali-kali. Tapi malam ini, wanita itu tampak seperti seseorang yang telah kehilangan segalanya. Daniel menghela napas panjang, l

    Last Updated : 2025-02-12
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 9 : Badai Baru Saja Dimulai

    Udara malam ini terasa begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Namun, anehnya, butiran keringat seukuran biji jagung terus bermunculan di dahi Daniel, mengalir perlahan di sepanjang pelipisnya. Sejak tadi, ia menahan tubuhnya di atas wanita yang terbaring di bawahnya, matanya dipenuhi kilatan hasrat yang sulit dijelaskan. Jemarinya menjelajah dengan lembut, seolah ingin menghafal setiap lekuk yang telah begitu familiar baginya. Sophia selalu memiliki cara untuk membuatnya tenggelam, terperangkap dalam cinta yang tak berujung. Daniel telah bertemu banyak wanita—wajah-wajah cantik yang datang dan pergi dalam hidupnya—namun tidak ada satu pun yang mampu mengikatnya seperti Sophia. Ada sesuatu dalam diri wanita itu, sesuatu yang tak bisa ia temukan pada siapa pun. Bukan sekadar kecantikan atau kelembutan, tapi sebuah daya tarik yang membuatnya tak bisa berpaling, tak peduli seberapa jauh ia mencoba melangkah. Napasnya memburu, terengah-engah seiring dengan bahunya yang naik turun, m

    Last Updated : 2025-02-12
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 10 : Kepingan Ingatan

    “Auh ….” Sophia mengerjapkan matanya yang terasa berat. Kepalanya berdenyut hebat, seolah-olah ribuan palu godam sedang menghantam tengkoraknya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya yang berdenyut, berharap rasa sakit itu segera mereda. Pandangan matanya masih buram saat ia mencoba menyapu ruangan di sekitarnya. Tempat ini asing—bukan kamarnya, bukan juga rumahnya. Langit-langit yang berbeda, aroma ruangan yang tidak familiar, serta kesunyian yang begitu menusuk membuat jantungnya mulai berdegup lebih cepat. “Aku di mana?” Pertanyaan itu bergema di kepalanya, memicu ketegangan yang merayap perlahan ke seluruh tubuh. Ia mengedarkan pandangan, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Namun, sebelum pikirannya sempat bekerja, sesuatu yang lebih mengejutkan membuat tubuhnya membeku. Selimut putih yang melingkupinya melorot sedikit, dan saat ia melihat ke bawah—astaga! Darahnya seolah berhenti mengalir. Napasnya tercekat. Ia ti

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 98 : Kehilangan

    Suara jeritan Sophia menggema di seluruh lorong mansion Williams, Daniel yang mendengar itu langsung berlari secepat mungkin ke arah sumber suara. "Sophia!" Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah menimpa wanita itu. Saat ia tiba di tangga besar mansion, napasnya tertahan. Sophia tergeletak di anak tangga, tubuhnya setengah terduduk dengan tangan bertumpu pada salah satu undakan. Pakaiannya kusut, dan yang lebih mengejutkan—darah segar mengalir dari kakinya, sampai membentuk genangan merah di lantai marmer. Daniel berlari menuruni tangga. "Sophia!" Ia segera berjongkok di hadapan wanita itu, tangannya refleks menyentuh perut Sophia. Sophia mengangkat wajahnya yang pucat, matanya berkabut menahan sakit. "Daniel …" suaranya lemah, hampir tidak terdengar. Daniel melihat tangan Sophia juga berlumuran darah. "Apa yang terjadi?!" Sophia membuka mulut, seolah ingin menjawab, tapi sebelum satu kata pun keluar, kepalanya terkulai ke sa

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 97 : Alibi Sophia

    Flash Back. Anne berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, napasnya tertahan saat mendengar percakapan di dalam ruangan. Matanya menyipit tajam, memperhatikan setiap gerakan Sophia dan Daniel. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang aneh dengan kedekatan mereka. Tatapan penuh perhatian, sentuhan yang terlalu akrab—semuanya terasa lebih dari sekadar hubungan biasa. Dan kini, bukti itu ada di depan matanya. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dari saku. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan membidik kamera ke arah Daniel yang tengah mengelus perut Sophia, wajahnya dipenuhi kelembutan. Klik. Satu foto berhasil ia abadikan. Anne menahan senyumnya. Ini akan sangat menarik. Tanpa ragu, ia mengetik pesan singkat di ponselnya sebelum mengunggah foto tersebut. "Kau harus melihat ini. Aku rasa kau akan sangat menyukainya." Tombol kirim ditekan, dan dalam hitungan detik, pesan itu terkirim ke Laura. Anne menatap layar ponselnya dengan penuh kepuasan. Ia tahu betul bagaimana L

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 96 : Janji yang Terucap dalam Diam

    Ruangan kerja Daniel yang berada di mansion Williams terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya lampu temaram menambah suasana nyaman di dalamnya. Di atas meja kerja, beberapa dokumen tersusun rapi, menunjukkan kesibukan Daniel akhir-akhir ini. Namun, saat ini, perhatiannya hanya terfokus pada satu hal—wanita yang tengah duduk di sofa, yang kini menjadi pusat dunianya. Sophia duduk dengan santai, tubuhnya sedikit bersandar ke belakang, satu tangannya mengelus lembut perutnya yang semakin membesar. Ada cahaya keibuan di wajahnya, sesuatu yang membuat Daniel tak bisa mengalihkan pandangan. Dengan langkah tenang, Daniel mendekat sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia duduk di samping Sophia, menatapnya sejenak sebelum akhirnya menyerahkan benda itu. "Aku membeli ini untuk anak kita," katanya sambil menunjukkan sepasang sepatu bayi mungil berwarna pink. "Tapi aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya." Mata Sophia melembut, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menerima sepatu itu den

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 95 : Tidak Asing

    Benturan keras masih terasa di tubuh Daniel, napasnya sedikit tersengal saat kesadarannya perlahan pulih. Suara klakson mobil lain terdengar samar, diiringi teriakan beberapa orang yang bergegas mendekat ke arah mobilnya. Mobil yang menabraknya telah melaju pergi begitu saja, meninggalkan bekas tabrakan di bagian samping mobil Daniel. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, saat itu juga ketukan terdengar di jendela kaca mobilnya. Tok, tok, tok. "Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar khawatir dari balik kaca. Daniel mengerjapkan mata, masih sedikit pusing, lalu menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela. Udara malam yang dingin langsung menyapa wajahnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang sedikit serak. "Terima kasih." Pria yang mengetuk kaca tadi menghela napas lega. "Syukurlah. Saya melihat mobil itu menabrak Anda lalu kabur begitu saja. Haruskah saya menelepon polisi?" Daniel menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa mengur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 94 : Kesepakatan yang Menguntungkan

    "Terima kasih atas kerja sama Anda, Mr. Lancaster," ujar Daniel sambil menjabat tangan pria di hadapannya. Mr. Edward Lancaster, seorang investor ternama yang memiliki jaringan luas di sektor properti dan pembangunan, mengangguk dengan ekspresi puas. "Kau memiliki visi yang kuat, Mr. Williams. Aku suka cara berpikirmu," ujarnya. Saat ini, Daniel sedang berada di ruang pertemuan eksklusif di lantai tertinggi sebuah hotel bintang lima, menemui klien penting untuk mengamankan investasi di proyek lahan perbukitan barat. Kawasan itu telah lama menjadi target pengembangan, tetapi hanya sedikit investor yang berani mengambil risiko karena akses dan infrastruktur yang masih terbatas. Namun, Daniel bukan pria yang mudah menyerah. Sejak awal presentasi, ia telah menyiapkan setiap data dengan matang—rencana pembangunan, prospek keuntungan jangka panjang, hingga strategi pengembangan akses jalan yang akan meningkatkan nilai lahan tersebut secara signifikan. Salah satu poin utama yang berha

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 93 : Godaan yang Tak Diinginkan

    Daniel menghembuskan napas panjang saat langkahnya sampai di depan pintu apartemen. Hari ini begitu melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya yang terus dipenuhi oleh sosok Sophia. Ada banyak hal yang harus ia pikirkan, tetapi semua terasa begitu buntu. Dengan sedikit enggan, ia merogoh kunci dari saku celananya, memasukkannya ke dalam lubang kunci, lalu memutar kenop pintu. Begitu pintu terbuka, pemandangan yang sudah berkali-kali ia lihat kembali menyambutnya. Laura berdiri di ambang kamar, bersandar di dinding dengan pakaian minim yang jelas dirancang untuk menggoda. Sebuah lingerie sutra berwarna merah melekat di tubuhnya, memperlihatkan kulitnya yang mulus. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, beberapa helai jatuh ke bahunya dengan cara yang tampak natural, seolah tanpa usaha. Seharusnya pemandangan itu bisa menggoda siapa pun—tapi tidak bagi Daniel. "Welcome home, darling," suara Laura terdengar lembut, mengandung nada genit yang sudah sangat familiar di

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 92 : Luka Lain

    Anne berdiri di ujung lorong, matanya menyipit penuh tanda tanya saat menatap ke arah ruang tengah. Di sana, Sophia duduk dengan tenang di atas sofa, jemarinya membalik lembar demi lembar majalah yang ada di pangkuannya. Tidak ada tanda-tanda kelemahan, tidak ada wajah pucat, tidak ada keluhan sakit. Seharusnya, Sophia sudah merasakan efeknya. Seharusnya, wanita itu sekarang sedang terbaring lemas, atau setidaknya menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Tapi nyatanya, dia masih baik-baik saja—seolah tidak terjadi apa pun. Anne menggigit bibirnya, pikirannya berputar cepat. Apa yang salah? Ia yakin benar telah memasukkan obat itu ke dalam susu Sophia. Maid yang bertugas mengantarkan susu itu juga tidak mencurigakan. Jadi kenapa Sophia masih sehat-sehat saja? Perasaan gelisah mulai merayapi dirinya. Jika rencananya gagal, maka artinya ia harus lebih berhati-hati. Tidak boleh ada yang tahu tentang ini. Terutama Laura. Wanita itu pasti akan sangat kecewa jika tahu bahwa upaya mereka t

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 91 : Ketakutan yang Terlambat Disadari

    Sophia menatap lelaki di hadapannya, mengenakan jaket hitam pekat yang membingkai tubuh tegapnya dengan sempurna. Wajahnya terlihat begitu tampan di bawah cahaya rembulan, sorot matanya tajam dan menenangkan. Meski sudah berumur tiga puluh tahun, pria itu tetap memiliki daya tarik luar biasa. Ketegasan di rahangnya, tatapan matanya yang dalam, dan caranya berdiri dengan percaya diri seakan menunjukkan bahwa ia adalah seseorang yang tidak mudah digoyahkan. Saat melihatnya, rasa takut yang tadi membekapnya perlahan mulai mereda. Tubuhnya yang gemetar sedikit demi sedikit merasa lebih tenang, seolah pria di depannya adalah perlindungan yang selama ini ia cari. Tanpa berpikir panjang, Sophia langsung memeluk lelaki itu dengan erat. "Daniel ..." bisiknya lemah, suara gemetar di antara napasnya yang masih tersengal. Daniel terkejut sejenak, tetapi tangannya segera membalas pelukan itu, menahan tubuh Sophia yang sedikit limbung. Ia bisa merasakan betapa dingin tubuh wanita itu, betapa

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 90 : Rahasia yang Berbahaya

    Sophia merasakan bulu kuduknya berdiri saat melihat wajah pucat Andrew. Pria itu jelas ketakutan. Siapa orang-orang yang ia maksud? Tiba-tiba, pintu bar terbuka kembali, dan seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian serba hitam melangkah masuk. Namun, yang membuat jantung Sophia berdetak lebih kencang bukan hanya posturnya yang mengintimidasi—melainkan topeng hitam yang menutupi separuh wajahnya. Pria itu melangkah mendekat dengan tatapan tajam. Sophia bisa merasakan aura mengancam yang menyelimuti ruangan, membuatnya secara refleks mundur selangkah. Andrew menggertakkan giginya. Ia menoleh pada Sophia dengan ekspresi serius. "Aku bilang pergi dari sini sekarang!" bisiknya tajam. Tapi Sophia tetap diam di tempatnya, hatinya berdebar kencang. Jika ia pergi sekarang, bisa saja Andrew tidak akan pernah mau bicara lagi. Ini mungkin satu-satunya kesempatan untuk mengetahui siapa dalang di balik kecelakaan ayahnya. "Siapa dia?" bisik Sophia, matanya tetap mengawasi pria bertopeng y

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status