Bab 3 : Resign
“Eh Ayu, lo dari mana aja? Pekerjaan lo jadi gue yang handle ini,” Anandita masuk ke ruangan sambil mengomel.
Anandita baru saja keluar dari ruang rapat. Ia yang menggantikan Ayu sebagai notulen. Hanya Ayu tidak mengikuti rapat karena terlambat datang.
Ayu mengelus dadanya ia terkejut dengan kedatangan Dita yang tiba-tiba.“Tenang aja Dit, mulai besok dan seterusnya lo bakalan gak ngehandle kerjaan gue lagi,” jawab Ayu santai.
Anandita ini dari dulu selalu saja hitung-hitungan masalah pekerjaan. Gak pernah ikhlas membantu pekerjaan temannya. Anandita berlalu begitu saja meninggalkan meja Ayu dan berjalan ke mejanya.
Mendengar jawaban ambigu dari Ayu, teman-temannya yang baru saja tiba di ruangan langsung menghampiri meja Ayu. Sama seperti Anandita mereka juga baru keluar dari ruang rapat. Mereka curiga karena Ayu akan langsung minta maaf jika memang salah. Sebentar lagi mereka pasti akan berbicara secara bersamaan.
“Maksud lo apa Yu?”
Nah, benar kan. Zuzu, Eli, Lia, dan Tuti kompak bertanya pada Ayu. Sebelum memberikan jawaban kepada keempat temannya Ayu menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan.
“Gue resign,” ucapnya santai seperti tanpa beban.
“Kau serius?! Jangan bercanda,” tanya dan ucap Roma yang baru saja masuk ke ruangan itu.
Setelah rapat selesai Roma langsung ke ruangan atasannya. Ada berkas yang harus ditanda tangani atasannya karena itulah ia belakangan masuk ke ruang kerja. Ia terkejut dan tak percaya atas ucapan Ayu yang tiba-tiba. Begitu juga dengan teman lain yang satu ruangan dengannya.
“Iya, gue serius. Tampang gue apa gak kelihatan serius?"
Mereka lalu menatap Ayu untuk meminta penjelasan kenapa tiba-tiba Ayu resign. Karena mereka tahu Ayu salah satu karyawan berprestasi. Tidak mungkin ia begitu saja resign tanpa ada alasan.
“Nanti gue ceritain, ini masih jam kantor. Ntar bos kita marah karena anak buahnya hanya bergosip dan makan gaji buta,” ucap Ayu.
Teman-temannya pun kembali ke meja mereka masing-masing melanjutkan pekerjaan. Kalaupun Ayu tak ingin bercerita saat ini karena masih jam kantor nanti sepulang kerja mereka bisa pergi ke kost Ayu untuk mendengar alasan sebenarnya kenapa Ayu resign. Pasti ada yang disembunyikan Ayu pikir mereka.
Ayu mencari sesuatu di bawah mejanya, sepertinya ia ingat menyimpan kotak di bawah mejanya. Rencananya kotak itu akan ia gunakan untuk tempat barang-barang pribadinya. Setelah mencari, ternyata kotak itu sudah tak ada di bawah meja. Mungkin salah satu OB telah membersihkan dan mengambil kotak itu dari bawah meja.
“Lo punya kotak gak, Rom?” tanyanya pada Roma yang masih terlihat bengong. Roma masih tak percaya jika Ayu resign hari ini.
Roma adalah teman dekat Ayu yang berasal dari Gunung Sitoli, Nias. Meski sudah lima tahun tinggal dan bekerja di Ibukota logatnya masih kental khas kota Medan.
“Hello,” ucap Ayu sambil menggerakkan tangan di wajah Roma. Seketika Roma terkesiap.
“Apa kau bilang?” tanyannya karena ia tak mendengar ucapan Ayu.
“Kotak, lo punya gak?” tanya Ayu dengan nyaring.
Suaranya hampir memenuhi ruangan, beruntung ruangan mereka kedap suara jadi tidak ada yang mendengar teriakan Ayu dari luar. Teman Ayu yang sedang berkutat dengan komputer sontak melihat ke arahnya, kemudian mereka geleng kepala dan kembali lagi bekerja. Pemandangan seperti sudah biasa mereka lihat. Roma yang berasal dari Medan seharusnya suaranya yang lebih kuat, tapi nyatanya suara Ayu yang lebih kuat dari Roma.
“Nih.” Roma menyodorkan sebuah kotak pada Ayu.
Kotak yang sudah diterima dengan segera Ayu masukkan barang-barang pribadinya. Tidak begitu banyak hanya setengah isi kotak. Karen kotak yang diberikan Roma lumayan besar berukuran 20x30x10 cm.
Bunyi ponsel serentak di ruangan itu. Mereka hampir bersamaan membuka ponsel dan seketika mereka mata mereka terbuka lebar dengan mulut menganga. Mereka tak percaya dengan isi pesan yang mereka terima.
“Benaran batal?” tanya Eli seakan tak percaya dengan pesan yang ia baca.
Entah sama siapa ia bertanya karena pandangannya masih fokus pada layar ponsel. Ia sampai mengulang membaca pesan itu untuk memastikan penglihatannya tidak salah.
“Batal lagi?” tanya Lia lebih pada dirinya sendiri.
Bukan rahasia umum lagi jika sebelumnya anak bos di perusahaan ini pernah batal menikah. Samudera Narendra adalah anak bos pemilik perusahaan tempat Ayu bekerja. Jika pernikahan kali ini batal berarti sudah dua kali anak bosnya itu batal menikah.
“Ada apa sih?” tanya Ayu karena hanya dia yang tidak memegang ponsel, ia masih sibuk membenahi meja kerjanya. Karena ia tak ingin saat resign meja kerjanya berantakan.
“Jadi, lo belum baca pesan, Yu. Coba lo cek ponsel dan buka chat grup W* perusahaan. Pernikahan anak pemilik perusahaan ini batal.” Ayu menggelenng. “Ck! Kebangetan ya, selalu saja ketinggalan gosip terkini,” kata Zuzu dengan kesal.
Teman seruangannya ini selalu menjadi wartawan sejati dan selalu update dengan info-info perusahaan. Bukan itu saja, gosip para artis pun ia tahu baik artis luar negeri maupun dalam negeri. Ia memang ahlinya.
“Batal kenapa emang? Sebentar, apa hanya gue seorang yang belum tau tentang ini?” tanya Ayu. Daripada mengambil ponsel lebih baik ia bertanya langsung, lebih simpel.
“Makanya lo buka dulu ponsel agar lo tau kalau bos kita batal nikah. Bos kita batal nikah gegara pengantin wanitanya hilang. Lah gimana mau nikah, jika pengantin wanita gak ada. Si bos mau nikah ama siapa coba?” terang Eli.
Akhirnya ia pun mengambil ponsel dari dalam saku roknya dan membuka pesan dari aplikasi yang berwarna hijau. Ia ingin memastikan kebenaran berita yang diucapkan teman-temannya. Keningnya mengkerut alis seolah ingin menyatu saat membaca pesan di ponselnya.
Tidak mungkin, doa yang gue ucapkan tadi pagi benar-benar dikabulkan Tuhan. Ucapnya dalam hati.
Bab 3.“Aku butuh penjelasan dari kau,” ucap Roma pada Ayu.Mereka kini berada di rooftop gedung kantor. Tempat ini biasa menjadi tempat favorit para karyawan dan jika penat karyawan lelaki akan merokok di tempat ini. Dari atap ini kita dapat melihat gedung-gedung tinggi pecakar langit dan hiruk pikuk kota Jakarta.“Penjelasan apa?” tanya Ayu bingung.“Kenapa kau tiba-tiba resign?”Roma tidak sabar menuggu sampai pulang kantor ia ingin segera menuntaskan rasa penasaran dalam dada. Walau masih jam kantor ia menyeret Ayu dengan paksa menuju rooftop dan tak peduli jika nanti atasan mengetahui perbuatannya. Nantilah dipikirkan alasan jika sudah menghadap atasan. Dengan langkah terseret ak
Sementara itu di tempat lain, seorang gadis meringkuk dengan tangan dan kaki terikat. Mulutnya ditutup dengan lakban. Gadis itu masih mengenakan pakaian pengantin. Perlahan ia membuka mata dan melihat sekeliling ruangan itu yang tampak asing baginya. Samar-samar ia mendengar seseorang sedang berbicara. “Dia baik-baik saja, Tuan.” “Dimana aku?” tanya Calantha pada dirinya sendiri. Gadis itu adalah Calantha Mariama. Seharusnya ia sekarang sudah berbulan madu bersama dengan suaminya. Melihat keadaannya yang sedang terikat, jangankan bulan madu menikah saja mungkin ia tidak jadi. Pria itu melihat ke tempat tidur. “Dia sudah siuman. Sekitar lima menit yang lalu, Tuan,” kata pria itu. Pandangannya masih tetap terarah pada Calantha. “Baik, saya akan pastikan dia baik-baik saja." "....." "Bagaimana dengan ikatannya, Tuan?" "....." "Baik, saya akan melepaskannya dan menyuruh pelayan wanita untuk membantu membersihkan tubunya." "...." "Siap, Tuan!" Pria berkepala plontos itu pun men
Lima tahun kemudian. "Sampai kapan lo seperti ini?" ucap asistennya pada Rendra. Asisten Rendra bernama Dito Wijaya dan juga sebagai sahabat. Mereka sudah biasa menggunakan bahasa informal baik di kantor maupun dalam keseharian. Hanya bertemu dengan kolega bisnis mereka berbicara formal. Itu dulu, sebelum semuanya terenggut. Karena selama kejadian itu hanya Dito yang selalu bertemu dengan kolega bisnis, Rendra belum mau bertemu dengan siapapun. Sudah lima tahun berlalu, tapi Rendra belum menemukan keberadaan Calantha~ kekasihnya. Ia juga sudah mencari ke berbagai tempat dan penjuru dunia bahkan sudah memasang iklan. Namun, pencariannya nihil tak ada yang dapat menemukan Calantha. Detektif yang ia sewa pun menyerah karena sampai saat ini mereka tak bisa menemukan keberadaan Calantha. "Move on dong, sudah lima tahun dan lo masih saja tetap terpuruk. Yakinlah Calantha baik-baik saja," ucap asistennya lagi berusaha membuat Rendra bangkit dari keterpurukan. Semenjak menghilangnya Cala
Rendra menatap para pekerja yang sedang memetik kopi, sesekali tangannya menyingkirkan ranting yang menghalangi langkah kaki. Ia menghirup udara segar yang berbaur dengan wangi bunga kopi yang sedang mekar. Hatinya begitu hangat dan tenang."Pakai caping ini," ucap Dito asisten Rendra sembari memberikan caping pada Rendra.Rendra menerima caping pemberian Dito tanpa mengalihkan pandangannya. Dari ketinggian ini, ia bisa melihat bangunan perkotaan yang sebesar kotak sabun."Lo mau ngapain?" tanya Rendra sembari mengamati tangan Dito yang cekatan memetik kopi."Mau metik kopi," jawab Dito tanpa mengalihkan pandangan. Tangannya cekatan memetik buah kopi berwarna merah dan memasukkan ke dalam ember"Napa lo ikutan metik kopi?""Kenapa emang? Salah kalo gue ikutan metik?" tanya balik Dito sambil memasukkan kopi yang telah ia petik ke dalam ember penampungan."Ya, enggak. Tapi kenapa?" tanya Rendra penasaran."Kopi di sekitar sini bu
"Tumben lo cepat bangun," ujar Dito yang melihat Rendra sedang duduk di kursi pantri. "Gak bisa tidur," jawab Rendra tanpa mengalihkan padangan pada Dito yang sedang menghampirinya. "Masih mikirin Calantha?" tanya Dito seraya mengeluarkan dua buah gelas dan membuat coklat panas. Bukan. Jawaban itu hanya mampu Rendra suarakan dalam hatinya. Ia sudah tak berharap banyak lagi dengan Calantha. Ia yakin gadis itu baik-baik saja atau mungkin sudah bahagia dengan pria lain. "Minum ini." Dito menyodorkan secangkir coklat panas pada Rendra dan langsung menyesapnya. "Hari ini gue mau balik ke Jakarta. Lo gak pa-pa gue tinggal?" tanya Dito sembari menyesap coklat panas buatannya. Dito sudah terbiasa pulang pergi ke Jakarta, sesekali dia juga menginap. Namun, tidak pernah menginap sampai 3 malam. Ia percaya dengan Aryo, manajer di perkebunan ini yang mampu mengurus semua pekerjaan dengan baik. Jika bosnya Rendra berada di sini, tak perlu lagi ia lebih sering berkunjung ke desa ini. Ia yak
Mentari telah muncul dari peraduan, setiap insan manusia kini siap memulai aktivitas. Begitu juga dengan seorang gadis berambut panjang diikat gaya ekor kuda. Sebuah apron telah melekat di tubuhnya, bersiap untuk membuka warung makannya.Berbagai makanan telah ia susun rapi di steling makanan, kemudian ia beranjak untuk melap semua meja dan merapikan kursi, menyusun kotak-kotak tisu di atas meja. Ia memindai semua sudut warung makannya, setelah merasa semua rapi ia pun beranjak ke arah stelling untuk bersiap menyambut para pelanggannya.Hari ini sang asisten tidak bisa menemaninya karena sedang sakit. Ia sendiri yang harus bekerja melayani para pelanggan."Satu piring nasi uduk, Mbak Ayu sekalian dengan teh hangatnya.""Baik, Mas," ucap Ayu sopan.Ia pun mempersiapkan pesanan dengat cekatan dan mengantarnya ke meja yang ditempati pelanggan tersebut."Silahkan dimakan, Mas," ucapnya setelah meletakkan sepiring nasi uduk dan teh hangat di atas meja."Terima kasih, Mbak Ayu. Sediri aja n
"Ternyata hidupmu baik-baik saja sampai saat ini."Wanita itu mengepulkan asap dan menjetikkan abu rokok ke asbak. Ia mengamati lawan bicaranya yang masih tak bergeming kala diajak berbicara. Kemudian ia meneguk minuman dari beer mug, kembali ia mengisap rokok dan mengepulkan asap membentuk bulatan-bulatan."Apa selama ini dia tak pernah mencarimu?" tanya wanita berambut pendek itu lagi. Ia menatap wajah lawan bicaranya dengat lamat-lamat."Dia tak akan pernah mencariku," jawabnya sembari meneguk bir. Ia memanggil bartender untuk menambah bir ke gelasnya yang isinya telah habis ia teguk."Wahhh, kau benar-benar hebat." Wanita berambut pendek itu bertepuk tangan. "Setelah kau melarikan diri dan membawa kabur uangnya. Kau sangat terlihat santai saat ini," lanjutnya lagi. Ia juga memberi kode kepada bartender agar menambahkan bir ke gelasnya."Kau juga menikmati hasilnya!"***"Kemana saja kau selama ini?"Ayu baru saja dari dapur membawa dua gelas kopi dan meletakkan di meja. Mengambil
Setelah Adam pamit, Ayu segera mambasuh wajah dan gosok gigi. Setelahnya masuk kamar, tetapi sebelum merebahkan diri di kasur yang menemani selama lima tahun ini. Ia melakukan ritual malam terlebih dahulu. Mengaplikasikan krim malam ke seluruh wajah.Awal ia tinggal di desa ini merasa kedinginan karena suhu udara pada malam hari hampir mencapai 20° Celcius. Bahkan setiap malam ia harus menyalakan perapian agar ruangan tetap hangat. Namun, seiring berjalannya waktu ia mulai terbiasa dengan suhu udara di desa ini dan bahkan ia hanya menggunakan sweater rajut dan selimut. Tidak seperti di awal ia tinggal, memakai kaos kaki, sarung tangan, topi kupluk, jaket tebal, dan selimut tidak cukup satu. Ia memakai sampai tiga selimut sekaligus.Mungkin satu-satunya rumah yang menggunakan penghangat ruangan hanya villa pemilik perkebunan. Kepala desa di tempat ini saja, masih sama dengan penduduk lainnya. Hanya menggunakan jaket dan selimut seadanya ketika tidur.Ayu menatap lamat-lamat langit kama