Share

Menjadi Istri Muda Mas Gani
Menjadi Istri Muda Mas Gani
Penulis: icher

Jadi Istri Kedua?

"Maksud Tante, aku akan jadi istri kedua?" tanya seorang gadis bernama Maura dengan nada kaget.

"Iya. Tapi, Tante percaya kamu dan itu sebabnya Tante memohon sama kamu untuk mau menerima tawaran ini. Tante akan bantu biaya pengobatan ibu kamu sampai selesai, Mau. Tante janji sama kamu!" desak wanita paruh baya di depan Maura saat ini.

Saat ini, Maura sedang duduk di dalam sebuah ruangan yang terbilang sangat mewah di sebuah perusahaan. Dia berhadapan langsung dengan pemilik perusahaan yang tak lain adalah Wulan. Seorang wanita yang sebulan lalu dia tolong di rumah sakit.

Maura yang saat itu sedang menjenguk ibunya, melihat Wulan hampir pingsan di tangga. Untung dengan cepat tangan Maura menyambar tubuh wanita itu dan menariknya hingga mereka berdua jatuh di lantai.

Andai Maura tidak bergerak cepat, bisa dipastikan saat itu juga Wulan sudah jatuh terguling-guling di tangga darurat yang akan dilewatinya untuk turun. Wulan menjalani pemeriksaan rahasia dan tidak ingin diketahui oleh publik. Sehingga dia keluar masuk melalui tangga darurat yang memungkinkan semakin sedikit orang yang melihatnya di rumah sakit.

Maura terdiam dan tampak berpikir panjang mendengar ucapan dan desakan Wulan. Bukan sekali ini saja Wulan memintanya untuk menjadi istri anak semata wayangnya itu. Namun, baru kali ini Maura tahu bahwa Gani yang selalu disebut Wulan itu ternyata sudah menikah.

"Aku nggak tau harus jawab apa untuk saat ini, Tan. Sungguh, aku sendiri juga bingung dan aku nggak yakin ibuku setuju dengan semua ini." Maura berkata dengan perasaan dilemanya yang tinggi.

"Tante tau semua ini memang sulit untuk diterima dan dijalani, tapi Tante nggak ada pilihan lain lagi sekarang. Hanya kamu satu-satunya harapan Tante, Maura."

"Aku bahkan belum kenal dan belum pernah ketemu sama anak Tante. Gimana kalau nanti dia sendiri yang menolak pernikahan ini?" tanya Maura dengan galau.

"Tante bisa pastikan kalau Gani akan menerima kamu. Dia nggak akan membantah ucapan Tante sama sekali, karena dia sepertinya juga udah mulai lelah dengan rumah tangganya yang sekarang."

"Istri pertama mas Gani itu gimana, Tan? Dia pasti nggak akan setuju suaminya menikah lagi!" ucap Maura lagi yang masih didera kebimbangan dan dilema tingkat tinggi.

Bagaimanpun juga, hal ini bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan cepat. Tidak bisa langsung berkata iya atau tidak. Di sisi lain, Maura memang sedang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobatan ibunya.

Di sisi lain, Maura yang tidak tega melihat Wulan terus memohon padanya, lantas menyerah dan pasrah. Dia tidak tega melihat Wulan sedih dan menderita di akhir usianya. Wulan menderita sakit parah dan hanya Maura saja yang tahu bahwa usianya sudah tidak lama lagi. 

"Gimana, Mau? Kamu harus kasih Tante jawaban sekarang, Nak. Tante nggak bisa menemukan gadis yang baik dan tulus lagi selain kamu. Sejujurnya, Tante nggak bisa percaya Gani bersama istrinya setelah nanti meninggal," ungkap Wulan dengan suara bergetar dan membuat Maura ikut terharu.

"Tante, jangan bilang begitu. Tante pasti sembuh ... dan aku ...." Maura yang dihadapkan dengan dilema yang luar biasa, akhirnya dengan berat hati mengatakan, "Akan mencoba untuk memenuhi keinginan Tante."

Maura keluar dari ruangan Wulan setelah pembicaraan mereka siang ini mencapai kesepakatan seperti yang diinginkan oleh Wulan. Namun, sesungguhnya hati Maura masih sangat ragu dan takut menjadi duri dalam pernikahan seorang perempuan yang sudah pasti mencintai suaminya. Dia juga pasti tak ingin jika dimadu hanya karena belum bisa memberikan keturunan.

Maura masuk ke dalam lift dan menekan tombol G yang artinya dia akan langsung ke loby. Di dalam lift, Maura terus memikirkan keputusannya itu apakah sudah benar atau salah.

“Gimana kalau nanti ibuk nggak setuju dengan keputusanku ini? Aku juga nggak pernah berpikir akan menjadi istri kedua,” gumam Maura pada dirinya sendiri.

“Biasanya, istri kedua selalu dicap sebagai pelakor dan aku takut hal itu justru semakin mempengaruhi kesehatan ibuk. Tapi ... aku bisa apa? Ibuk butuh biaya cepat untuk operasi kangkernya dan tante Wulan satu-satunya yang bisa membantuku meski syarat yang diberikan terasa terlalu berat dan membuatku nggak berdaya!” ungkap Maura dan pintu lift terbuka.

Gadis itu masih dengan pemikirannya sendiri melangkahkan kaki keluar dari dalam lift, berjalan di koridor perusahaan yang sangat besar dan terkenal itu tanpa memperhatikan orang di depannya.

Sebuah benturan terasa mengenai kepalanya dan saat ini Maura sadar sudah menabrak seseorang di depannya. Melihat pria yang berdiri di depannya dengan tatapan dingin dan juga sedikit kesal, dia langsung mundur beberapa langkah dengan rasa takut dan juga gugup.

“Ma-maaf, Pak. Saya nggak sengaja nabrak Bapak. Sekali lagi saya minta maaf,” ucap Maura dengan sungguh-sungguh dan menundukkan kepalanya.

Dia bahkan tak berani menatap pria tampan berkacamata itu terlalu lama. Dia sangat takut dimarahi atau dicaci maki di depan orang banyak seperti saat sekarang ini.

“Lain kali, jangan melamun saat berjalan!” balas pria itu dengan nada dingin tapi terasa begitu menakutkan bagi Maura.

“Iya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf atas kecerobohan saya.”

“Minggir!” titah pria itu dan membuat Maura terpelongo.

“Apa maksudnya, Pak?” tanya Maura dengan polosnya pula.

“Kamu tuli? Saya bilang, minggir! Saya mau jalan lurus ke depan!” jawab pria berkacamata dengan tampilan sangat formal itu kepada Maura dengan tegas.

Maura yang gugup langsung saja bergeser ke samping saat mendengar jawaban dari pria itu. Dia tidak ingin mengambil resiko atau mencari masalah lagi saat ini. Pria itu mulai berjalan lagi setelah Maura menepi dari tempatnya berdiri tadi.

“Apa susahnya dia jalan belok sedikit ke samping? Memangnya, jalan harus lurus ke depan begitu? Sombong banget sih jadi orang,” gerutu Maura saat dia baru saja melangkahkan kakinya untuk melanjutkan jalan.

“Selamat siang, Pak Gani.”

“Silakan masuk duluan, Pak Gani.”

Saat Maura baru berjalan, dia dengan jelas mendengar beberapa orang menyapa dengan menyebut nama Gani. Maura menghentikan langkahnya dan mengedarkan pandangan ke depan. Dia mencari seseorang yang baru datang dan disapa oleh pegawai dengan sebuatan pak Gani itu.

Maura bahkan memutar tubuhnya dan hanya melihat pria berkacamata yang ditabraknya tadi baru saja masuk ke dalam lift seorang diri, sementara banyak orang yang berdiri di luar, sepertinya tak ingin satu lift dengan lelaki itu.

“Nggak ada siapapun yang baru datang di sini. Jadi penasaran yang mana mas Gani itu!” lirih Maura lagi dan melanjutkan jalannya.

“Eh, tapi ... apa mungkin yang aku tabrak tadi itu ... dia mas Gani?” tanya Maura pada dirinya sendiri saat baru saja terpikirkan dengan semua hal tadi, dan seketika wajahnya memucat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status