Semalaman Albert bekerja lembur di ruang kerja mansionnya. Ia harus menyiapkan segala sesuatu untuk launching merek parfum terbarunya. Perusahaan Albert bergerak di berbagai bidang, salah satunya adalah parfum. Albert selalu mengandalkan kemampuannya sendiri untuk hal penting seperti ini. Dia adalah seorang pria yang mencintai ke sempurnaan. Dan dia hanya akan puas dengan sesuatu yang dia rancang sendiri.
Albert tertidur di kursi kerjanya saat jam satu malam. Olivia yang terbangun di jam tiga dini hari karena merasakan haus, melihat tidak ada Albert yang tidur di kamarnya lantas menjadi heran.
"Kemana pria itu pergi di jam seperti ini? Atau... jangan- jangan dia tidak tidur di kamar ini semalam?" Olivia berkata sambil menjangkau ceret airnya, dan ternyata itu kosong.
"Huh.. habis. Aku harus mengambilnya sendiri ke dapur. Hoooaamm." Olivia jelas sekali masih ngantuk, saat mencoba memakai sendal rumahnya.
Olivia berjalan ke dapur dengan lang
Mungkin karena ini bukan kali pertama pria ini melakukannya, Olivia tidak lagi melakukan perlawanan. Dia bahkan mulai mengimbangi permainan Albert. Tangan Albert melesap cepat ke balik baju tidur tipis yang di gunakan Olivia. Menyentuh benda kecil yang sudah menyembul dari tadi. Jarinya bermain di sana, memilin-milin lembut dan sesekali meremas penuh benda kenyal itu."Aaaahh..." Desah Olivia saat ciuman Albert turun ke leher jenjang miliknya. Tangannya masih bermain di tempat semula. Membuat gadis itu menggelinjang karena merasakan kenikmatan. Hal yang selalu ia rasakan saat bercumbu dengan Tristan, tapi mereka tidak pernah menuntaskan permainan itu. Tristan terlalu menjaga Olivia dengan sangat baik.Olivia yang sudah pernah bercinta dengan Albert untuk pertama kali, merasa bahwa tubuhnya menginginkan sesuatu yang lebih saat ini.Tangannya mulai menyentuh perut Albert yang mengeras. Membuat pria itu kembali merasakan hasratnya sudah di ubun-ubun oleh sentuhan t
Setelah Olivia selesai mandi dan berpakaian, dia segera turun ke bawah. Saat ini Olivia tampak mengenakan celana jeans ketat bewarna hitam, yang terdapat beberapa bolong di paha dan betis sebagai bentuk trend masa kini, kaus oblong bewarna putih. Olivia juga mengenakan topi meski rambut panjangnya terurai. Sepatu kets bewarna putih dan menenteng sebuah tas ransel mini bewarna hitam. Sungguh sangat modis untuk anak seusianya. Albert sudah menunggu di meja makan, untuk sarapan bersama. Ia memperhatikan dengan detail penampilan Olivia dan memicingkan mata pada bagian jeans yang bolobg-bolong. "Apa kau tidak punya celana lain untuk kau kenakan?" Sindir Albert tak suka. "Memangnya kenapa? Ini sedang trend. Kau mana tau hal itu, kau kan sudah tu..." Olivia menggantung ucapannya saat melihat Albert menatapnya dengan raut muka marah. "Maksudku, pria pekerja keras yang selalu berada di kantor sepertimu mana mungkin paham trend fashion anak muda zaman sekarang.
Olivia dan Albert naik sampai ke lantai dua belas. Lift itu tepat berada di samping ruangan CEO. Ruangan siapa lagi kalau bukan Albert. Olivia masih terpana dengan suasana gedung ini. Sungguh besar dan menakjubkan. Tanpa sengaja, ia tersandung dan hampir jatuh. Untung dengan cepat Albert menyambutnya. "Berhati-hati lah saat berjalan, gunakan matamu." Hardik Albert, membuat Olivia kesal sekaligus malu. Lalu Albert masuk terlebih dahulu ke dalam ruangannya. Meninggalkan Olivia yang masih termangu sendiri di depan lift itu. Kebetulan, Lucy baru saja datang saat kejadian itu. Dia hanya melihat bagian Olivia disambut Albert dan di hardik oleh Albert. Ia tidak melihat bahwa Olivia datang bersama Albert. "Dari mana asal gadis kumal ini? Kenapa ia bisa di sini? Dan, berusaha menggoda Tuan Muda? Cih, sungguh jalang yang menjijikkan. Panggil pihak keamanan dan usir dia keluar." Titah Lucy pada seorang petugas kebersihan yang kebetulan melintas di sana.
Sementara, yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu adalah jauh berbeda dari yang dilihat oleh Lucy dari ruangannya. "Lihat ini, sepertinya dasimu tidak rapi. Biar aku rapikan." Olivia sengaja mencari alasan agar bisa lebih dekat dengan Albert. Karena ia melihat Lucy yang dari tadi sengaja memandang ke arah ruangan ini. Jadi, sifat jahil ingin mengerjai wanita itu muncuk dalam benak Olivia. "Sepertinya, kau mulai perhatian padaku?" Albert hanya diam saat Olivia duduk di sudut mejanya, sementara Albert duduk di kursi kebangsaannya itu. Olivia menjadi gugup saat mengikat kembali dasi yang melingkar di leher Albert. Karena pria itu dengan terang-terangan memandang Olivia dengan penuh arti. "Ehem... I-itu hanya karena aku berusaha bersikap baik padamu." jawabnya pura-pura tak melihat Albert masih memandangnya. "Untuk apa kau melakukan itu? Agar aku memberikanmu uang yang banyak? Biasanya, anak sekolahan sepertimu ini sangat suka memoroti sugar daddy-n
Monic menatap tajam pada Olivia yang berada tepat di belakang Albert. Gadis itu tampak sengaja bersembunyi di sana. 'Siapa gadis yang dibawa Albert itu?' Monic berucap di dalam hati. "Sayang, kau datang?" Melihat sikap Monic yang ramah dan manja pada Albert, entah mengapa Olivia merasa hatinya seperti tertusuk jarum. 'Ada apa denganku? Kenapa hatiku sakit, saat wanita itu memanggilnya dengan sebutan sayang dan tersenyum manja ke arahnya? Dia itu kan isteri pertamanya, wajar saja jika mereka sangat akrab dan penuh kasih sayang.' Olivia berkata dalam hatinya dengan wajah yang tetap terlihat kesal. "Apa kau sudah selesai? Aku akan melakukan sesi pemotretan parfum keluaran terbaru sekarang." Albert tidak suka terlalu akrab saat berbicara dengan Monic. "Aku bisa menunda yang ini untukmu, lalu apakah aku bisa menjadi modelnya kali ini? Oh iya, sayang, siapa gadis yang kau bawa itu?" Monic berusaha tetap ramah agar Albert menaruh simpatik padanya.
Pemotretan itu berlangsung hingga dua jam lamanya. Bagi Olivia yang sama sekali belum pernah terjun di bidang ini, tentu ini adalah pekerjaan yang melelahkan. Kini ia tersandar pada sebuah kursi dengan sebotol air mineral di tangan kirinya. "Huufftt... Ternyata jadi model itu sama sekali tidak semudah yang aku bayangkan. Dibalik gambar yang indah, ada perjuangan yang tanpa batas. Bahkan untuk mendapatkan satu hasil yang memuaskan saja harus melakukannya sampai setengah jam." Olivia mengeluh. Entah siapa lawan bicaranya, dia tak peduli. "Pekerjaan yang dihasilkan dari menyerobot hak dan milik orang lain itu memang tidak menyenangkan, gadis kecil." Monic yang mendengar keluhan Olivia langsung menyela. "Siapa yang kau maksud menyerobot hak dan milik orang lain? Aku? Jelaskan apa yang kurebut dan dari siapa?" Olivia merasa Monic sengaja mencari masalah dengannya. Maka, ia dengan senang hati meladeninya. Jiwa tomboy itu belum hilang dari dalam dirinya. "Te
Jam lima sore, Olivia terbangun dari tidurnya. Saat ia menggeliat, matanya tertuju pada selimut tebal yang menutup tubuhnya. Netra Olivia bergerak ke kiri dan ke kanan mencari seseorang yang mungkin saja ada di sini sejak ia tertidur tadi. Tapi, tidak ada siapa-siapa di kamar itu. "Huuh.. syukur lah dia tidak di sini. Bagaimana aku bisa tertidur di sini. Pasti dia tadi datang dan memberiku selimut ini." Olivia menyesali kebodohannya, ia memukul-mukul kepalanya. Kemudian, ia melirik jam dinding yang sangat besar di kamar itu. "Jam lima? Ya ampuuuunn, lama sekali aku tidur. Aku melewatkan jam makan siang, pantas saja sekarang perutku terasa sangat lapar" Olivia mengusap perutnya yang kelaparan. Bisa jadi, ia terbangun karena merasa lapar. Olivia bangkit dari kasur, kemudian membasuh mukanya di dal toilet kamar itu. Merapikan pakaian dan bajunya. Kemudian memakai kembali sedikit pelembab bibir merah alami miliknya. Setelah dirasa cukup, Olivia berjalan k
Selama dua jam penuh, Albert tidak beranjak sama sekali dari tempatnya duduk. Meski dari satu jam yang lalu, kedua orang tua Olivia sudah turut hadir di dalam kamar itu untuk menanti putrinya terbangun. "Tuan, sebaiknya anda pulang saja dulu. Anda juga perlu istirahat yang cukup." Willson menyarankan. "Kau mengusirku?" Albert menatap tajam pada Willson. "Bu-bukan begitu maksudku, Tuan. Tapi, bukankah besok adalah acara peresmian produk baru dari perusahaan anda. Aku hanya tidak ingin anda terlalu lelah. Aku dan isteriku akan menjaga putri kami dengan baik malam ini." Willson menjelaskan maksud yang sebenarnya. "Aku yang akan menjaga isteriku malam ini, sebaiknya kalian pulang saja. Besok pagi kalian bisa mengunjunginya kembali dan menggantikanku sebentar." Albert memutuskan. "Jika seperti itu yang anda inginkan, baik lah." Jawab Willson mengalah. Di sisinya terlihat wajah sedih Clara. Tentu saja, sebagai seorang Ibu yang hanya memiliki satu or