Albert masih berusaha keras memapah kakinya sendiri setelah tiga jam berjalan. Perjalanan yang harusnya hanya dua jam, menjadi sangat lama karena kondisi tubuhnya saat ini.
Langkahnya terseok-seok, tapi semangatnya tetap tinggi. Tak tau entah berapa kali sudah ia berhenti untuk mengistirahatkan badan. Beberapa kali pula ia memakan buah yang jatuh dari pohon-pohon di dalam hutan. Cukup lumayan untuk mengganjal perut dan mengisi tenaganya, meski tak seberapa.
Namun, di saat seperti ini, sekecil dan sedikit apapun makanan dan minum itu sangat berarti untuk penunjang kehidupannya.
Hari sudah mulai gelap, dari kejauhan tampak atap mansion bewarna biru yang megah dan sangat besar. Albert tersenyum bahagia.
"Akhirnya, sedikit lagi aku sampai di mansion. Ayah, Ibu, Kakek, tunggu aku sebentar lagi." ucap Albert penuh semangat.
Dengan segenap sisa tenaga yang ia punya, Albert telah sampai di halaman mansion. Para pengawal dan penjaga kaget bukan m
Sementara itu, Olivia kecil telah pindah ke salah satu pusat Kota bersama orang tuanya. Karena Kakek dan Neneknya sudah meninggal dan di dalam surat wasiat tertulis nama Willson sebagai ahli waris yang sah, mau tidak mau Ayah Olivia harus kembali pulang untuk mengurus Perusahaan dan bisnis orang tuanya. Sudah dua minggu Olivia berada di rumah besar yang mewah ini. Rumah yang sangat jauh berbeda dengan yang dulu ia tempati saat di Desa. Entah mengapa, Olivia kecil sering melamun memikirkan kondisi pria yang pernah ditolongnya waktu itu. Sampai akhirnya, Olivia tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Setelah remaja, Olivia tidak lagi setomboy dan senakal dulu. Ia memilih kuliah di jurusan kedokteran. Tujuannya hanya demi bisa merawat Ayah dan Ibunya kelak saat tua dan muncul penyakit-penyakit khas bawaan lanjut usia pada umumnya. Olivia sudah melupakan kejadian yang terjadi di hutan 14 tahun yang lalu. Meski pun masih mampu mengingat, ia tak begitu yakin
Albert sampai di rumah mewah milik keluarga Willson itu. Ia memasuki mobil sampai ke depan pintu besar. Kebetulan pagar terbuka saat ia datang. Kembali, Albert teringat pertama kali kedatangannya ke rumah ini. Meski mansion miliknya jauh lebih besar dan mewah dari pada rumah ini, tapi hatinya terasa lebih nyaman saat memasuki pekarangan rumah ini. Albert menenteng dua kotak kue dan makanan yang di masak oleh Jane dan Darwin tadi. Kebetulan, ia datang tepat di jam makan siang. Kemudian, ada dua box lagi yang ia tenteng. Box itu berisi mainan untuk Zacky dan Zahra tentunya. Tadi, Albert menyempatkan untuk mampir ke Store khusus mainan branded. Ia harus memenangkan hati anak-anaknya kali ini. Menghilangkan kesan buruk yang terlanjur mereka saksikan saat di pemakaman Clara waktu itu. Albert melangkahkan kaki ke pintu dan memencet bel di samping pintu besi itu. Tak lama kemudian, keluar seorang wanita yang berusia sekitar empat puluhan. "Maaf, Tuan
Setelah pertemuannya siang itu dengan Zacky dan Zahra, hati Albert menghangat jika membayangkan bisa menggendong dan mencium anak-anak itu. Pagi ini Albert tidak berniat untuk pergi ke kantor. Sudah seminggu ini, ia rutin mengunjungi rumah mertuanya, Willson. Sementara itu, Mike kewalahan mengurus semua pekerjaan di Kantor. Albert hanya akan datang saat rapat penting yang benar-benar mengharuskan dirinya datang. Namun, jika masih bisa di wakilkan pada Mike, maka Albert akan melimpahkan semuanya pada Mike. Tanpa rasa bersalah, Albert meminta Mike untuk menyelesaikan semuanya. Seperti pagi ini. "Mike, apa semua file penting itu sudah kau periksa?" tanya Albert pada sambungan telepon. "Sudah, Tuan Muda. Tapi, klien dari Roma ini meminta Anda yang hadir pada meeting siang ini." jawab Mike tegas. "Katakan saja padanya, aku ada urusan penting." jawabnya santai. "Tapi, dia mengancam akan menarik saham di Perusahaan i
Keesokan harinya, Albert datang jam tujuh lewat tiga pulih menit. Ia sengaja datang lebih awal dari yang ia janjikan pada Zacky kemarin. Kali ini, Albert menggunakan mobil limited edition yang baru sekali ia pakai sejak di beli. Karena kali ini, yang akan ia jemput adalah lelaki yang punya harga diri tinggi dan penuh dengan rasa percaya diri. Sama persis seperti dirinya. Saat sampai di rumah Willson, ia segera masuk ke dalam. Menuju ke ruang makan. Di sana sudah duduk semua anggota keluarga. Willson, Ollivia, Zacky dan Zahra. "Hai, Dad. Kau datang lebih awal?" sapa Zahra dengan senyumnya khas. Senyum yang mirip sekali dengan Ibunya, Ollivia. "Kurasa, aku mulai bosan makan makanan yang dibuat oleh Darwin dan Jane. Jadi aku ingin mencoba masakan di sini. Apa boleh?" tanya Albert sambil melirik ke arah Olivia. "Tentu saja, ayo, silahkan duduk." jawab Willson dan mempersilahkan Albert mengambil posisi duduk. Olivia melirik dengan waj
Pada malam sebelumnya, Albert menelpon Olivia. Dan membuat wanita itu akhirnya memberikan izin padanya untuk membawa Zacky ke Perusahaan. Albert memanggil nomor ponsel milik Olivia. Olivia yang sedang berselancar di sosial medianya, terkejut oleh panggilan telepon dari Albert. Lantas, dengan reflek menjawab panggilan itu. "Wah, cepat sekali kau mengangkat telepon dariku? Atau, jangan-jangan kau memang sedang menunggunya?" tanya Albert. Olivia merasa kesal dengan pertanyaan Albert, sekaligus merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh. "Aku sedang bermain ponsel, dan tidak sengaja menekannya saat kau menelpon," jawab Olivia ketus. "Benarkah?" Albert bertanya diiringi tawa renyah. "Apa kau menelponku hanya untuk membahas itu? Jika tidak ada lagi yang ingin kau sampaikan, aku akan menutup telepon ini. Selamat mal.." "Tunggu... Tunggu... Kenapa kau masih saja pemarah seperti dulu?" potong Albert saat Olivia hendak memutuskan
"Tuan Muda Zack, ayo aku antar ke ruang HRD. Di sana, Anda akan melihat banyak hal tentang informasi keuangan." ajak Lucy yang tiba-tiba mendekati Zacky di ruangan Mike. "Lucy, kurasa tidak usah sekarang. Tuan Muda Zack masih lelah usai berkeliling mengenal setiap sudut perusahaan ini," Mike yang melihat Zacky tidak bersemangat mendengar tawaran Lucy, segera memberikan jawaban. "Aku tidak bicara padamu, Mike. Kenapa kau yang menjawabnya. Biarkan Tuan Muda Zack yang menentukan." Lucy mendengus kesal pada Mike. "Tuan Muda akan marah padamu jika kau terlalu memaksa, dan membuat anaknya kelelahan," bisik Mike dengan sengaja, agar Zacky tidak merasa terganggu dengan perdebatan mereka berdua. "Kau tau apa. Dasar pria aneh, pantas saja tidak ada wanita yang mau berkencan denganmu sampai saat ini. Itu karena dirimu yang aneh dan terlalu ikut campur urusan orang lain," ejek Lucy. Mike hanya bisa diam mendengar sindiran dan ejekan dari Lucy. Perta
"Dimana Lucy? Kenapa aku tidak melihatnya?" tanya Albert pada Mike, saat telah selesai rapat dan kembali ke ruangannya. "Kenapa Daddy mencari wanita penggoda itu?" Zacky balik bertanya. "Wanita penggoda?" Albert mengulangi pertanyaan Zacky. "Tidakkah Daddy menyadari cara berpakaiannya yang tidak pantas untuk seorang karyawan perusahaan? Atau mungkin, Daddy menikmati pemandangan dan rayuannya setiap hari?" selidik Zacky dengan penuh curiga. "Ha-ha-ha... Kau ini ternyata lebih cerdas dari yang kuduga. Apakah kau merasa dia begitu karena ingin menarik perhatian dan menggoda Daddy mu yang tampan ini?" "Dad.. berhenti bercanda!" "Baiklah-baik. Mana mungkin selera Daddy serendah itu, Sayang. Kau tau, di hati Daddy hanya ada Mami mu seorang. Dulu, sekarang, esok dan selamanya. Apa kau mengerti?" tanya Albert dengan mengangkat Zacky ke atas pangkuannya. "Ya, kuharap begitu." jawab Zacky lambat. "Tuan..." panggil Mike sete
Setelah Zahra selesai mandi dan memakai piyamanya, hari sudah menunjukkan jam enam sore. Memang tadi Albert pulang lebih awal. Jam tiga ia sudah meninggalkan kantor. Karena takut semakin lama di kantor, akan semakin lelah Zacky nantinya. Saat akan memandikan Zahra tadi, Albert telah menghubungi Mike yang masih menunggu di luar rumah. Ia menyuruh Mike untuk pulang saja terlebih dahulu. Nanti ia akan menelpon jika akan pulang. Mereka berdua berjalan ke meja makan. Melihat di atasnya sudah tersaji beberapa hidangan lezat yang menggugah selera. Mata Albert terfokus pada semangkok rendang hitam. 'Rendang? Apa dia sengaja memasaknya untukku? Tidak. Mana mungkin dalam waktu singkat ia sudah selesai memasak rendang. Pasti ia memesannya online," batin Albert sambil terus menatap rendang kesukaannya itu. "Apa yang kau lihat?" tanya Olivia nyaring, mengejutkan Albert dari lamunannya. "Aku hanya melihatmu," jawabnya sembarangan. Membuat wani