Share

Pindah Ke Apartemen

Author: Anarita
last update Last Updated: 2023-12-12 01:12:37

“Ayo cepat! Tunggu apa lagi?” Abian menyentak kesal Diana saat gadis itu masih bergeming di depan pintu kamar sambil menenteng tas berisi baju miliknya. Dia sudah bosan menunggu, tapi Diana malah bersikap tidak tahu diri seperti itu.

“Aku mau pamitan dulu sama Kakek. Aku belum sempat bertemu dengan kakek lagi.”

Akhirnya Diana menjawab setelah sekian lama pura-pura bisu. Abian cukup tersentak. Ternyata suara Diana begitu imut dan halus selayaknya gadis belia. Sayang saja mukanya terlalu buluk untuk ukuran gadis 19 tahun.

“Kakek tidak ada di rumah! Dia mendadak ada urusan. Pamitnya lain kali saja,” desak Abian. Dia harus segera tiba di apartemen baru mereka karena Abian ada janji temu dengan Miranda pukul tujuh nanti. Miranda pasti akan mengamuk kalau ia telat satu detik saja.

“Lah, malah diam! Ternyata selain bisu kamu juga tuli?” ejek Abian makin dibuat kesal. Matanya menatap tajam. Dia melempar sorot kebencian yang terkesan begitu mengintimidasi Diana.

Gadis itu sendiri merasa ragu meninggalkan tempat ini tanpa berpamitan dulu pada Kakek Bram. Bagaimanapun juga ia harus minta maaf dulu karena kemarin sempat salah sangka.

Dia sempat memaki Kakek Bram sebagai tua bangka mesum hanya karena dia membangunkan Diana untuk menyuruhnya makan di rest area. Diana menyesali perbuatannya itu. Setidaknya dia harus minta maaf sebelum pergi meninggalkan tempat ini.

“Baiklah. Kalau kamu tidak bisa diajak bicara pakai bahasa manusia terpaksa aku harus menggunakan bahasa yang lain agar kamu mengerti!”

Abian yang merasa geram langsung menarik tangan Diana dengan kasar. Diana tersentak dan nyaris jatuh.

Gadis itu harus melangkah susah payah karena masih menggunakan baju kebaya yang cukup berat dan ketat. Abian bahkan tak memberi waktu pada Diana untuk berganti baju terlebih dahulu. Dia masih menggunakan kebaya nikah, lengkap dengan dandadan aneh yang memperlihatkan dirinya seperti tante-tante jompo.

“Dasar manusia tidak tahu diri. Sudah jelek, lelet, menyusahkan pula!” omel Abian.

Sesampainya di depan mobil Abian langsung mendorong Diana ke pintu samping. Dia melempar tas Diana ke belakang lalu duduk di kursi kemudi.

Mobil melesat cepat di mana Diana merasa berat meninggalkan tempat itu. Ia tidak yakin Abian tidak bisa diajak kerja sama. Dari cara memperlakukan saja Diana bisa menebak kalau Abian adalah sosok pria jahat. Mungkin saja Diana akan dipukuli setiap hari seperti saat masih tinggal dengan ayahnya, Firman.

***

***

Ternyata jarak kediaman Mahendra dengan apartemen tidak begitu jauh. Hanya menempuh perjalanan menggunakan mobil setengah jam dan mereka sudah tiba di lokasi apartemen.

Diana menatap gedung tinggi menjulang sesaat mobil mulai memasuki area parkir. Gadis itu melirik Abian. Diana ingin bertanya sesuatu tapi dirinya sudah berjanji hanya akan bicara dengan Abian di waktu-waktu tertentu.

Jika Abian bisa merendahkan dan mengejeknya, maka Diana bisa menganggap tak mendengar semua kata jahat yang diucapkan oleh Abian.

“Huh, laki-laki itu menyebalkan sekali! Aku baru pertama kali ini melihat lelaki semenyebalkan dia. Apa sifat orang kota memang seperti itu?” Diana menghembuskan napas kasar karena Abian berjalan lebih dulu meninggalkannya. Gadis itu harus menggunakan tenaga ekstra supaya bisa jalan cepat dengan outfit yang terbatas seperti ini.

Sesampainya di apartemen, Abian langsung mendesah marah. Diana hanya memperhatikan punggung lelaki itu dari arah belakang.

“Sudah aku tebak! Kakek pasti sudah memperhitungkan semuanya!” Abian berbalik badan. Menatap intens pada Diana yang masih menenteng tas di depan pintu.

“Kamar di apartemen ini hanya ada satu. Sepertinya ini adalah rencana kakek supaya kita bisa tidur satu kamar!”

Diana tak menjawab. Dia menunggu ucapan Abian berikutnya sambil mengerutkan dahi.

“Jangan berpikir macam-macam! Aku tidak mungkin berbagi kamar denganmu. Jadi aku harap kamu tahu diri. Kamu bisa tidur di sofa itu.” Tangannya menunjuk ke arah sofa.

Gadis itu melirik sebuah sofa panjang dengan ukuran 2 kali 2 meter yang seharusnya dipakai untuk ruang tv. Sofa itu jauh lebih bagus daripada tikar lantai yang selama ini dipakai tidur oleh Diana selama tinggal di kampung.

Gadis itu pun mengangguk. Membuat Abian tercengang karena tak ada penolakan sama sekali.

“Bagus! Kamu bisa memanfaatkan laci kosong yang ada di ruangan ini untuk tempat bajumu. Di situ juga bisa. Toh bajumu hanya baju-baju murahan kan?” Mata Abian tertuju pada sebuah laci yang terletak di dekat sofa.

“ ….” Diana masih tak menjawab.

“Kenapa diam? Kamu tidak terima? Apa jangan-jangan kamu sedang berpikir ingin tidur sekamar denganku?”

Lagi-lagi Diana tidak menjawab. Dia hanya menatap santai pada lelaki bawel itu.

“Hmm. Si bisu ini! Jika ada barang-barang di sana kamu bisa memindahkannya. Aku masuk ke kamar dulu.” Abian lekas menarik dua kopernya menuju kamar tanpa memedulikan Diana.

Sementara Diana langsung berjalan menuju laci itu. Beruntung laci itu dalam keadaan kosong sehingga Diana bisa memasukan 4 stel baju yang dibawakan ayahnya dari kampung. 4 baju itu adalah baju paling bagus yang Diana punya.

“Sebenarnya sofa ini jauh lebih bagus dari tempat tidurku yang di kampung. Cuma aku tidak nyaman tinggal dengan monster aneh itu!” gumam Diana sambil melirik pintu kamar Abian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Kasihan Diana dihina terus sama mulut mercon si Abian
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   TAMAT

    Hari itu, ruangan dokter terasa lebih hangat dari biasanya bagi Abian. Dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, dia memandangi layar USG yang menunjukkan gambar bayi mereka yang kedua. Antusiasme terpancar dari matanya yang berbinar saat membayangkan kehadiran anggota keluarga baru."Semoga aja yang kedua perempuan. Jadi formasi keluarga kita bakalan lengkap. Tapi kalau laki-laki juga tidak masalah. Aku juga suka," ujarnya sambil terus menatap foto hasil usg, seolah bisa melihat masa depan keluarganya yang bahagia.Di sampingnya, Diana yang mendengar ucapan Abian itu menoleh dengan ekspresi yang rumit. Matanya yang tadinya memancarkan kebahagiaan kini seolah tertutup oleh awan kegelisahan. "Sebenarnya hubungan kita ini bagaimana sih Mas? Kita jadi cerai atau tidak?" tanyanya dengan suara yang mendadak serius.Abian menoleh, ekspresi bahagianya berganti dengan tatapan yang lebih dalam. "Kamu maunya gimana?" tanyanya, mencoba menggali perasaan dan keinginan Diana yang sebenarnya."Ak

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Posesif Parah Lagi

    Lupakan isi hati perempuan yang sulit dipahami. Abian berusaha memaklumi sikap Diana yang aneh karena wanita itu sedang hamil sekarang.Pagi harinya, Abian dikejutkan oleh kabar Diana yang pingsan mendadak. Dia dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan cairan.Abian saat itu cukup panik. Dia baru saja duduk di kursi kantor saat kabar itu datang. Tanpa basa-basi Abian langsung pergi menuju rumah sakit tempat Diana dilarikan.Sesampainya di rumah sakit ada kakeknya yang menunggu Diana. "Gimana keadaannya, Kek?" tanya Abian dengan wajah pucat pasi."Masih di dalam, dokter sedang menanganinya," jawab kakeknya sambil memandang lekat-lekat ke arah pintu ruang gawat darurat.Abian menghela napas berat. Pundaknya terasa seolah ditumpuk beban berat. Dia duduk di samping kakeknya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertanya lebih lanjut tapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya.Beberapa menit terasa seperti jam berlalu hingga akhirnya seorang dokter keluar dari ruang tersebut. A

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Lahhh??

    Diana menatap pintu kamar anaknya yang tertutup rapat, berharap suara lembut dari luar tidak akan membangunkan si kecil. Punggungnya terasa kaku, tangannya gemetar sedikit saat memegang gagang pintu. Ketika Abian berbicara, suaranya menimbulkan desas-desus yang menambah ketegangan di udara."Azka sudah tidur?""Sudah," sahut Diana, suaranya hampir tak terdengar, berusaha keras menyembunyikan kegugupannya."Kalau sudah selesai ayo tidur ke kamar. Bagaimanapun kita belum resmi cerai. Jadi usahakan jangan membuat orang salah paham," kata Abian dengan nada yang mencoba terdengar tenang namun Diana bisa mendengar sedikit kekecewaan di dalamnya.Kata-kata itu seperti jarum yang menusuk-nusuk perasaan Diana, membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Tanpa menjawab, ia melangkah pergi, meninggalkan Abian yang masih berdiri di ambang pintu. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah lantai di bawahnya menjadi lumpur yang menahan kakinya."Kamar kita masih sama kayak dulu. Ada di atas," sambun

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Kembalinya Diana

    Kakek Bram berdiri tegak di halaman villa, keriput di wajahnya semakin terlihat jelas, namun matanya masih tajam dan penuh semangat.Diana baru saja sampai di villa dan melihat sosok Kakek Bram yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Tubuh Kakek Bram tampak lebih renta, namun ia tetap berdiri tegap dan berkharisma."Kakek," sapa Diana dengan suara agak gemetar, mengetahui Kakek Bram pasti punya maksud tertentu mendatanginya.Kakek Bram tersenyum tipis, "Apa kabar Diana? Lama tidak berjumpa!""Kabar baik, Kek!" jawab Diana sambil berusaha tersenyum, menutupi rasa cemas yang menyelimuti hatinya."Ayo masuk, Kakek pasti sudah menunggu lama di sini kan," ajak Diana, berharap bisa mengalihkan pembicaraan.Namun Kakek Bram menggelengkan kepalanya pelan, "Maaf, Diana. Kakek tidak mau basa-basi. Kamu pasti paham tujuan Kakek ke sini buat apa."Diana menelan ludah, hatinya berdebar semakin kencang. Ia tidak tahu apa yang akan dibahas Kakek Bram, namun ia tahu, apa pun itu, pasti sangat pentin

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Pengalaman Hidup

    Diana menatap Prass dengan mata berkaca-kaca, seolah tak sanggup menahan kesedihan yang mendalam. Prass, yang sejak tadi mencoba menunjukkan sikap tegas, mulai merasa jantungnya berdegup kencang. Ia sadar, ini bukan hanya tentang kebahagiaan dirinya, tapi juga tentang Diana dan Bian."Maafkan aku, Mas Prass. Menurutku ini jalan terbaik untuk kita bertiga. Aku dengan jalanku, Mas Bian dengan jalannya, dan Mas Prass dengan langkah Mas sendiri," ungkap Diana dengan nada lirih.Prass mengepalkan tangannya, merasakan rasa kecewa yang begitu dalam. "Jadi begitu menurutmu. Jujur aku kecewa sekali dengan putusnya hubungan kita , Diana. Tapi aku cukup tercengang dengan isi pikiranmu. Menurutku kamu salah!"Diana terkejut, "Salah?""Hum. Kalau kamu masih sayang pada Abian. Kejarlah dia. Untuk apa kamu ikut menyerah?" kata Prass, mencoba menyadarkan Diana."Biar adil untuk Mas. Menurutku tidak etis jika aku berbahagia dia atas penderitaan orang," jawab Diana dengan suara terputus-putus."Sejak

  • Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir   Hikss.

    Diana merasa hampa, ia menatap lantai dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa mencegah Abian pergi meninggalkannya. Diana memang terlalu egois untuk mengatakan bahwa dirinya masih membutuhkan laki-laki itu.Saat sedang tenggelam dalam kesedihan, tiba-tiba pintu terbuka dan Firman datang. Firman, bapak Nuna yang dulunya jahat namun kini sudah bertobat."Nuna, apa yang terjadi?" tanya Firman cemas, melihat wajah anaknya yang sembab karena menangis. "Mas Bian baru saja pergi, Yah. Dia minta tinggal satu bulan di sini sebelum kita bercerai, dan sekarang waktunya sudah tinggal di sini habis," jawab Nuna dengan suara serak."Terus kenapa kamu nangis?" tanya Firman heran, berusaha menenangkan Nuna.Nuna menangis semakin keras, Firman mencoba merangkul dan mengusap punggung Nuna, berusaha memberi dukungan pada anaknya yang sedang berduka. Di tengah kekacauan hati ini, Diana merasa sendiri dan terluka, namun ia bersyukur masih memiliki Firman yang peduli dan siap mend

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status