Share

Menjadi Istri Pengganti Suami Kembaranku
Menjadi Istri Pengganti Suami Kembaranku
Penulis: Stefani

Pertemuan Si Kembar

"Kumohon jawab aku!”

Suara itu bergetar, sekalipun terdengar keras. Ekspresi panik tampak jelas di wajah Alice saat melihat darah yang bercucuran di kepala saudara kembarnya. Tampak keadaan Elisa yang memprihatinkan. Seluruh wajahnya berlumuran darah karena hidung dan pelipisnya yang terluka.

Beberapa saat lalu, Alice melihat sendiri mobil yang dikendarai adik kembarnya menabrak pembatas jalan tol dengan keras.

“El–” Ucapan Alice terhenti saat ia melihat kelopak mata Elisa yang kini ada di dekapannya perlahan terbuka.

“A-Alice ….” Suara Elisa nyaris tidak terdengar. Dengan lemah, wanita itu mengangkat tangannya yang berlumur darah untuk mengusap wajah Alice. “Maafkan aku … karena sudah merebut t-tempatmu ….”

Usai mengatakan kalimat yang membuat Alice bingung tersebut, Elisa jatuh tidak sadarkan diri, meninggalkan Alice begitu saja.

Beberapa saat yang lalu ….

“Kamu sekarang sudah menikah?”

Sepuluh tahun sudah berlalu sejak Alice meninggalkan rumahnya untuk mengejar mimpi, meninggalkan perintah wasiat sang ayah untuk menikah dengan orang yang tidak ia cintai. Sejak saat itu, Alice tidak pernah berhubungan dengan siapa pun dari negara ini.

Hingga akhirnya ia kembali, setelah sukses dan mampu membuktikan dirinya. Ia berniat mendatangi kediaman lamanya untuk menjemput ibu dan adik kembarnya.

“Eh, iya,” balas Elisa, tersenyum pada Alice, tampak sedikit kikuk. “Aku sudah punya suami.”

Melihat itu, Alice mengerutkan dahinya sejenak, ada hal yang berbeda dari senyuman adiknya. Namun, bisa jadi itu karena mereka lama tidak bertemu dan mengobrol seperti ini.

Untuk menutupi kecanggungan itu, Alice mulai bertanya, "Apakah adik iparku seorang yang baik? Apa dia tampan?"

"Nanti kukenalkan," jawab Elisa dengan tatapan mata lembutnya. Masih sama seperti dulu. "Kamu sendiri bagaimana kabarnya? Bagaimana petualangan yang kamu impikan selama ini?"

Alice yang peka tahu kalau Elisa berusaha mengalihkan topik. Tapi, ia pura-pura saja tidak peduli dan menjawab pertanyaan Elisa dengan ringan.

"Setidaknya hidupku lebih menarik daripada harus menerima perjodohan wasiat Ayah itu," jawab Alice, lalu meneguk kopinya. "Semua baik-baik saja kan, setelah pembatalan pernikahan itu?"

Anehnya, setelah pertanyaan itu terucap, Alice melihat bola mata Elisa bergerak gelisah.

"Emm, Alice ... aku–"

Sebelum Elisa menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba telepon milik Elisa berdering. Dia segera mengangkat panggilan itu.

"Ha–"

Ucapan Elisa langsung terpotong, entah apa yang diucapkan lawan bicaranya di seberang sana. Wajah wanita itu berubah pucat, tangannya pun tampak menggenggam erat ponsel. Alice merasa ada yang tidak beres di sana.

"B-baik, a-aku akan segera pulang."

Alice mengernyit. "Kenapa?"

"Alice, maafkan aku." Elisa buru-buru bangkit dari kursi. "Ibu mertuaku memintaku untuk segera pulang. Kita akan melanjutkan pembicaraan kita lain kali. Bolehkah?"

"Tentu saja, aku sekarang punya banyak waktu luang untuk bertemu denganmu Elisa."

Alice dan Elisa sama-sama berdiri dan berpelukan. Namun, ada hal aneh yang dirasakan Alice ketika dia memeluk Elisa. Pakaian adiknya itu terasa longgar, seakan Elisa tidak mengenakan baju sesuai dengan ukuran tubuhnya.

Lalu, bagaimana bisa adiknya ini begitu kurus? Alice tidak ingat Elisa sekurus ini di ingatannya.

Puncaknya, Alice melihat ada tanda kebiruan di bahu Elisa, saat ia memeluk sang adik tersebut. Pada momen baju Elisa yang kebesaran sedikit tersingkap.

"Elisa, bahumu...."

Elisa sepertinya menyadari. Ia buru-buru melepaskan pelukan sambil membenarkan pakaiannya. Ia pun segera pergi dari sana sebelum Alice menanyakannya.

"Elisa, tunggu!"

“Ada apa dengan Elisa? Memar apa itu?” pikir Alice.

Elisa adalah wanita yang lembut dan berhati-hati. Ia juga sangat teliti dan telaten dalam merawat tubuhnya. Tidak mungkin itu hanya memar karena terbentur sesuatu.

Wajah Elisa yang tiba-tiba pucat, sikapnya yang aneh, hingga memar itu, Alice mulai berpikiran tidak enak. Elisa yang dilihatnya tadi seperti orang asing. Wanita itu memang masih terlihat lembut, tapi tidak ada sinar di matanya.

Alice kemudian memutuskan untuk mengejar Elisa. Dia ingin mencari tahu apa yang adik kembarnya alami. Apakah itu berhubungan dengan pernikahannya? Kalau benar, Alice tidak akan tinggal diam.

Alice memasuki mobilnya dan segera berkendara menyusul laju mobil Elisa yang sudah sampai di depan lampu merah. Pada awalnya laju mobil Elisa masih stabil, sampai akhirnya memasuki jalan tol, lajunya bergerak semakin aneh dan tak terkendali, lalu menabrak pembatas tol.

***

“DOKTER! DOKTER!”

Alice langsung berteriak begitu sampai di rumah sakit. Teriakan Alice yang keras itu pun mengundang perhatian. Dan tak lama kemudian, Elisa langsung mendapatkan penanganan.

Alice mengusap wajahnya sambil menahan tangis. Bukan ini sambutan yang ia inginkan ketika kembali pulang setelah membangun karier militernya di luar negeri. Apalagi Elisa kecelakaan tepat di depan matanya.

‘Elisa tidak mungkin seceroboh itu dalam mengemudi. Dia anak yang hati-hati…’ Alice bergumam dalam hati. Kecelakaan Elisa ini agak mencurigakan baginya.

Seseorang dengan seragam rumah sakit menghampiri Alice. “Nona, apakah Anda kerabat pasien?” tanya seorang petugas pelayanan.

Alice mengangguk, “Iya, dia adalah adikku.”

“Silakan menyelesaikan administrasi data pasien dan pembayarannya,” ujar petugas pelayanan itu dengan ramah.

Alice membuka tas Elisa yang memang masih dibawa adiknya ketika kecelakaan. Alice baru mengambilnya ketika Elisa dibawa ke UGD.

Ia mencari kartu identitas Elisa untuk mengurus pembayaran administrasi. Tidak banyak barang yang Elisa bawa, hanya ponsel dan sebuah dompet kecil berisi kartu identitas dan uang 300 ribu. Ketika dia menemukan kartu identitas yang ada di dompet Elisa, tertulis nama 'Alice Welbert'.

Dahi Alice berkerut. "Kenapa dia memakai namaku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status