Share

The Wedding

Hari yang tidak diinginkan oleh Kania puk akhirnya tiba. Sekarang wanita cantik itu dengan di makeup oleh seseorang penata rias. Kedua temannya, Vita dan Jessie. Mendampingi Kania selama proses makeup itu berlangsung.

Kedua wanita cantik itu pun langsung menangis ketika Kania menceritakan tentang pernikahan rahasianya dengan Jeffrey, terutama ketika mereka mengetahui tujuan dari pernikahan itu. Mereka sama-sama tidak menyangka bahwa CEO ditempat mereka bekerja ternyata sangat tega melakukan hal menyedihkan itu kepada temannya.

Sebelum pernikahan harusnya mereka menikmati pesta lajang, bersenang-senang dengan sahabat dekat sebelum keesokan harinya akan menyandang predikat sebagai istri orang. Namun mereka bertiga justru malah menangis semalaman, saling berpelukan erat, tak ingin melepaskan Kania yang begitu baik menikah dengan Kania dan hanya berstatus istri rahasia bos nya itu.

“Nah sudah selesai, Nyonya.” ucap sang penata rias begitu hasil kerjanya sudah selesai. Kania menatap dirinya didepan cermin. Riasan sederhana yang semakin memancarkan kecantikannya, gaun pengantin yang dipilihkan Jeffrey memang sangat pas di tubuhnya, harganya jangan ditanya. Sangat fantastis! Bahkan lebih mahal dari gaji 5 bulan Kania bekerja sebagai sekretaris CEO.

Namun ia sama sekali tidak terkesan dengan semua itu, untuk apa makeup cantik dan gaun pengantin yang mahal, tetapi bukan pernikahan impian yang dijalani.

“Kania ...” Vita dan Jessie memeluk erat sahabatnya, dua wanita cantik itu malah tidak henti-hentinya menangis sedari tadi.

“Kau harusnya menikah dengan Johnny saja.” ucap Vita dengan air mata yang masih berlinang.

“Kau sangat cantik, Kania. Sayangnya kau menikah dengan pria yang tidak kau cintai. Kita berdua akan selalu ada jika kau membutuhkan kami.” Jessie menghapus air mata yang membasahi pipinya.

“Sudah jangan menangis lagi, kalian harus tersenyum dihari pernikahanku.” Kania mencoba tersenyum walaupun sangat menyakitkan, senyum yang terasa semakin getir.

Tiga wanita cantik itu kembali berpelukan erat sebelum akhirnya Kania dibawa oleh ayahnya karena prosesi pernikahan akan segera dilangsungkan.

Sebuah acara pernikahan yang sangat private, hanya dihadiri oleh keluarga Kania, Vita dan Jessie saja. Tidak ada pesta mewah dan meriah, tidak ada tamu-tamu yang memberikan ucapan selamat dan tidak ada dekorasi indah seperti pernikahan pada umumnya.

Pernikahan mereka pun diselenggarakan di gereja kecil di pinggiran kota Jakarta. Sangat jauh dari kediaman Jeffrey dan gedung perkantoran J.Inc

***

Upacara pernikahan yang dilaksanakan pada sore hari itu akhirnya selesai. Jeffrey membawa istri kecilnya itu menuju sebuah apartemen mewah miliknya, dan mulai sekarang Kania akan tinggal di sana.

“Kita dimana, Pak?” tanya Kania pada akhirnya, sedari tadi wanita cantik itu hanya diam menutup mulutnya.

“Kania ... tolong jangan memanggilku dengan sebutan, Pak, ketika kita sedang berduaan seperti ini.”

“Lalu, saya harus memanggil Bapak, apa?”

“Panggil aku dengan namaku, aku hanya bos mu ketika di kantor. Namun ketika sedang berdua saja, aku adalah suamimu.” ujar Jeffrey menatap mata Kani.

Apa tadi katanya? Suami? Bahkan Kania masih sangat asing dengan kata itu.

“Kau akan tinggal di sini mulai sekarang.” ucap Jeffrey tersenyum lembut. Mereka berdua memasuki sebuah apartemen yang sangat mewah dan luas, interiornya sangat modern dan berkelas.

“Ngomong-ngomong, di mana istri pertamamu tinggal?” sebenarnya Kania tak ingin menanyakan hal tersebut. Namun otaknya dipenuhi banyak pertanyaan tentang Jeffrey dan bagaimana rumah tangga pria Pratama itu dengan istri pertamanya, maka Kania pun memberanikan diri untuk bertanya.

“Dia tinggal di Mansion utama, kapan-kapan kau harus kesana untuk berkunjung, Luna mengatakan dia sangat ingin bertemu denganmu. Dia sangat senang ketika mengetahui bahwa yang menjadi istriku adalah sekretarisku.” ucap Jeffrey, dan Kania hanya menanggapinya dengan senyum meremehkan.

“Ini kamarmu, hmm ... maksudku kamar kita.” Jeffrey membuka pintu berwarna putih, menunjukkan kepada Kani sebuah kamar luas dengan sebuah ranjang ukuran king size.

“Baiklah, aku akan beristirahat dahulu, badanku lelah.” ucap Kania melangkahkan kakinya memasuki kamar besar itu.

“Kania, besok kau masuk kerja seperti biasa. Namun aku mempunyai permintaan padamu.”

“Permintaan apa?”

“Ketika di kantor, jadilah sekretarisku seperti biasanya, jangan sampai ada satu orangpun tau bahwa kita sudah menikah. Kau mengerti, 'kan?”

Ucapan Jeffrey lagi-lagi menyadarkan tentang statusnya, Kania harus selalu ingat bahwa ia hanyalah istri rahasia Jeffrey, tak boleh ada orang lain yang tau. Bahkan mereka harus menyembunyikan pernikahan dari para staf dan karyawan kantor.

Kani hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Baik. Aku selalu ingat, bahwa aku hanyalah is-tri ra-ha-sia-mu.” ucap Kania menekankan kata-kata diakhirnya.

“Namun tolong jangan ganggu aku jika ada laki-laki lain yang mendekatiku.” ucapan Kania sontak membuat Jeffrey langsung menggenggam kedua bahunya.

“Tidak bisa seperti itu, Kania. Bagaimana pun kau adalah istriku. Tidak boleh ada pria lain yang mendekatimu.”

“Kenapa seperti itu, Jeffrey? Para laki-laki di perusahaanmu tak ada yang tau kan kalau kita sudah menikah, mereka hanya tau kalau aku masih wanita single yang tak memiliki pacar.” entah keberanian dari mana. Namun Kani mengatakannya dengan suara yang tegas.

“Jangan macam-macam, Kania Pratama! Atau aku akan memecat para pria sialan yang mencoba mendekatimu.” Jeffrey menaikkan oktaf suaranya, cengkraman tangan pada bahu Kania semakin menguat.

“Jangan egois, Kania Pratama! Kau saja punya istri lain, lalu mengapa aku tidak?!”

“Kania Pratama!” suara Jeffrey semakin meninggi mendengar setiap kalimat yang diucapkan Kania.

“Apa?! Kau keberatan? Kalau begitu ceraikan saja aku, gampang 'kan?”

“Terserah kau saja, aku akan keluar sebentar. Kau bersiaplah karena aku akan menjadikanmu istriku seutuhnya malam ini.” ucap Jeffrey melepas cengkraman tangannya, pira tampan itu melangkah keluar dari apartemen.

Setelah Jeffrey pergi, Kania langsung mendudukkan dirinya di sisi ranjang. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannyaㅡ mulai menangis sekencang-kencangnya, meluapkan segala sesak yang selama ini ia pendam.

Pernikahan yang tak pernah Kania inginkan akhirnya harus ia rasakan.

***

Jeffrey mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, suasana hatinya tidak sedang baik-baik saja. Jeffrey tak menyangka bahwa Kania sudah mulai berani kepadanya.

Mobil berwarna hitam mengkilap itu memasuki halaman luas Mansionya, ia bermaksud untuk menemui Luna, karena Jeffrey sudah meninggalkan istri pertamanya itu dari pagi.

Langkahnya tergesa menuju kamar Luna, dengan perlahan tangan Jeffrey memutar gagang pintu. Dilihatnya sang istri sudah tertidur pulas, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Luna biasanya sudah tidur di jam delapan malam.

Jeffrey duduk di sebelah istrinya, mengusap lembut rambut sang istri yang semakin tipis karena efek dari kemoteraphi, kemudian ia kecup lama dahi istrinya.

Tiba-tiba saja Luna terbangun saat merasakan kecupan bibir Jeffrey pada dahinya, wanita berwajah kelinci itu membuka matanya perlahan.

“Engh? Jeffrey?” ucap Luna dengan suara serak khas bangun tidur, ia sangat heran mengapa Jeffrey ada di dalam kamarnya? Seharusnya pria tampan itu sedang menikmati malam pertama dengan Kania.

“Maafkan aku membangunkanmu.” Jeffrey tersenyum lembut.

“Kenapa kau ke sini? Harusnya kau sedang bersama, Kania.”

Tentu saja Luna Pratamaㅡ istri pertama dari Jeffrey itu tau bahwa suaminya ini sudah menikah dengan sekretarisnya. Itu adalah saran darinya, ia tidak bisa memberikan keturunan bagi Jeffrey sebagai penerus untuk perusahaan kelak. Dan sang kakek terus menerus menanyakan hal itu. 

Luna tau bahwa dirinya tidak akan bisa mempunyai anak, penyakit Leukimia akut yang dideritanya menyebabkan ia tidak bisa mempunyai keturunan. Akhirnya Luna memberikan saran agar suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Dan perempuan itu adalah pilihan Luna, sekretaris suaminya di kantor, Kania Rahma Atau bahkan sekarang sudah bisa dipanggil Kania Pratama

“Aku ingin bertemu denganmu sebentar, aku merindukanmu.” Jeffrey kembali mengusap rambut Luna.

“Bagaimana upacara pernikahan kalian? Berjalan lancar?” sebuah senyuman terukir di wajah Luna.

“Ya, semua berjalan lancar. Kani juga sudah pindah ke apartemen yang baru.”

“Syukurlah, aku sangat senang mendengarnya. Kapan-kapan jangan lupa ajak Kania kemari, aku sangat ingin bertemu dengannya.”

“Kau tidurlah kembali, biar aku temani sampai kau tertidur.” Kania kembali mengecup kening Luna, dan tak lama kemudian wanita berwajah kelinci itu pun kembali memasuki alam mimpinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status