Happy Reading!
"Di mana suamiku?"tanya Meysa saat ia tak melihat sang suami ketika ia akan berangkat ke puncak."Tuan sudah berangkat tadi pagi, nyonya. Katanya ada rapat penting."ucap Mawar yang kini sedang sibuk memasukkan semua barang yang diperlukan nyonya nya selama di puncak ke dalam mobil.Meysa berdecak. Revan memang bukan tipe suami perhatian tapi untungnya dia punya uang yang banyak."Baiklah. Aku pergi. Jaga rumah dan yang paling penting kamu harus mengawasi suamiku. Segera telpon aku jika dia terlihat mencurigakan." pesan Meysa. Jujur saja ia tidak percaya jika suaminya setia mengingat pernikahan hambar yang mereka lewati. Namun meski curiga ia tidak dapat menemukan satu buktipun kalau suaminya berkhianat.Mawar mengangguk gugup."Baik nyonya."Setelah nyonya nya pergi, Mawar segera memasuki rumah dan mulai bekerja membersihkan seluruh ruangan. Kalau ia tidak membutuhkan uang untuk biaya berobat adiknya, mungkin sekarang Mawar sudah mengundurkan diri. Tapi mau bagaimana? Ia butuh pekerjaan untuk menghasilkan uang. Harga dirinyapun rasanya tidak begitu berarti dibanding nyawa adiknya yang kini sedang terancam di rumah sakit.Sekedar informasi, Mawar berusia delapan belas tahun, beda lima belas tahun dari tuan Revan yang kini berusia tiga puluh tiga tahun. Pertama kali menerima tawaran kerja di rumah ini, sejujurnya Mawar sudah merasa aneh. Di rumah sebesar ini mereka hanya mempekerjakan dirinya saja sedang beberapa pekerja lain seperti tukang kebun atau supir hanya dipanggil ketika perlu. Berbeda dengan dirinya yang diharuskan untuk menginap.Mawar juga tidak melihat satupun foto pernikahan tuannya, sepertinya mereka menikah tanpa restu dari orang tua tuan Revan karena Mawar tidak pernah melihat mereka datang. Berbeda dengan ibu nyonya Mesya yang hampir setiap akhir pekan berkunjung."Kenapa aku peduli. Itu adalah urusan tuan dan nyonya."gumam Mawar lalu fokus mencuci piring hingga ia merasa perutnya mual.Mawar berlari ke kamar mandi yang ada di dapur lalu berjongkok untuk memuntahkan isi perutnya.Huekk huekkMawar meremas perutnya yang terasa nyeri lalu mencuci mulut saat rasa mual di perutnya berkurang.HuekkMawar menutup mulutnya saat rasa mual kembali datang.Namun saat ia ingin kembali muntah, bell tiba-tiba saja berbunyi membuat tubuh Mawar menegang.Mawar berdiri sambil memegang dinding karena tubuhnya yang lemas. "Siapa ya? Apa tuan Revan?"gumam Mawar. Tapi tidak mungkin tuan Revan mengetuk pintu dan rumah ini juga hampir tidak pernah kedatangan tamu.Namun karena bell terus berbunyi, Mawar memutuskan untuk memeriksanya. Ia membutuhkan banyak waktu untuk mencapai pintu karena tubuhnya yang masih lemas.ceklekMawar memutar kunci dan membuka pintu hingga nampaklah seorang wanita dan pria paruh baya. Dari pakaian nya Mawar tahu mereka adalah orang kaya.'Mungkin mencari tuan Revan.' batin Mawar lalu tersenyum kepada kedua tamunya."Silahkan masuk!"ajak Mawar ramah, membuat kedua tamunya melangkah masuk."Di mana Revan?""Sudah berangkat ke kantor, mungkin akan kembali sore nanti." jawab Mawar jujur."Begitu ya?"Mawar mengangguk. "Silahkan duduk! Saya akan membuatkan teh."ucap Mawar sopan lalu melangkah menuju dapur."Menurut papa bagaimana?"tanya Widya pada suaminya."Sepertinya kita salah menilai pilihan Revan, mah." balas sang suami membuat Widya mengangguk.Saat itu ia dan suaminya memang langsung menolak merestui pernikahan putranya dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya. Apalagi saat itu mereka memang telah memilihkan jodoh untuk Revan. Tapi Revan malah kekeh menikahi kekasihnya dan rela meninggalkan rumah."Harusnya dulu kita tidak terbawa emosi dan membiarkan Revan mengenalkan calonnya dulu."ucap Widya yang diangguki oleh Bram."Sekarang waktunya kita memperbaiki semuanya, mah. Lagipula papa lihat dia adalah wanita yang sederhana." ucap Bram yang diangguki oleh Widya.Mawar datang dengan nampan besar di tangannya. Ia menyajikan teh dengan telaten kemudian menghidangkan kue hasil buatannya tadi malam."Silahkan dicicipi dan maaf karena hanya ada ini."ucap Mawar sopan dengan senyum manis membuat Widya dan Bram terpana. Oke. Sekarang mereka paham. Mungkin putra mereka yang sebelumnya hobi bermain wanita itu tunduk pada istrinya karena senyumannya yang tulus.Widya tersenyum. "Kenapa duduk di sana? Ayo kemarilah! Duduk di dekat mama." ucap Widya membuat Mawar melotot kaget."Mama?"tanya Mawar heran.Widya mengangguk. "Iya, mama. Mulai sekarang kamu harus membiasakan diri memanggil mama." ucap Widya membuat Mawar menggeleng tak mengerti."Tapi kenapa?" tanya Mawar membuat Widya tersenyum."Karena kami adalah orang tua Revan, mertuamu." Jawab Bram membuat Mawar terkejut. sepertinya ada kesalahpahaman disini namun saat ia ingin menyangkal, perutnya tiba-tiba kembali mual.HuekkMawar menutup mulutnya dan segera berlari menuju dapur."Mah." Bram menatap istrinya membuat Widya segera berlari menyusul menantunya.huekk huekkMawar kembali berusaha muntah namun tidak ada yang keluar. Akan tetapi rasa mualnya semakin menjadi hingga membuat kepalanya terasa berputar.Tubuh Mawar melemas tepat saat Widya masuk.Melihat menantunya yang pingsan, Widya langsung berteriak memanggil suaminya."Bawa ke kamar, pah!"titah Widya yang diangguki oleh Bram. Dia segera menggendong tubuh menantunya itu menuju kamar sedang Widya segera menelpon dokter.Tak lama, dokter datang dan langsung memeriksa keadaan mawar."Maaf, di mana suaminya?" tanya dokter."Dalam perjalanan, dokter. Katakan saja pada kami. Kami adalah mertuanya." ucap Widya. Ia memang sudah menghubungi putranya tadi setelah menelpon dokter.Dokter mengangguk. "Menurut perkiraan saya, menantu ibu sedang hamil."DegWidya dan Bram langsung saling pandang dengan senyum yang merekah. Mereka sangat bahagia karena akan mempunyai cucu."Benarkah dokter?"tanya Bram cepat.Dokter mengangguk. "Saya sarankan agar menantu ibu dibawa ke rumah sakit untuk memastikan kehamilannya." ucap dokter yang langsung diangguki oleh Bram dan Widya."Tentu dokter. Setelah ini kami akan langsung ke rumah sakit." ucap Widya lalu segera menaiki tempat tidur.Widya menyentuh perut Mawar yang terbalut dress lusuh. Sebenarnya apa yang ada dipikiran putranya itu hingga memberi istrinya pakaian tak layak pakai seperti ini. Tapi tidak masalah. Sekarang ia ada di sini. Ia akan lebih memperhatikan menantu perempuannya itu."Oh Tuhan! Terima kasih telah menyadarkan ku disaat yang tepat."ucap Widya penuh syukur. Jika ia terlambat menyadari kesalahannya mungkin sekarang ia tidak akan mendengar kabar sebahagia ini.'Aku akan segera memiliki cucu.' batin Widya takjub.BersambungHappy Reading! Oekk oekk oekkSuara tangisan bayi pecah memenuhi isi kamar. Semua orang yang ada di kamar tersenyum lega.Revan sendiri langsung memberikan ciuman pada bibir Mawar."Terima kasih, sayang. Terima kasih." ucap Revan bahagia.Mawar tersenyum tipis lalu melirik bayi mereka yang berada di tangan bibi Sinta. Bayi kecil itu masih dipenuhi oleh darah."Tangisannya sangat kuat."ucap mama Widya haru lalu mengelus kepala menantunya."Selamat sayang. Sekarang kamu sudah menjadi ibu." ucap mama Widya lalu mengecup kening Mawar.Mama Widya juga menatap putranya. "Selamat, nak. Sekarang keluarga kecil kalian sudah lengkap."Revan mengangguk penuh kebahagian lalu menatap bayinya yang sedang dibersihkan. Tidak lama, Sinta mendekat dengan bayi yang sudah bersih dan berselimut.Sinta meletakkan bayi kecil itu di samping tubuh Mawar."Terima kasih, bibi."ucap Mawar lemah membuat Sinta mengangguk."Sama-sama, sayang."Setelah itu Sinta beranjak untuk merapikan semua peralatannya dan membi
Happy Reading!Revan menatap perut besar Mawar yang bergelombang karena tendangan bayi. Bahkan Revan melihat kaki bayi yang tercetak jelas di permukaan perut Mawar."Hi sayang, apa kau mendengar papa?" tanya Revan memulai dialog dengan buah hatinya.DughRevan tersenyum lalu mengecup bekas tendangan bayi mereka. "Kau mendengar papa kan? Cepatlah keluar nak. Papa sudah membeli mobil baru untuk mengajakmu jalan-jalan." ucap Revan membuat Mawar tertawa di tengah ringisannya.Dugh"Jet pribadi? Kau ingin papa membeli jet pribadi?" tanya Revan seolah bayinya mengatakan sesuatu.Dugh"Tidak perlu beli. Papa sudah punya." Ucap Revan bangga sedang Mawar hanya terkikik geli."Kapal selam? Jangan kapal selam nak, mamamu mabuk laut." Ucap Revan yang terus bicara."Tambang batubara? Itu memang punyamu, nak.""Tambang minyak? Itu punya kakekmu tapi akan papa rampas untukmu."DughRevan segera merespon tendangan calon bayinya."Apa? Adik?" Kaget Revan lalu menatap Mawar. "Anak kita meminta adik." b
Happy Reading!Ugh""Ada apa? Sakit lagi?" tanya Revan khawatir.Mawar menggeleng lalu mengatur napas. Rasa nyeri seperti ini sudah ia rasakan tiga hari yang lalu tapi saat ke rumah sakit, dokter bilang ia belum akan melahirkan."Apa bayinya baik-baik saja?"tanya Mawar pelan menatap suaminya. Pasalnya ini sudah lewat dari HPL dan belum ada tanda-tanda akan melahirkan.Revan mengusap perut besar Mawar lalu tersenyum."Dokter hanya bisa memperkirakan tapi tuhan yang menentukan." ucap Revan berusaha tenang tapi sebenarnya dia juga ketar ketir. Aneh sekali, hpl sudah lewat, perut Mawar juga sudah turun dengan posisi kepala sudah dijalur lahir tapi kenapa belum melahirkan juga."Tapi__""psstt_ sekarang masih mau lanjut atau kembali ke kamar?" tanya Revan menyudahi pembahasan tentang kelahiran sang anak.Mawar menunduk memandang perutnya yang besar lalu berkata pelan. "Lanjut saja." ucapnya lalu mulai kembali melangkah dibantu oleh Revan.Lima belas menit mengelilingi taman membuat tubuh Ma
Happy Reading!Mawar mengernyit lalu membawa gelas kecil berisi cairan berwarna keruh itu ke depan hidungnya."Enghh_hueek" Mawar segera menjauhkan gelas itu lalu menatap horor ke arah nenek Hatun."Ini minyak sayur. Bagus untuk memperlancar persalinan. Biar nanti bayinya licin dan cepat keluar." ucap nenek Hatun yang kembali mendekatkan gelas kecil itu kehadapan Mawar."Tapi nek__" Mawar menghela napas lalu mengambil gelas itu. Percuma ia mendebat karena akhirnya ia pasti harus tetap meminum cairan aneh itu."uekk" Mawar mendongak berusaha menahan air matanya yang mendesak untuk keluar."Jangan cium baunya. Langsung telan saja!" tegur nenek Hatun gemas.Mawar menutup hidungnya lalu meminum minyak aneh itu dengan cepat."Ugh_huekk" Mawar menutup mulutnya berusaha menahan hasratnya untuk muntah."Minum ini!" titah nenek Hatun membuat Mawar menggeleng cepat. Sekarang ia harus minum apalagi?"Ini air gula."Mawar segera merebut gelas itu dari tangan nenek lalu meneguknya hingga tandas."
Happy Reading!Mawar melenguh pelan kemudian membuka matanya. Tatapannya langsung melirik ke arah jam yang ada di dinding.Jam dua malam.Mawar kemudian menatap ke arah samping dan tidak menemukan suaminya di sana. Kenapa suaminya akhir-akhir ini terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya."Shh_hh" Mawar perlahan bangun dengan memegang perut besarnya yang sudah memasuki usia sembilan bulan."Di mana mas Revan?" gumam Mawar lalu dengan tertatih turun dari tempat tidur.Mawar merapikan pakaiannya kemudian melangkah keluar dari kamar. Keadaan rumah yang gelap membuat Mawar melangkah cepat menuju ruang kerja suaminya. Ceklek"Mas"Mawar termangu karena ternyata suaminya tidak berada di ruang kerjanya."shh" Mawar meringis karena tiba-tiba tubuhnya merinding kemudian bergegas menutup pintu ruang kerja suaminya.Mawar melangkah kembali menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Mawar langsung mencari ponselnya. Jika tidak ada di kamar atau di ruang kerjanya, maka kemungkinan besar suaminya belu
Happy Reading!Tasya tersenyum lalu melangkah memasuki dapur."Sedang apa?"Revan berbalik kaget. Ia pikir Tasya dan keluarganya sudah pulang tapi kenapa wanita itu masih di sini.Seolah mengerti kebingungan Revan, Tasya segera menjelaskan. "Nenek memintaku untuk menginap di sini."Revan diam lalu lanjut mengaduk susu yang ia buat. "Nenek bahkan memintaku untuk tinggal.""Hm." Revan segera beranjak pergi dari dapur dengan segelas susu meninggalkan Tasya yang mendengus kesal karena perkataannya tidak ditanggapi.CeklekMawar segera menutup telponnya saat suaminya datang."Siapa?" tanya Revan setelah menutup dan mengunci pintu."Arga." jawab Mawar lalu menerima segelas susu yang suaminya berikan.Setelah menghabiskan susunya, Mawar langsung meletakkan gelas di atas meja lalu menatap suaminya."Mas_""hm?""Siapa perempuan tadi?"tanya Mawar membuat Revan mendongak menatap istrinya."Kau bertanya karena penasaran atau cemburu?" tanya Revan membuat Mawar diam sesaat lalu menjawab."Aku ha