Tadi sebelum kamu datang, Ummi sengaja mendengarkan percakapan antara Anjani dan Zahira di meja makan. Saat itu Anjani sedang memberi Zahira pengertian, tentang kehadiran Mommy di hidupnya tidak akan mengurangi porsi kasih sayang Daddy terhadapnya, seperti yang selama ini dia pikirkan. Anjani menjelaskan menggunakan buah apel sebagai perumpamaan. Ummi lihat dia sangat berbakat dalam hal pengasuhan anak," puji Ummi Fahira terang-terangan di hadapan dr. Ahmad."Menggunakan buah apel? Gimana itu, Mi?" tanya dr. Ahmad penasaran. Ummi Fahira lalu menceritakan apa yang didengarnya tadi. Sedangkan dr. Ahmad hanya mendengarkan dengan sesekali manggut-manggut dan tersenyum penuh makna."Jadi belum sempat Zahira menjawab, Ahmad sudah datang?" "Iya, jadi Ummi pun tak tahu apa jawaban Zahira," jelas Ummi Fahira."Tapi Ahmad yakin Zahira bisa menyerap apa yang Anjani sampaikan. Dia anak yang sangat cerdas dan kritis. Semoga saja," sahut dr. Ahmad penuh harap."Aamiin." Ummi Fahira mengaminkan.
Bab 11 MJDMPAnjani dan dr. Ahmad kini tengah terduduk di sebuah bangku taman belakang. Mereka duduk bersebelahan, tetapi dengan jarak yang cukup jauh. Sejenak suasana di antara mereka hening, hanya ada angin yang bertiup membuat jilbab segi empat yang dikenakan Anjani berkibar-kibar. Anjani tertunduk, tak berani membalas tatapan dr. Ahmad yang terasa mengintimidasi. "MasyaAllah, di tiga puluh lima usiaku, memang sudah saatnya aku untuk menikah. Ada dorongan dari dalam diri yang perlu disalurkan, ada kebutuhan yang butuh dipenuhi, dan ada keinginan yang butuh dipuaskan.Anjani, dia memang wanita biasa, sederhana dan apa adanya. Akan tetapi, setelah mendengarkan penuturan Ummi dan mengingat rencana yang tengah kami susun, rasanya memandang Anjani terasa berbeda.Ada khayalan tentang masa depan yang indah bersamanya. Benarkah ia jodoh yang sudah kunanti selama ini? Dia kah wanita yang telah Allah siapkan untuk menyempurnakan iman dan diri ini? Dia kah wanita yang akan menjadi ratu di
Bab 12 MJDMP"Saya ingin, kamu ... fokus mengurus putri saya, An, menjadi baby sitter untuk putri saya–Zahira. Saya lihat Zahira nyaman bersama kamu, bagaimana? Apa kamu bersedia, An?" tanya dr. Ahmad, menahan diri untuk bertanya lebih, sebab merasa belum saatnya."Baby sitter, Bib?" tanya Anjani memastikan."Iya, jadi pekerjaan kamu hanya mendampingi Zahira, membersamainya di setiap aktivitasnya. Untuk pekerjaan rumah seperti bersih-bersih dan mencuci, saya akan datangkan ART baru. Tapi untuk memasak ... sebenarnya saya cocok dengan rasa masakan kamu, An. Ya walaupun saya baru mencicipinya sekali, tapi kamu berhasil menyajikan rasa yang pas untuk menu favorit saya. Dan saya suka itu.Jadi untuk masak, mungkin saya minta tetap kamu saja, ya? Tapi sesempat kamu saja, tetap fokus utama kamu Zahira. Saya tahu akan sulit membagi waktu untuk mengurus Zahira sekaligus mengurus dapur, karena itu, saat kamu tidak sempat, kamu bisa meminta tolong Art yang akan menjadi partner kamu. Jadi fleks
"Sangat, An. Sangat istimewa," jawab dr. Ahmad begitu yakin.Sejenak suasana di antara mereka menjadi hening. Sebelum akhirnya suara dr. Ahmad memecah keheningan. "Oh iya, An. Untuk standar gaji Baby Sitter memang berbeda, jadi saya akan menaikkan gaji kamu sesuai dengan posisi kamu saat ini. 3.500.000 adalah gaji kotor dari saya, belum termasuk bonus jika memang ada hal yang membuat saya perlu memberikan kamu bonus." dr. Ahmad melanjutkan pembicaraannya mengenai pengangkatan Anjani menjadi Baby sitter Zahira."Alhamdulillah, terima kasih, Bib.""Sama-sama. Dan sesuai apa yang tadi saya katakan, saya akan berikan gaji pertama kamu sebagai ART juga pesangonnya sekaligus." dr. Ahmad melanjutkan ucapannya."Untuk itu tidak usah, Bib. Saya hanya bekerja sebagai ART selama dua hari, lagi pula, pekerjaan saya yang sekarang juga dari Habib, kan?" Anjani menolak halus. Merasa tahu diri sebab keluarga ini sudah begitu baik terhadapnya."Itu hak kamu, An. Setiap pekerja yang saya berhentikan,
Bab 13 MJDMPBeberapa detik kemudian, dr. Ahmad masih terdiam, mencerna pertanyaan Anjani."Kenapa kamu bertanya seperti itu, An?" tanya dr. Ahmad heran. Pasalnya, hal yang ditanyakan Anjani itu merupakan suatu hal yang tabu."Maaf, Bib, kalau pertanyaan saya terlalu sensitive. Saya hanya ingin tahu saja, apakah benar adanya kasus seorang wanita lahir tanpa lubang mahkota. Sebab hal seperti ini terjadi di kampung saya, akan tetapi saya tidak tahu persis kebenarannya seperti apa," jawab Anjani tak sepenuhnya berbohong.Habib Ahmad mengangguk-angguk paham."Memangnya di daerah mana kampung kamu, An?" tanya dr. Ahmad penasaran, sebab hak seperti yang diceritakan Anjani sangatlah langka, sehingga jika memang hal itu terjadi di sekitarnya, ia merasa perlu melakukan study dan penyuluhan."Saya berasal dari desa Sumber Asri, Bib.""Sumber Asri? Kayak nggak asing di telinga zaya, masih di daerah Bangil ya, An?" tanya Bib Ahmad memastikan."Iya, Bib.""Owalah, kamu orang sini sendiri toh tern
"Kalau itu tergantung, jika dia memiliki ovarium yang sehat, maka dia bisa reproduksi, tetapi jika ovarium terganggu atau tidak sehat, bahkan wanita yang memiliki bentuk V sempurna pun tak akan bisa memiliki keturunan.Sebab persoalan itu berkaitan dengan kesehatan rahim. Di samping itu juga tergantung takdir Allah.Pada intinya, tetap semua itu tergantung pada takdir-Nya, An. Seberapapun masalah yang Allah berikan, Allah juga sudah menyiapkan jalan keluarnya. Asalkan sebagai hamba, kita terus berikhtiyar, meminta, sabar dan tawakkal," terang dr. Ahmad membuat hati Anjani lebih tenang. Dalam hati ia bertekad, setela urusan dengan Supeno kelar, ia akan mulai menabung untuk melakukan pengobatan."Terima kasih banyak atas penjelasannya, Dok. Maaf sudah membuat Dokter harus melayani konsultasi di luar jam kerja," ucap Anjani dengan senyuman manisnya."Khuhus untuk kamu saya akan buka jam kerja selama 24 jam, An," jawab dr. Ahmad tulus."Haha, Habib bisa aja. Bisa-bisa Habib rugi ntar, seb
Bab 14 MJDMP"Sama saya, Bib?" tanya Anjani reflek."Iya, An. Saya pikir, saat saya datang bersama kamu akan lebih memudahkan akses saya untuk bertemu dengan penderita agnesis vagina itu. Kamu mau, kan? Sekalian kamu bisa menjenguk orang tua kamu di rumah. Saya juga ingin mengenal keluarga kamu," jelas dr. Ahmad megutarakan maksudnya.Sedangkan Anjani semakin merasa bingung dengan situasi yang sedang terjadi, "Ya Allah ... Bagaimana ini? Kenapa malah jadi seperti ini situasinya? Padahal niatku hanya ingin mendapatkan kejelasan akan kondisiku, tapi kenapa justru hal ini menjadi bomerang bagiku?" batin Anjani sambil meremas tangannya, cemas."An, kamu dengar saya, kan?""Ehm, iya, Bib." Anjani menjawab dengan sedikit kikuk."Jadi bagaimana? Kamu bersedia, kan? Apa ada yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya dr. Ahmad merasakan kejanggalan pada perubahan ekspresi Anjani."Ehm, iya, Bib. Soal penderita agneses vagina di kampung saya itu, dia sudah pergi dari sana untuk merantau ke kota,
Keduanya lalu berjalan bersama menuju pintu belakang untuk kembali ke tempat masing-masing, saat berada di depan pintu belah kupu-kupu yang hanya terbuka separuh, keduanya sama-sama menghentikan langkah."Silakan, Bib," ucap Anjani mempersilakan majikannya untuk masuk terlebih dahulu."Silakan kamu duluan, ladies frist!" jawab dr. Ahmad yang justru meminta Anjani untuk masuk terlebih dahulu.Merasa tak enak hati, Anjani berniat menolak, "Tapi, Bib! Seharusnya seorang tuan yang memasuki pintu terlebih dahulu, baru pelayan." Anjani memberikan argumentnya dengan merendahkan diri."Kamu menganggap saya tuanmu?"Anjani mengangguk."Kalau begitu, kamu harus mentaati perintah saya. Masuklah terlebih dahulu," lanjut dr. Ahmad memberi perintah.Walau merasa sungkan, Anjani akhirnya menurut dan masuk mendahului dr. Ahmad, ia melintas di hadapan dr. Ahmad seraya menundukkan tubuhnya, sopan.dr. Ahmad tersenyum menyaksikan Anjani yang melintas di depannya. Setelah itu segera menyusul masuk dan mem