Nia pov
Nana dengan manja menempelkan telinga dan tangannya pada perut besarku, karena itu selalu penasaran dan ingin tahu dan merasakan setiap adiknya bergerak di dalam sana.
Ini salah satu cara Nana agar kami sama-sama bisa tersenyum dan terhibur, karena setelah kejadian tadi sore di teras, Nana tidak berani keluar selain berdiam diri di dalam kamar sembari bersembunyi akibat rasa takutnya atas kedatangan mas Bayu, terlebih ia membuat keributan tadi siang.
"Ma! Kata ibu. Besok dede hafiz lahir, ya? Beneran, ma." Aku tersenyum mendengar pertanyaan Nana perihal penjelasan ibu alias mbak Ema, aku sengaja meminta Nana memanggil ibu, karena ketulusan mbak Ema dan mas Anton pantas mendapatkan panggilan itu sejak Nana masih kecil.
Ku usap surai panjang Nana sembari tersenyum, meski keadaan ku sangat drop akibat perdebatan tadi siang. Tapi aku tidak ingin lemah di hadapan Nana, aku ingin terlihat kuat sampai waktunya tiba.
"Nana sudah tidak sabar ingin melihat dede Hafiz, apa dede hafiz mirip dengan Nana atau tidak, ya?" Ocehan Nana mengembangkan senyum di bibirku, karena setiap celotehnya mampu membuatku melupakan sedikit rasa sakit, meski hatiku selalu dirundung kesedihan.
"Nana, mau berjanji pada, mama. Kan? "Kutatap mata indah Nana dengan lembut dan sabar, saat ia membalas tatapan ku dengan polos.
"Tentu ma, Nana akan berjanji. Memangnya Mama mau Nana janji apa? " Polos gadis kecil itu, sembari meyakinkan aku jika dia akan menuruti keinginan ini.
Jujur, hatiku teriris saat mendengarnya, karena ini adalah pertemuan terakhir kami, meski ada sedikit kemungkinan. Tapi aku tidak ingin banyak berharap dan aku ingin Nana kuat jika kemungkinan buruk akan terjadi.
Nana menunggu sembari duduk di samping ku dengan manja.
"Janji, ya. Nana harus menjadi anak yang kuat. jika Mama pergi. Nana harus menjadi anak yang baik, jangan cengeng. Nana harus bisa menjaga dede Hafiz kelak, jika Mama tidak ada. Nana bisa, kan? "
Nana mendongak memperhatikan wajahku dengan teliti.
"Memangnya, Mama mau pergi kemana?"tanya Nana serak.
Kuusap sayang pipinya sembari tersenyum, senyum yang ku buat begitu manis di hadapannya.
"Apa Nana boleh ikut, ma. "Ulangnya dengan nada yang serak.
Kutepis rasa getir dan sesak di dadaku dengan tersenyum. Padahal hatiku sangat sakit dan remuk saat mengingat beberapa jam lagi semua akan berbeda. Tapi inilah yang harus aku lakukan, telat ku sudah bulat dan aku harus menjelaskan semua pada Nana. Aku hanya ingin Nana tidak bersedih dan tidak mencariku, jika ia telah mengetahui semuanya.
"Tidak sayang. Bukankah Mama minta Nana untuk menjaga dede, hafiz. Nana harus menepati berjanji sayang, Mama mohon hanya itu permintaan mama padamu. "
Seketika air mata Nana luruh tak terbendung bersamaan dengan anggukkan, tanda ia menyanggupi janjinya.
"Hiks … Nana janji Mama … hiks ... Nana akan menjadi anak baik. Nana akan selalu kuat … Hiks … Hiks ... Nana tidak akan cengeng ma … hiks ... Nana juga akan jagain dede Hafiz untuk Mama nanti, seperti janji Nana.
Hatiku terasa di remas-remas saat tangisan Nana pecah, tapi aku tidak bisa berbuat banyak selain menenangkannya.
"Pintar anak Mama, Mama pegang janjimu nak. " Pujiku sembari mengusap rambut panjangnya dengan sayang.
"Hiks ...Tapi Mama akan pergi kemana? Hiks … Apa Mama juga akan meninggalkan Nana seperti Papa? Hiks …. "Seketika aku menggeleng, dengan sekuat tenaga ku tanah air mata ini agar tidak tumpah meski sedari tadi mataku telah berkaca-kaca.
"Mama hanya ingin istirahat sayang. Mamah lelah. "
Nana mengusap air matanya, lalu menangkup pipi ku agar kami saling berhadapan. Sehingga air mata yang aku tahan akhirnya luruh tidur terkendali.
"Hiks …,ma. Ada apa? Hiks … Hiks ... Jika Nana nakal selama ini, Nana minta maaf, ma. Hiks … tapi jangan tinggal kan Nana sendiri. hiks … hiks ... " Aku ikut tersiak saat Nana mengutarakan ketakutannya. Keadaan ini di luar kendali ku dan keinginan ku.
"Mama harus menyelamatkan dede Hafiz sayang, agar dede Hafiz bisa melihat indahnya dunia ini. Seperti apa kakak Nana."Nana semakin menangis memeluk ku, aku sadar di usia 8 tahun Nana begitu dewasa dan sangat mudah memahami arti dari ucapanku.
Aku selalu menanamkan nasehat, agar Nana selalu kuat dan berpikir lebih dewasa, karena setelah perpisahan ku dan mas Bayu, tidak ada lagi penasehat hingga Nana dengan sendirinya mengerti jika mendengar nasehatku.
"Hiks … hiks … tapi kenapa Mama harus pergi? Hiks … hiks ... Bagaimana dengan dede Hafiz dan Nana nanti jika Mama pergi, hiks …." Isak Nana tergugu, sungguh menyayat hati ini.
Sesaat ku usap air mataku yang mengalir hingga terkikis, aku tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, karena kini yang terpenting adalah Nana dan calon buah hatiku.
" Banyak orang yang akan menyayangi kalian sayang. Percaya lah." Bisikku mencoba kuat sembari mengusap air mata Nana agar tidak lagi menangis.
" Tapi ma. Nana tidak mau Mama pergi. "
Ku belai rambut panjang Nana lembut, mencurahkan sisa kasih sayang yang ku miliki, karena ini untuk terakhir kalinya aku bersamanya.
"Bukan kah Nana sudah berjanji pada, Mama."
Nana akhirnya tertunduk lalu mempererat pelukannya padaku. Aku tahu selama ini Nana selalu memperhatikan keadaan ku yang kian memburuk akibat komplikasi kehamilan dan depresi.
"Apa semua ini karena Papa, ma?"tanyanya. Aku cukup terkejut mendengarnya, karena selama ini aku tidak pernah mengungkit keburukan mas Bayu ataupun mengingatnya.
"Kenapa Nana berkata seperti itu? "
"Apa karena Papa, Mama ingin meninggalkan kami? "
Aku seketika menggeleng kecil agar Nana mengerti dan tidak lagi memiliki pikiran buruk terhadap mas Bayu, karena bagaimanapun mas Bayu tetap ayah mereka.
"Bukan sayang, semua tidak seperti yang Nana pikirkan. Ini memang keputusan Mama sejak lama. Nana jangan pernah membenci Papa, ya. Nana harus berjanji."
"Memangnya kenapa, ma. Bukankah itu benar, jika Papa itu jahat. "
Dengan sekuat tenaga ku tahan tangis ku sembari menggeleng, hingga rasa takut ku kian terasa, aku takut jika Nana membenci mas Bayu.
"Jangan berkata seperti ini, nak. Papa tidak jahat seperti yang Nana pikirkan. Jangan berkata seperti itu lagi, dan jangan membenci Papa sayang."
Nana menatapku tidak berkedip. "Kenapa Mama begitu baik bukankah Papa sudah menyakiti Mama?" ujarnya dengan tatapan polos, hingga hatiku benar-benar terayuh.
"Berjanjilah pada Mama sayang. Ini untuk yang terakhir kalinya. Mama mohon."
Dengan polos Nana mengangguk menyanggupi permintaan ku. Aku sadar saat ini ia sangat kecewa dengan keputusan ini. Sehingga aku memutuskan untuk menyudahi semuanya dan beristirahat, malam ini aku ingin menatap Nana dengan sepuasnya sebelum besok pergi ke rumah sakit.
"Maafkan Mama nak. Mama tidak berniat meninggalkanmu sayang. Mama hanya ingin seseorang yang lebih berarti hidup menggantikan Mama setelah ini. Mama berjanji suatu saat kita akan bertemu lagi. Di saat dan waktu yang telah Tuhan tentukan untuk kita.'Batin ku memandangi wajah manis Nana.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa